20. Strangers

21.1K 1.5K 46
                                    

Milka memasuki kelasnya. Matanya terpaku pada Hema yang tengah membaca buku di bangkunya. Auranya terlihat dingin seperti biasa. Seolah sosok yang semalam tidak pernah ada. Atau memang yang semalam itu tidak nyata? Karena terlalu ketakutan Milka sampai membayangkan yang tidak-tidak.

Milka menggeleng. Ia segera mengeluarkan bukunya untuk sesi belajar jam pertama. Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.

"Kata Pak Wisnu hari ini kita praktek, jadi pas bel langsung ke lab semua," ucap seorang ketua kelas di depan sana.

Bel berbunyi, semua langsung berhamburan menuju lab. Milka mengawasi orang-orang yang melewati pintu. Dirinya tidak suka berdesak-desakan, ia selalu menunggu sampai yang lain pergi terlebih dulu.

Milka bangkit dari kursinya. Saat dirinya melangkah, tiba-tiba tangannya diraih dan digenggam. Hema yang melakukannya. Dia sempat memberikan senyuman sebelum membawa Milka keluar dari kelas.

Belum selesai Milka mengatasi kekagetan atas genggaman tiba-tiba itu, Milka dibuat bingung dengan Hema yang melepaskannya saat sampai di ambang pintu. Pria itu pun melanjutkan langkah tanpa menoleh lagi pada Milka yang terdiam di belakang.

Apa yang salah dengan pria itu?

oOo

Milka tidak bisa fokus guru menjelaskan di depan, meskipun tidak perlu menyimak pun Milka sudah paham karena sudah mempelajarinya. Namun, dirinya benar-benar dibuat terganggu akan Hema yang duduk di sampingnya.

Posisi Milka ada di pojok, samping dinding, Hema duduk di sisi kirinya. Dia menatap lurus ke depan yang siapa pun akan melihat jika dia tidak mempedulikan Milka, tapi di bawah sana tangan Hema terus menggenggam tangannya.

Milka mencoba menarik tangannya, tapi Hema tidak membiarkan itu. Milka menggunakan tangan sebelahnya lagi untuk membantu. Hema menoleh. Dia menaikkan sebelah alisnya bertanya. Seolah ini hal yang normal dan Milka yang aneh di sini. Padahal jelas pria itu yang aneh.

Jam pelajaran selesai, semua pun bubar dan kembali ke kelas. Hema tentunya yang pergi lebih dulu, seperti tadi membuat Milka bingung lalu ditinggalkan.

Milka menarik napas dalam, dirinya yang terakhir. Entah mengapa dirinya enggan pergi ke kelas. Dia pun mengambil jalan yang berbeda untuk mengulur waktu. Milka menatap dahan-dahan pohon yang dirinya lewati. Ada kupu-kupu kecil yang terbang di sana. Awalnya biasa-biasa saja, tapi kemudian entah mengapa Milka merasa lebih baik hingga perlahan menarik sudut-sudut bibirnya.

"Serena?"

Milka menoleh dengan kaget. Ada Hema yang berdiri tidak jauh darinya.

"Katanya kaki kamu luka."

"Udah diobatin," jawab Milka.

Hema meraih tangan Milka lalu membawanya masuk pada ruangan yang kosong. Dia menundukkan Milka pada sebuah kursi lalu berjongkok di depannya. Hema mendongak dan menatap Milka lembut. Gadis itu sedikit mengerjap, dirinya belum terbiasa dengan perubahan Hema ini.

"Katanya kamu cuma obatin asal." Hema menunduk lalu menyentuh tali sepatu Milka. "Boleh?"

"Ya."

Hema pun membuka sepatu itu berikut kaus kakinya. Dia meringis melihat darah yang menempel pada kaus kaki itu. Milka melihatnya berlebihan, karena bagi Milka luka itu tak seberapa. Meskipun sudah bertahun-tahun berlalu, Milka masih ingat jelas setiap yang Damian berikan.

"Kamu nggak ada yang mau ditanyain?" tanya Hema seraya memberikan obat merah juga memberi plester yang benar pada luka gadis itu.

"Kamu bilang aku harus percaya."

Fight for My Fate [TAMAT]Where stories live. Discover now