9. Tears

19.1K 1.4K 74
                                    

Dengan menggunakan taksi, Milka pun sampai di apartemen Hema. Dia duduk di sofa lalu tak lama kemudian pesan dari Hema kembali masuk.

Hema:
-Ada teh di lemari pantry.

Dengan enggan, Milka pun bangkit lagi dari sofanya. Ingat konsepnya, setiap perkataan Hema adalah titah. Bukan pertanyaan yang bisa Milka jawab dengan mau atau tidak.

Milka berjinjit lalu mengambil sebuah kotak teh. Dengan pikiran yang berkelana jauh, Milka menyeduh tehnya. Seperti biasa, saat teh itu sudah siap, Milka langsung meminumnya sekaligus. Milka merapatkan bibirnya menahan rasa yang tidak disukainya.

Meskipun sudah habis Milka membawa cangkirnya. Dia menyimpannya di meja sementara dia kembali duduk pada sofa.

Milka menyandarkan kepalanya. Terasa penuh. Milka benar-benar lelah. Bagaimana cara dia menjalani hari selanjutnya. Mata Milka terasa memberat, mungkin tidak apa-apa jika dirinya beristirahat sebentar di sini.

oOo

Saat Milka terbangun dirinya sudah berada di ranjangnya dengan keadaan pagi. Dengan pikiran yang masih linglung, Milka keluar dari kamarnya tergesa-gesa.

"Bi, kapan aku pulang?" tanya Milka pada pembantunya. Dirinya mulai panik karena tidak menemukan bayangan apa-apa atas semua yang terjadi.

"Sekitar jam 2."

Kening Milka berkerut dalam. Pembantu itu sedikit merapat ke arah Milka, dia mengecilkan suaranya. "Sebenernya Nyonya nungguin Non sambil marah. Bibi kurang nangkap rincinya, tapi Nyonya dapat info Nyonya Miriam sudah pulang tapi Non nggak bisa dihubungi."

Milka semakin heran, dia tidak pernah membuat ponselnya dalam mode sunyi, mana mungkin Milka mengabaikan panggilan ibunya.

Pembantu itu menarik napas sejenak. "Nyonya nungguin Non dengan amarah besar, tapi waktu Den Hema bawa Non yang tidur, kemarahan Nyonya langsung lenyap."

Milka memegangi kepalanya mencoba menafsirkan informasi yang dirinya terima itu. "Aku tidur digendong sama Hema?"

Pertanyaan itu yang paling menurut Milka tidak masuk akal. Milka kenal dirinya. Bagaimana dia yang punya waktu tidur kacau dan bagaimana hal sekecil apa pun membuat dirinya mudah terbangun. Jangankan untuk dipindahkan dari apartemen Hema ke rumah ini, harusnya saat Hema menyentuhkan ujung jarinya pada Milka saja, Milka sudah terbangun.

"Mungkin Non terlalu nyaman tidur di gendongan Den Hema." Pembantu itu tersenyum penuh makna seraya menyikut pelan Milka.

"Bibi senang liatnya."

Milka menggeleng-geleng, ini masih tidak masuk akal untuk dirinya. Meskipun Milka harus bersyukur juga karena dengan kata lain Hema sudah menyelamatkannya.

"Sayang ...."

Milka nyaris melompat kaget begitu mendengar suara tiba-tiba Prita itu. Tubuhnya bahkan langsung merinding. Karena saking jarang--nyaris tidak pernah Prita berbicara selembut itu bukan di depan keluarga Danuarta.

"Nyenyak kamu tidurnya?" Prita mendekat lalu mengecup pelipis Milka.

"Mama udah kosongin semua jadwal kamu hari ini. Kamu free, seandainya ada tempat yang mau kamu kunjungi, kamu boleh bilang sama sopirnya."

Prita terkekeh melihat Milka yang masih memasang raut bingungnya. "Kesadaran kamu belum kumpul semua ya. Eum, atau kamu mulai free time ini dengan lanjut tidur aja?" Prita mengusap pipi Milka.

"Bi, pastiin Milka tidur yang nyenyak ya."

Hema Lingga Danuarta. Kenapa kamu harus seberpengaruh ini dalam hidup Milka?

Fight for My Fate [TAMAT]Where stories live. Discover now