Bernasib Sama

140 10 0
                                    

Setelah bel pulang berbunyi, aku bergegas meninggalkan kelas dan menuju kelas Dinda. Aku sudah janji mau menemani Dinda keliling pusat perbelanjaan dan kebetulan aku juga sudah dapat izin dari pak suami.

Aku berdiri di depan kelas Dinda dan tidak lama, Dinda mendekatiku sambil membawa tumpukan buku tebal.

“Anterin gue ke ruang guru dulu,” kata Dinda.

Aku mengangguk, lalu mengikuti Dinda yang berjalan menuju ruang guru. Samar-samar aku melihat Pak Arkan sedang berdiri dekat dengan siswi yang sangat aku kenal.

“Ngapain Lusi sama Pak Arkan?” tanya Dinda.

“Ngga tahu,” jawabku.

Aku memerhatikan mereka dari kejauhan dan menyimak obrolan mereka. Aku yakin Lusi pasti berusaha mendekati Pak Arkan yang memiliki predikat sebagai guru paling ganteng dan kaya raya di sekolah ini.

“Pak, anterin saya pulang dong. Saya takut kalau pulang sendirian.” Lusi berkata dengan suara memohon dan memegang lengan Pak Arkan.

“Saya ngga bisa.” Pak Arkan menolak.

“Kenapa, Pak? Pacar bapak ngga tahu kok, lagi pula apa salahnya antar saya? Siapa tahu saya lebih baik dari pacar bapak,” ucap Lusi.

Lusi membujuk Pak Arkan dengan sorotan mata yang berkaca-kaca supaya Pak Arkan iba padanya.

“Ih centil banget jadi cewek. Ngga bisa dibiarin,” kata Dinda.

Tiba-tiba Dinda menarik tanganku dan berjalan mendekati Pak Arkan, lalu Dinda mendorong Lusi dan menarik tangannya menjauh dari Pak Arkan.

“Apaan si lo, tarik-menarik gue!” seru Lusi tidak terima.

Lusi menepis tangan Dinda dan menatapnya tajam. Namun, Dinda kembali mencengkeram pergelangan Lusi hingga dia merintih kesakitan.

“Ganjen banget lo jadi cewek! Pak Arkan udah ada yang punya tapi masih lo deketin, ngga malu sama predikat lo sebagai siswi paling cantik, hah?” tanya Dinda dengan tersulut emosi.

“Ribet banget sih lo. Ikut campur sama urusan orang, terserah gue mau deketin siapa pun. Lagian pacarnya Pak Arkan juga ngga tahu dan yang jelas lebih cantik gue dibanding dia,” jawab Lusi.

Aku menyimak pertengkaran Lusi dan Dinda yang kian memanas. Sesekali mataku beradu tatapan dengan mata indah milik Pak Arkan.

“Cukup! Dilarang bertengkar di sekolah ini!” tegas Pak Arkan.

“Ih bapak, dia duluan yang mulai. Masa saya didorong terus ditarik sih, tangan saya sakit tahu.” Lusi berkata suara manja dan yang muka melas, tetapi Pak Arkan justru menjaga jarak dari Lusi dan berdiri di sampingku.

“Kamu bisa sopan sama saya? Sikap kamu tidak mencerminkan sikap siswi yang benar. Apa yang Dinda lakukan itu benar, berhenti ganggu saya atau saya panggil orang tua kamu untuk datang ke sekolah?” tanya Pak Arkan dengan nada mengancam.

“Ih, bapak. Kenapa memihak mereka? Saya tuh cinta banget sama bapak dan saya mau jadi istri bapak,” tutur Lusi.

“Ngga bisa. Saya udah punya pacar,” jawab Pak Arkan.

“Bapak bohong! Coba bapak kasih tahu saya siapa pacar bapak?” tanya Lusi.

Pak Arkan menghela napas dan tiba-tiba Pak Arkan meraih tanganku, kemudian dia menggenggam jari-jemariku di depan Lusi dan Dinda.

“Dia pacarku. Sosok siswi yang aku cintai,” ungkap Pak Arkan.

Aku terbelalak, mencoba mengelak. Namun, genggaman Pak Arkan begitu kuat hingga aku tidak bisa berbuat apapun, selain pasrah oleh keadaan.

Love My Teacher [END]Where stories live. Discover now