Kecelakaan

94 6 0
                                    

Arkan sampai di depan sekolah, ia keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu gerbang.

“Lo pulang jam berapa?” tanya Gala sedikit teriak.

“Jam dua siang,” jawab Arkan.

“Gue tunggu di warung kopi dekat sini ya. Kalau sudah selesai telepon saja,” ucap Gala.

“Siap!”

Arkan masuk ke dalam, meninggalkan Gala sendirian. Gala berbalik dan berjalan menuju warung kopi terdekat. Ia sengaja meninggalkan mobilnya karena jalan menuju warung tersebut susah diakses oleh mobil.

Tanpa Gala sadari, ada seseorang yang sedang mengintainya. Dia mengenakan pakaian serba hitam serta wajah yang tertutup dengan helm. Motornya memasuki gerbang sekolah dan berhenti di depan mobil Arkan.

Dia turun dari motor dan membuka bagian depan mobil, lalu dia mengeluarkan sebuah tanah dan memutus rem mobil Arkan. Setelah itu dia bergegas menaiki motornya dan pergi meninggalkan sekolah.

“Kalian akan mendapatkan balasannya,” katanya. Dia tersenyum, lalu menarik pegas motornya dan melaju dengan kecepatan tinggi.

>>>

Jam dua pun tiba, Arkan keluar dari ruangan tempatnya mengawas dan berjalan menuju pintu gerbang sambil menghubungi Gala yang belum kembali.

“Eh, Pak Arkan belum pulang?” tanya guru yang juga bertugas sebagai pengawas.

“Iya, Bu. Saya masih menunggu adik saya,” jawab Arkan.

“Oh, ya sudah. Hati-hati di jalan, sekarang lagi rawan kecelakaan. Kemarin saudara saya tabrakan dan kakinya patah,” ungkap guru tersebut.

“Iya, Bu. Saya duluan ya,” tutur Arkan.

Arkan berjalan menjauh dari guru tersebut. Ia memang kurang suka berbicara, apalagi lawan bicaranya adalah seorang wanita. Dia tidak mau menyakiti Adiva meskipun hanya sebatas teman kerja karena hubungan yang sehat adalah hubungan yang bisa berkomitmen dan menjaga perasaan satu sama lain.

“Maaf lama,” ucap Gala sambil mendekati Arkan yang menunggu di depan mobil.

“Iya, enggak papa.”

Gala membuka kunci mobil, kemudian mereka masuk ke dalam. Mereka memakai sabuk pengaman dan pergi meninggalkan sekolah yang sangat sepi.

“La ...” panggil Arkan.

“Kenapa?” tanya Gala.

“Gue minta maaf,” tutur Arkan.

“Buat?” tanya Gala tanpa melirik Arkan.

“Gue belum bisa jadi kakak yang baik buat lo,” jawab Arkan.

Arkan terdiam, meninggalkan tanda tanya di benak Gala.

“Lo kenapa? Aneh banget ngomongnya,” tanya Gala bingung.

“Lo tahu kalau gue mengidap leukimia, kan?” tanya Arkan, dan dibalas dengan anggukan oleh Gala.

“Gue titip Diva ya? Tolong jaga dia dan anak gue kalau gue sudah ngga ada,” tutur Arkan.

“Jangan ngaco! Lo pasti sembuh, Diva butuh lo!” seru Gala membantah perkataan Arkan.

“Tapi gue capek, La.” Ucapan Arkan terdengar sangat lirih.

“Karena lo berjuang sendirian.
Sampai kapan lo mau tutupi penyakit lo dari Diva?” tanya Gala.

“Sampai gue mati,” jawab Arkan.

“Berarti lo tega buat dia depresi karena kehilangan lo tanpa siap-siap?” tanya Gala.

Ucapan Gala membuat Arkan terdiam. Gala benar, ia mungkin siap pergi meninggalkan orang tercinta. Namun, bagaimana dengan Diva? Apa dia siap berstatus sebagai janda muda? Kemudian nasib buah hati mereka yang akan hidup tanpa figur seorang Ayah.

“Pikirkan orang-orang yang lo sayang, gue enggak mau kehilangan Abang terhebat kayak lo.” Ucapan Gala semakin menusuk jantung Arkan. Air mata mendesak keluar dan membasahi pipinya.

“Berjuang lebih lama lagi, gue yakin lo pasti bisa!” seru Gala berusaha menyemangati Arkan.

Arkan menunduk, lidahnya kelu. Ia kehabisan kata-kata dan semua ucapan Gala menyadarkan dirinya. Dia egois karena telah membohongi Diva dan seharusnya dia tidak memaksa Diva untuk menikah dengan laki-laki penyakitan, seperti dirinya. Hidup Diva berada diambang kehancuran karena keegoisannya yang memaksa Papa untuk menikahkan mereka.

“Gue tahu jadi lo memang sakit tapi lebih sakit jadi Diva karena dia enggak tahu apa-apa dan kebahagiaannya sedang dipertaruhkan,” ucap Gala.

Gala memandang Arkan sekilas, lalu kembali melihat ke arah depan. Lampu lalulintas berubah merah dan Gala menginjak rem mobilnya. Namun, mobil tidak kunjung berhenti membuat Gala melawan lalulintas.

“Kenapa enggak berhenti? Gila lo?” tanya Arkan.

“Remnya blong!” teriak Gala.

Gala berusaha mengendalikan mobilnya. Namun tiba-tiba truk muncul dari arah berlawanan, Gala langsung membanting setir mobilnya dan menabrak tiang listrik. Gala terbentur, darah mengalir dari kepalanya. Ia memandang Arkan yang tidak sadarkan diri.

“Aduh, sakit.” Gala merasakan sakit di kakinya. Dia hendak memejamkan mata, tetapi dia mencium aroma terbakar di sekitarnya.

Tiba-tiba dia melihat asap muncul dari bagian depan, Gala bergegas keluar dan menarik Arkan keluar dari mobil. Gala memapah tubuh Arkan dan berjalan menjauh dari mobil.
DUAR!

Mobil meledak dan terbakar hebat, Gala menghela napas lega lalu terkulai dan tidak sadarkan diri.

“Itu ada yang kecelakaan!” teriak seorang warga.

Warga pun berkumpul di tempat kejadian dan mengevakuasi Arkan dan Gala yang pingsan dalam kondisi berpegangan tangan.

Love My Teacher [END]Where stories live. Discover now