Arkan Sadar

103 9 0
                                    

Aku terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Tiba-tiba ponselku berdering kencang membuyarkan keheningan di antara kami. Aku menekan layar ponsel dan menjawab panggilan Bunda.

“Halo ... Ada apa, Bun?” tanyaku.

“Arkan bangun, Div!” seru Bunda.

Aku tercengang, dan ponselku jatuh dari genggaman. Aku terkejut setengah mati setelah mendengar kabar yang Bunda berikan. Tiba-tiba air mata menetes dan membasahi pipiku

“Lo kenapa?” tanya Gala bingung.

“Arkan bangun,” jawabku.

“Apa?” Gala terkejut, matanya berkaca-kaca dan ia pun terdiam.

“Ayo, kita ke rumah sakit! Pak Arkan sedang menunggu kita,” titahku sambil mengukir senyuman bahagia.
Gala mengangguk, dan menancapkan pegas mobilnya hingga kecepatan tertinggi. Kami bergegas menuju rumah sakit yang berada cukup jauh dari sekolahku. Sesampainya di rumah sakit, aku langsung masuk ke dalam dan berlari menuju ruang ICU.

“Gimana kondisi Pak Arkan?” tanyaku.

“Dia lagi diperiksa sama dokter,” jawab Bunda.

Tiba-tiba dokter keluar dan menghampiri kami dengan raut bahagia.

“Gimana kondisi suami saya?” tanyaku.

“Alhamdulillah. Pasien baik-baik saja dan sekarang dia sedang beristirahat di kasurnya,” jawab dokter.

“Saya boleh menjenguknya?” tanyaku.

“Silakan tapi jangan berisik,” jawabnya.

Aku mengangguk dan bergegas masuk ke ruangan. Aku melihat Pak Arkan yang terbaring lemas di ranjang pesakitan. Pak Arkan memandangku, dia tersenyum dan menggerakkan tangannya seperti menyuruhku untuk mendekatinya.

Aku duduk di sampingnya, menggenggam jari-jemarinya yang terasa hangat. Air mataku kembali pecah saat melihatnya mengukir senyuman yang sudah lama aku rindukan. Tangannya terangkat dan hendak mengelap air mata yang membasahi pipiku, aku memegang dan mencium tangannya.

“Aku kangen sama kamu,” ungkapku.

“Aku juga kangen sama kamu,” jawabnya dengan susah payah.

“Jangan banyak omong! Kamu baru sembuh,” ujarku.

Dia mengangguk, dan mengusap pipiku dengan lembut. Matanya begitu sayu, tapi aku tetap bersyukur karena Tuhan mengabulkan doaku dan mengembalikannya ke sisiku.

“Gimana ujian kamu? Lancar?” tanyanya pelan, hampir seperti bisikan.

Aku mengangguk kecil. “Sebentar lagi aku wisuda, kamu datang ya.”

“Aku pasti datang,” katanya.

Dia kembali tersenyum, tangannya berusaha menyentuh puncak kepalaku. Aku menunduk dan membiarkannya mengelus rambutku hingga sedikit berantakan.

“Di mana anak kita?” tanyanya sambil melihat ke sekitar.

“Ini anak lo,” jawab Gala yang muncul secara tiba-tiba.

Gala berdiri di ambang pintu sambil membawa Arva di gendongannya. Gala berjalan mendekati kami, Gala menyerahkan Arva kepadaku. Aku menggendong Arva dengan senang hati, kemudian menyodorkan tubuh mungil Arva kepada Pak Arkan.

“Dia cowok?” tanya Pak Arkan, aku mengangguk.

“Ganteng kayak aku,” tuturnya.
Tiba-tiba dia melepas oksigen yang terpasang di hidungnya, kemudian dia berusaha untuk bangun dan duduk di ranjang pesakitan.

“Lo ngapain sih, Bang?” tanya Gala sewot.

“Gue mau gendong anak gue,” jawab Pak Arkan.

“Kamu masih sakit. Kalau sudah sembuh saja ya?” kataku, menolak permintaan Pak Arkan.

Love My Teacher [END]Where stories live. Discover now