The Last? | XLI

147 11 1
                                    

~ 𝓞𝓾𝓻 𝓟𝓻𝓸𝓶𝓲𝓼𝓮 ~

...

"Aduh awh!! Sakit Ian ih!!"

Bagaimana Gavin tidak kesakitan? Fabian menarik telinganya begitu kencang sampai kemerahan terlihat jelas disana.

"Kenapa pake kekerasan hmm? Kalo kenapa-kenapa tadi gimana?? Siapa juga yang susah, Gavin???" Jeweran Fabian semakin kuat, Gavin sepertinya sudah pasrah jika telinganya menjadi kendor nanti.

Sampai akhirnya Fabian melepaskan telinga Gavin, masih dengan perasaan kesal nya. Padahal Gavin bisa saja membicarakan ini dengan Renzy baik-baik, tapi yang ia dapat malah baku hantam sampai melukai Renzy.

Mengelus telinga nya yang masih terasa perih, Gavin memberikan tatapan julid ke kekasihnya. Untunglah Fabian tak melihatnya, kalau tidak telinga Gavin yang satu lagi pasti sudah ditarik kembali.

"Kamu sendiri gak jelasin ke aku kenapa bisa keluar rumah. Padahal mama kamu udah ngelarang, kan?" Kali ini Gavin yang meminta penjelasan.

Fabian tak menjawab, dia melirik kekasihnya itu sebentar sebelum kembali membaca beberapa berkas pemberian Patra dan Pasha yabg mengurus Renzy saat di interogasi tadi.

"Disini tertulis, Renzy ngaku dia membuat pembunuhan rencana terhadap papa Lo, dan bukan ayah gue. Tapi Karna kesalahannya sendiri, yang terbunuh malah ayah gue. Dan juga dia cerita tentang kakak nya yang di lecehkan sama papa Lo sendiri." Fabian membacakan itu cukup kuat, agar Gavin di sampingnya bisa mendengar.

Jujur saja jika itu kebenaran, Gavin masih belum bisa menyangka nya. Dia tak pernah berfikir bahwa papa nya akan melakukan hal yang seperti itu kepada seorang wanita. Dan... Dia masih punya istri alias mama nya kan?

Tangan Gavin melingkar ke pinggang Fabian, menaruh wajah nya di bahu sang kekasih.

"Ian... Papa aku memang ngelakuin itu, kah?" Tanya Gavin cukup pelan.

Sambil mengelus rambut Gavin, Fabian menghela nafas nya. "Kita gak tau sebelum papa kamu sendiri yang mengaku, Vin. Ya... Mana tau itu semua cerita belaka yang dikarang sama Renzy? Kita gak bisa nentuin mana yang benar dan mana yang salah sendiri, itu namanya kita egois, ya kan?"

Gavin mengangguk. Dia khawatir. Dia khawatir jika papanya akan di tahan oleh pihak kepolisian jika hal itu benar ada nya.

Walaupun Gavin masih benci papa nya, tapi dia tak ingin melihat sang mama tersiksa melihat suami nya berada di sel penjara.

Tak lama kemudian, Ferdi dan Matteo pun datang dari luar kantor kepolisian.

"Vin, papa Lo udah datang, dipanggil pihak polisi." Seru Matteo, mengalihkan perhatian sepasang kekasih itu.

Gavin melepas pelukannya. Dilihatnya sang papa yang tangannya sudah di borgol, dan mama yang berlari terburu-buru mengejar suami nya sendiri.

Berdiri, ia menahan mama nya yang menangis sedu itu.

"Mah..." Irene menatap mata sang putra satu-satunya itu, ingin mengatakan sesuatu.

"Vin, papa kamu Vin! Papa kamu mau dibawa sama mereka, Gavin!!" Irene mengguncang tubuh Gavin cukup kuat, namun Gavin tegar. Dia dengan cepat memeluk Irene yang terus-menerus memanggil papa nya.

Menepuk-nepuk punggung Irene, berusaha menenangkan mama nya itu. Gavin tak sanggup, mendengar suara isakan sang Mama yang begitu menyiksa di telinga nya. Apalagi saat Irene terus-menerus memanggil nama sang Papa dengan suara yang begitu menyedihkan.

𝓞𝓾𝓻 𝓟𝓻𝓸𝓶𝓲𝓼𝓮 | GeminiFourth AU Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt