22. What's Your Favorite?

20.3K 1.4K 39
                                    

Melody tertawa lepas begitu Hema menusuk pinggangnya dengan telunjuk. "Hema udah, geli," ucap gadis itu seraya menahan tangan Hema yang usil mengganggunya.

Kedekatan mereka semakin bagus. Milka sama sekali tidak pernah mengganggu dirinya atau bahkan sekedar interaksi dengan Hema lagi. Entah apa yang Hema lakukan di hari itu, tapi yang jelas itu sesuatu yang cukup membuat Milka benar-benar mundur. Kabar pertunangan mereka yang putus pun mulai diucapkan orang-orang.

"Hema, Melody mau pergi ke toilet dulu ya," ucap Melody begitu melihat sosok yang dirinya pikirkan baru saja melintas. Setidaknya dia harus memastikannya.

"Oh, iya. Boleh."

Melody tersenyum kemudian pergi dari hadapan Hema. Dia melangkah mengikuti langkah Milka. Dirinya sudah sangat hafal akan template Milka di sekolah. Dia hanya akan berada di kelas, perpustakaan, atau atap. Setiap berjalan Milka akan selalu memilih rute yang paling jarang dilalui orang lain.

Melody mempercepat langkah yang membuat suara ketukan kakinya menjadi lebih nyaring. Namun, Milka tetap berjalan dengan konstan. Tidak merasa terganggu atau pun curiga. Melody terpikir, bagaimana dia hidup sampai tidak punya antisipasi sama sekali.

Melody kasih tahu. Menjadi anak dari Damian dan Prita bukan hal yang mudah. Dulu sebelum Melody hilang dia beberapa kali mengalami percobaan penculikan. Damian punya banyak musuh. Banyak yang memendam dendam. Meski akhirnya hanya berujung diam karena tidak punya kekuatan yang sebanding dengan Damian. Namun, tidak jarang ada yang gila. Tetap berusaha membalas meski nyawa yang berakhir sebagai bayarannya.

Milka terlalu santai. Entah terlalu menganggap remeh atau terlalu percaya diri jika dirinya dilindungi dengan penuh karena status tunangan Hemanya, atau dia benar-benar tidak peduli akan dirinya?

"Milka," panggil Melody dengan riang. Dia memasang senyumannya yang tidak dihiraukan Milka sedikit pun.

Melody menggembungkan pipinya berpura-pura kesal. "Kenapa Milka makin sombong ya?"

Dia berdiri di depan Milka, berjalan mundur seperti sebelumnya.

Milka terdiam yang membuat Melody berdecak. "Milka udah nyerah ya sama Hema? Apa sekarang Milka udah sadar kalau itu bukan tempat buat Milka?"

Milka berhenti melangkah. Dia akhirnya menatap gadis itu.

"Ow, Milka mau nyegat kaki Melody lagi?" Melody menutup mulutnya kaget, tapi kemudian dirinya tertawa.

"Milka harus tau deh pelajaran jadi orang miskin. Meskipun kecil, fisiknya nggak letoy. Karena orang miskin tuh banyak ngelakuin kerjaan, nggak kayak Milka yang serba dilayanin. Mau nyoba pegang otot tangan Melody? Meski kecil ini kuat loh."

Milka berbelok ke disi kiri, berniat menghindari Melody, tapi gadis itu dengan cepat menghadangnya.

"Milka beneran udah nyerah sama Hema 'kan? Melody bisa bantu loh Milka buat nemuin kebebasan. Melody tau pasti capek banget 'kan hidup Milka selama ini."

Milka menarik napas dalam kemudian menyertakan kekesalannya bersama napas yang dirinya buang. Dia menatap Melody.

"Kamu 'kan orang miskin, tau apa sama yang aku jalanin selama ini?"

Melody mengepalkan tangannya. Bibirnya tersenyum meski rahangnya terlihat mengencang menahan amarah.

Milka melangkah ke sisi kiri, tapi tiba-tiba Melody mengulurkan kakinya, membuat Milka kehilangan keseimbangan hingga terjatuh. Kedua lututnya menimpa keras paving block sementara telapak tangannya menahan agar wajahnya tidak terjerembab.

"Gimana? Melody bener 'kan meski kecil Melody kuat." Melody tersenyum dia mengulurkan tangannya yang langsung ditepis oleh Milka.

Milka pun berdiri kemudian melihat lututnya yang terluka. Lukanya memang kecil, Milka bahkan tidak terganggu dengan sakitnya, tapi ini benar-benar masalah besar untuk Milka. Tidak mungkin dirinya terus memakai celana panjang di rumah.

Fight for My Fate [TAMAT]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon