17. Mine

26.1K 1.6K 65
                                    

Hema mengusap puncak kepala Milka, ia menunduk untuk mengecup keningnya. Meskipun Milka memejamkan mata, dia tahu bahwa gadis itu hanya berpura-pura tertidur saja.

"Sampai ketemu di sekolah." Hema membenarkan selimut pada tubuh Milka. Dia memberikan usapan pada pipi Milka sebelum benar-benar beranjak dari sana.

Hema turun dari lantai dua itu tanpa kesulitan, memanjat tembok dan bergerak gesit di jalur yang buta CCTV. Langkah yang terlihat sudah sangat terbiasa.

Hema berhasil keluar dari kawasan rumah Damian. Dia menghampiri sebuah mobil lalu masuk pada bagian kursi belakang.

"Ke rumah apa ke apartemen, Mas?" tanya pria berusia 40 tahun yang duduk di kursi pengemudi. Dia Tio, ajudan pribadi Hema sejak dirinya berusia 3 tahun. Memenuhi kebutuhan Hema hingga mengatur semua jadwalnya. Di mana ada Hema, di sana ada Tio meskipun keberadaannya tidak ditunjukkan. Dibanding orang tuanya sendiri, Tio lah yang paling paham tentang seluk beluk Hema. Termasuk rencana soal memberi Milka obat tidur, dan menemani gadis itu sampai menjelang pagi.

"Ke apartemen, ada yang perlu diurus." Hema membuat tubuhnya berbaring, kakinya disandarkan pada jendela.

"Non Milka sudah tahu?"

Hema tiba-tiba tertawa senang. "Of course, she always amazes me." Hema menatap nyalang dengan senyum yang terus tersungging. Ekspresi yang tidak Hema tunjukkan di publik.

"Dia selalu pintar seperti biasa, selalu kuat seperti biasa, ah ... Why she so perfect?"

Tio melirik lewat spion. Tak ada ekspresi khusus yang dirinya keluarkan. Mungkin jika orang lain akan kaget melihat Hema yang seperti ini. Di mana dia yang biasa terlihat tenang, tak begitu banyak menunjukkan ekspresi hingga berkesan dingin, bisa tersenyum lebar dengan tatapan mata yang penuh antusias.

Itu juga masih terlihat normal sebenarnya. Namun, jika yang melakukannya adalah orang yang punya kuasa besar, tatapan antusias itu cukup membuat takut. Karena dia bisa melakukan apa pun yang dia inginkan, tanpa peduli apa pun.

"Jadi sekarang kita nggak perlu ngirim teh lagi?"

Hema tiba-tiba bangkit. Menatap Tio dengan raut tidak setuju. "Kenapa bilang gitu?"

"Non Serena sudah tau, mana mungkin dia mau minum lagi."

"Kirim. Serena perlu istirahat."

"Tapi--"

"Dia bakal minun," ucap Hema dengan nada penekanan.

"Atau kita cari alternatif lain?"

"Dia bakal minum!" Hema berucap lebih tegas. "I know my girl better than you!"

Senyum Hema lagi-lagi tersungging. "She's my perfect girl."

oOo

10 tahun yang lalu

"Hema suka sama Milka?" tanya Arum seraya merapikan baju yang dikenakan putranya.

"No!" ucap anak berusia 7 tahun itu. "Anak yang cuma diem kayak patung. Hema nggak suka," ucap Hema dengan raut datar cenderung ketus.

Arum tersenyum dan mengusap kepala putranya itu. "Jadi kalo Opa bilang mau jodohin Hema sama Milka, Hema bilang nggak mau ya."

Hema menghela napas. "Hema masih kecil. Kenapa harus omongin perjodohan mulu? Mama bilangin kalau ini tuh melanggar hak anak."

Arum tertawa kecil lalu menatap penuh pengertian. "Oma pasti dengerin Hema, dan Opa pasti dengerin Oma. Jadi inget, kalo Opa bahas tentang Milka, kamu harus bilang ke Oma kalo kamu nggak mau ya?"

Fight for My Fate [TAMAT]Where stories live. Discover now