Identitas Arkan

101 8 0
                                    

“Di mana Adiva? Dia ngga bisa kabur dari gua!” serunya.

Dia membanting seluruh barang-barang dan memukul anggotanya yang sedang berkelahi dengan anggota ARGALA.

Aku berjalan mengendap-endap dan masuk ke dalam ruangan yang tertutup rapat. Aku terbelalak saat melihat Gala sedang diikat di dalam, aku kembali menutup pintu dan menghampirinya.

“Bangun, La!” Aku berusaha membangunkannya sambil membuka tali yang mengikat tubuhnya.
Gala membuka mata dan menatapku dengan tatapan nanar. “Gue di mana?”

“Lo diculik,” jawabku.

“Sama Devan?” tanyanya. Ia berusaha mengumpulkan nyawa.

Aku mengangguk, dan membantunya berdiri. Gala melihat tangannya yang terluka akibat terkena senjata Devan.

“Tangan lo harus diobati,” kataku.

“Nanti saja. Sekarang di mana Arkan?” tanya Gala mencari keberadaan Arkan.

“Ngga tahu. Aku belum melihatnya,” jawabku.

Gala hendak melangkah. Namun, tubuhnya terjatuh. Kakinya tidak sanggup menopang tubuhnya karena terluka cukup parah.

“Cari Arkan! Dia dalam bahaya,” kata Gala.

“Tapi lo harus keluar juga,” sahutku.

Aku menggenggam tangan Gala dan memapahnya menuju luar. Kami mengendap mencari pintu keluar. Tiba-tiba Devan muncul dan berdiri sambil membawa senjata.

“Kalian ngga bisa kabur dari gue!” tegas Devan sambil tersenyum.

Devan melangkah mendekati kami. Senjatanya mengarah tepat ke arahku. Aku memundurkan langkah dan mencari cara untuk kabur dari sana. Devan melayangkan senjata tajamnya dan tiba-tiba seseorang menendangnya. Devan tersungkur dan membentur tembok. Darah mengalir dari kepalanya.

“Arkan!” Dia berkata dengan sisa tenaga yang dia punya, sedangkan Pak Arkan tersenyum dan berdiri di sampingku.

“Itu baru peringatan! Sekali lagi lo ganggu keluarga gue, kepala lo yang lepas!” ancam Pak Arkan.

Pak Arkan menginjak tangan Devan dan merampas senjata tajamnya, lalu Pak Arkan menendang perutnya hingga muntah darah.

Aku tercengang melihat kekejaman Pak Arkan. Aku tidak menyangka jika guru yang terlihat sopan, ternyata ketua geng motor yang sangat beringas.

“Cabut! Sampah sudah kalah,” katanya sambil berteriak.

Seketika ARGALA menghentikan aksinya dan berlari mendekati kami.
Beberapa orang dari mereka menggendong Gala dan membawanya pergi, tiba-tiba Pak Arkan menggendongku dan berlari keluar. Kami meninggalkan markas Skylark Geng yang porak-poranda.

Aku duduk di boncengan Pak Arkan yang melaju dengan kecepatan sedang. Aku baru pertama kali melihatnya membawa motor, selama ini aku mengira Pak Arkan tidak bisa bawa motor karena dia selalu memakai mobil. Tapi dugaanku salah, dia memakai mobil untuk menutupi identitasnya sebagai ketua geng motor paling terkenal di Kota ini.

“Kamu baik-baik saja, sayang?” tanya Pak Arkan sambil mengusap dengkulku.

“Iya, aku baik-baik saja. Kamu enggak terluka, kan?” Aku bertanya balik.

“Aku juga baik-baik saja,” jawabnya.
Dia fokus mengendarai motornya, sedangkan aku bersandar sambil memeluk perutnya.

“Lain kali jangan kayak tadi lagi ya,” ujarku.

“Iya sayang,” jawabnya.

Aku tersenyum dan merasakan cengkeraman tangan Pak Arkan yang begitu hangat. Aku menikmati perjalanan yang cukup jauh hingga membuatku memejamkan mata.

Tiba-tiba motor berhenti, aku membuka mata dan melihat sebuah rumah tua di hadapanku.

“Ngapain kita ke sini?” tanyaku.

“Ikut saja,” jawabnya.

Pak Arkan turun dari motor dan berjalan menuju dalam, aku mengikutinya sambil terus menggenggam jari-jemarinya.

Aku takut Devan dan teman-temannya menyerang, lalu menculik aku untuk balas dendam.

“Tempat ini ....”

Love My Teacher [END]Where stories live. Discover now