13. Should I call you ...

21.7K 1.6K 210
                                    

Melody berjalan dengan mata yang menatap ke arah Milka. Mereka berjalan berlawanan arah dengan jarak tersisa beberapa meter lagi. Melody menangkap Milka melirik ke arahnya, meski setelahnya gadis itu kembali lurus menatap ke depan.

Mereka saling melewati tanpa terjadi apa pun. Melody mencebikkan bibirnya tidak suka. Ia pun melangkah mundur dan mengimbangi irama langkah Milka. Wajahnya menoleh ke arah Milka.

"Melody pikir Milka bakal jambak rambut Melody."

Milka mengabaikan gadis itu, bersikap seolah tidak mendengar maupun melihatnya.

"Yang di wastafel itu bener-bener luar biasa loh. Melody hampir mati. Tapi Melody masih baik hati dengan nggak bilang-bilang kalo Milka ngelakuin percobaan pembunuhan loh." Melody tetap berjalan mundur dengan wajah yang begitu menantikan perubahan raut Milka.

"Jadi berharap dibunuh?"

Melody tersenyum. "Melody tunggu kejutan tentang cara yang bakal dipakai Milka buat bunuhnya."

Milka yang terus bersikap cuek itu tiba-tiba tertawa. "Segitu desperate-nya karena udah dapet perhatian Hema, tapi dia tetap berstatus tunangan orang?"

Senyum Melody luntur. Menandakan jika serangan Milka benar-benar menembus sasaran. Namun, tak berselang lama Melody kembali tersenyum.

"Terus apa Milka yakin, Milka pantas di posisi sekarang."

Kali ini Milka yang terdiam. Meski tak terlalu menunjukkan secara signifikan jika dirinya tertohok.

"Gimana kalo Milka itu cuma orang yang salah nempatin posisi? Ada orang yang lebih layak, pemilik sebenarnya posisi yang Milka duduki sekarang."

Milka mengulurkan kakinya, membuat Melody yang melangkah mundur itu tersandung hingga terjatuh dengan pekikan kesakitan.
Melody meringis, ia sempat terlihat kesal tapi kemudian menyunggingkan senyum.

"Milka tau 'kan kalo emang ini yang Melody cari? Melody 'kan bilang Milka harus lebih tahan emosi." Gadis itu tersenyum dengan kerlingan mengejek.

"Oh ya? Kalau gitu, pernah dengar orang yang banyak bicara itu cepet mati?"

Milka menendang tangan Melody agar menepi dari jalannya. Dia pun melanjutkan langkahnya seolah tidak pernah merasa terganggu.

oOo

"Aku mau bicara."

Hema yang tengah fokus pada catatan tugas itu mendongak. Ia juga melepas earphone yang dipakainya.

"Di sini?"

Milka melihat sekitar. Ada beberapa anak di dalam kelas, meski setelah Milka berikan tatapan tajam, mereka segera bergegas pergi.

Milka duduk pada kursi di sisi kiri Hema, tersekat sebuah lorong  tempat biasa guru berjalan untuk mengawasi.

"Melody." Milka menyebut nama yang akan dirinya jadikan topik pembahasan dalam pembicaraan ini

"Bukannya aku udah bilang, dia urusan aku?" Hema menghela napas kecil dengan raut sedikit kesal, seolah menyatakan dirinya tidak menginginkan pembahasan itu.

"Kamu yakin kamu bener-bener kenal dia?" Milka tak melihat pada Hema, ia melihat pada lembar-lembar yang tengah Hema kerjakan.

"Kamu mau bilang kalo dia cuma pura-pura? You care about me?" Hema balik bertanya.

"I'm worried you'll do something stupid."

"It means you care about me." Hema tersenyum satu sudut.

Fight for My Fate [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang