Gala Dirgantara

127 10 0
                                    

Setengah jam berlalu, mobil yang membawaku pergi berhenti di sebuah tempat pengisian bensin. Pengemudi mobil itu keluar untuk membuka tangki mobilnya. Saat melihatnya tengah mengobrol dengan petugas pom bensin, diam-diam aku keluar mobil dan berjalan menjauh dari sana.

Tiba-tiba sebuah motor ninja melaju dengan sangat kencang. Mataku terbelalak dan mematung selama beberapa saat. Dia menarik rem motor dan berhenti tepat di depanku.

“Kalau jalan pakai mata dong!” serunya.

Semua mata tertuju padaku termasuk penculik yang tengah mengobrol tadi. Dia segera menghampiriku dan menarik tubuhku menuju mobilnya, aku berusaha memberontak dan meminta tolong pada warga sekitar.

“Tolong!” teriakku. Tidak ada satupun orang yang mau menolongku.

“Dia mau menculik saya,” ungkapku sambil menatap pengemudi motor yang hampir menabrak aku.

“Diam!” seru penculik itu.

Tiba-tiba dia menggendong aku dan membawaku masuk ke mobil. Aku hendak keluar tapi dia menguncinya dari dalam, lalu dia menjalankan mobil dan pergi dari tempat tersebut.

“Percuma lo kabur, ngga ada yang peduli sama lo.” Penculik itu menatapku sambil tersenyum sinis.

“Apa mau lo? Kenapa lo culik gue?” tanyaku dengan mata yang melotot tajam, bahkan hampir keluar.

“Mau gue? Gue mau nikahin lo,” jawabnya tanpa menatapku.

“Gue udah nikah! Dan gue ngga sudi dinikahi sama penjahat kayak lo!” Aku menolak tegas.

“Makanya gue culik lo supaya lo jauh dari suami lo,” katanya.

Dia tersenyum licik, kemudian menatapku dengan tajam. Dari mata dan hidungnya, dia terlihat familier.

“Siapa lo?” tanyaku dingin.

“Masa kamu ngga kenalin aku, sayang? Aku mantan kamu loh,” jawabnya.

“Devan?” tanyaku.

Suasana menjadi hening. Dia tidak menjawab pertanyaanku dan fokus mengemudi menuju suatu tempat yang sangat asing untukku.

“Berhenti lo!” seru seseorang.

Aku melihat kaca jendela, pria yang tadi hampir menabrak aku mengikuti mobil ini dari belakang. Dia berusaha mengejar mobilku dan mengetuk-ngetuk kaca mobil.

“Berhenti atau gue laporin polisi?” ancamnya. Namun, penculik yang berada di sebelahku mengabaikan ancamannya dan semakin mempercepat laju mobilnya.

Sedangkan pengemudi motor tersebut membelokkan motornya dan mencegat mobil kami tiba-tiba.

“Sialan! Berani-beraninya dia ikut campur sama urusan gue,” ucapnya.

Penculik turun dari mobil dan mendekati pemotor yang menghalangi jalan kami. Ketika melihatnya berada jauh dari pintu mobil, aku bergegas keluar dan bersembunyi di balik pohon.

“Siapa lo?” tanyanya.

“Gue? Nama gue Gala. Gala Dirgantara,” jawabnya sambil tersenyum seringai.

Aku tertegun ketika mendengarnya, ternyata dia adalah adik Pak Arkan.

“Ngapain ikut campur sama urusan gue?” tanya penculik.

“Lo cowok bukan sih? Kalau lo cowok, kenapa lo nyakitin cewek?” Dia bertanya balik. Dari gaya bicaranya, dia tidak berbeda jauh dengan Pak Arkan.

“Bukan urusan lo!” tegasnya.

Tiba-tiba penculik memukul perutnya. Namun, dia biasa saja seperti tidak merasa sakit sedikit pun.

“Segini doang pukulan lo? Sekarang giliran gue yang pukul lo,” katanya.

Dengan sekali pukulan, dia mampu melumpuhkan penculik tersebut dan membuatnya terkapar di tanah. Kemudian dia menginjak penculik itu dan memelintir tangannya.

“Pengecut! Beraninya pakai topeng!” serunya.

Dia membuka penutup wajah penculik itu dan mataku semakin terbelalak saat mengetahui wajah penculik tersebut.

“Dev?” Aku berjalan mendekati mereka dan menatap Dev dari dekat.

“Lo kenal sama dia?” tanyanya.

Aku mengangguk tanpa menatap Gala, sedangkan Gala mengikat tangan Dev supaya tidak bisa kabur.

“Kenapa lo tega lakuin ini?” tanyaku sambil menatap Dev.

“Gue sayang sama lo, Diva! Gue ngga rela lo nikah sama cowok yang namanya Arkan Dirgantara!” serunya.

“Arkan Dirgantara? Jadi, lo istrinya abang gue?” Gala bertanya sambil menatapku dengan wajah bingung.

Aku terdiam, takut ada orang lain yang mendengar obrolan kami. Tiba-tiba polisi datang dan langsung membawa Dev ke dalam mobilnya.

“Diva!” panggil seseorang.

Aku menoleh dan melihat Dinda tengah berlari menghampiriku. Dinda memelukku erat dan menangis di pelukanku.

“Maafin gue. Gue tinggalin lo sendiri,” tutur Dinda dengan suara terisak.

“Iya, ngga masalah. Bukan salah lo kok, Dev saja yang nyebelin.” Aku berkata sambil mengelap air mata Dinda.

“Dev setan! Berani-beraninya dia culik sahabat gue!” seru Dinda.

“Udah, tenang. Dev ngga ngapa-ngapain gue kok, untung tadi ada Gala. Jadi gue selamat,” ungkapku sambil menatap Gala yang berdiri di sampingku.

Dinda memalingkan tatapannya dan menatap Gala dari ujung kaki hingga kepala, sedangkan Gala membalas tatapan Dinda dengan senyuman kecil.

“Apa kabar gendut? Makin cantik saja,” pujinya.

“Sembarangan lo kalau ngomong! Gue udah kurus. Lo tuh yang putih banget kayak mayat,” sahut Dinda.

Dinda membuang tatapannya dari Gala dan menarik tanganku menjauh dari Gala juga Pak Arkan.

“Lo kenapa bisa ketemu sama dia?” tanya Dinda sambil berbisik.

“Gue ketemu dia di pom bensin. Terus dia ikuti mobil Dev dan tolongin gue,” jawabku jujur.

“Ih, amit-amit banget gue lihat mukanya. Kayak pantat panci tau ngga?” kata Dinda sambil menggeleng.

“Woi, gue ngga budek!” seru Gala.

Gala melontarkan tatapan sinis, sedangkan Dinda juga melontarkan tatapan yang lebih sinis.

Aku terkekeh melihat mereka yang saling benci. Namun, seperti diam-diam memendam rasa.

Love My Teacher [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum