3. Stasiun Kalibaru, 05:08

316 33 0
                                    

"Mia, bangun," Irwan mengguncang bahu Damia lembut.

Damia mengerjapkan matanya, masih setengah sadar. Pandangnya menyapu persawahan hijau yang basah, dengan para petani yang telah menjejakkan kaki dalam tanah berlumpur. Cahaya mentari pagi membuat kilau keemasan di antara hamparan luas padi.

Zilmi, Fadil dan Santi nampak sudah bersiap. Mereka berdiri meraih barang bawaan masing- masing di railing bagasi atas.

"Kita udah nyampe?" tanya Damia dengan suara parau.

"Dikit lagi. Udah ada pengumuman dari kondektur," Irwan tersenyum sambil mengangkat tas ransel miliknya dan milik Damia.

Kereta yang mereka tumpangi semakin melambat, sebelum akhirnya berhenti tepat di peron. Suara announcer menyambut kedatangan kereta, dengan beberapa staff stasiun bersiap membuka pintu penumpang.

Belasan orang keluar dari gerbong dengan wajah lelah. Termasuk Zilmi dan tim nya yang ikut berjalan membawa ransel menuju pintu keluar. Mereka nampak lega karena telah sampai di tujuan.

Tanpa membuang waktu, Fadil telah beraksi dengan kameranya. Ia tak ingin ada momen yang mungkin terlewat.

Suasana sebuah stasiun kecil di kota asing, yang penuh pepohonan dan orang- orang yang telah memulai hari nya.

"Uuugh, udaranya seger benget," Damia merentangkan tangan, menghirup dalam udara pagi di Kalibaru. "Beda banget sama Surabaya ya."

"Psst! Mia!" Fadil memberi tanda dengan telunjuknya ke arah kamera.

 "Hai guys, kembali lagi dengan kami tim Malam Jumat. Akhirnya setelah semalaman naik kereta-" ujar Damia yang dengan cepat langsung berganti mode content-host. "-kita sampai juga di Stasiun Kalibaru. Masih pagi banget di sini."

"Nih, muka kita aja masih muka bantal. Kusut semua," Zilmi pun ikut muncul dalam frame sambil menunjuk ke rekan tim nya. "Cuma muka saya yang ganteng."

"Nyocot," Irwan mencibir di sebelahnya.

"Nanti dari sini kita akan naik kendaraan menuju sebuah desa kecil yang namanya-" ujar Santi sambil membuka itinerary dalam note smartphone nya. "-Curahwangi."

Fadil menggerakkan tangannya memutar, membuat gestur bagi teman- temannya untuk terus melanjutkan percakapan.

"Oh, makanya di sebut jalur Curahwangi."

"Betul. Nanti di sana kita akan registrasi ulang peserta pendakian. Kemarin kita sudah melakukan pendaftaran online," Santi menunjukkan formulir pendakian di laman BBKSDA Jatim. "Dari situ kita akan masuk jalur sampai menuju area yang namanya Alas Medi."

"Berarti sebenarnya kita enggak muncak ya?" tanya Damia.

"Karena tujuan kita nyari petilasan di Alas Medi sih," jawab Santi menggeleng. "Karena petilasan itu katanya memang bukan untuk dikunjungi umum."

"Jadi yang kita lakukan ini ilegal dong," Zilmi menyahut dari belakang Damia. "Dil, nanti yang pas Santi nunjukin formulir online itu di cut aja. Kena blacklist nanti kita."

"Bereees," jawab Fadil membuat tanda OK dengan jarinya.

"Nih guys, hapalin semua tampang- tampang mereka ya," ujar Zilmi ke arah kamera sambil terkekeh. "Calon kriminil semua ini."

"Cuk, cangkem mu!"

"Jadi penasaran gitu ya, petilasannya kek apa?" Irwan nampak tidak sabar untuk segera menuju lokasi. "Dan apakah bener- bener tempatnya serem banget?"

"Dan itu adalah tugas kita, tim Malam Jumat untuk mencari pembuktian!" Zilmi mengangguk mantap pada kamera.

"..."

"Nah, selanjutnya, yang pertama kita harus lakukan-" Zilmi mengedar pandangan ke arah sekitar jalan di depan stasiun.

"-kita nyari kendaraan menuju Curahwangi?" sahut Damia.

"Nyari warung lah! Sarapan dulu!" Zilmi mengelus perutnya. "Laper banget ini."

"Asu! Makan aja yang dipikirin!" ledek Fadil dari belakang kamera.

Tak jauh dari stasiun, mereka menemukan sebuah warung kaki lima yang menjual makanan panas. Pecel, tempe tipis yang di goreng kering, telur dadar, kopi dan teh hangat menjadi pengganjal perut tim Malam Jumat pagi itu.

Selanjutnya, mereka berjalan sedikit keluar dari area stasiun menuju jalan besar.

Pagi itu jalanan masih sangat lengang, belum ada kendaraan umum yang melintas. Hanya terlihat beberapa warga sekitar yang melintas dengan motor.

"Kita ke Curahwangi naik apa nih?" Irwan berdecak sebal. Ia menoleh kiri- kanan mencari- cari angkot yang mungkin sudah beroperasi. "Mana kita enggak tau angkot yang jurusan ke sana kode nya apa."

"Ini juga aku pesan Grab, enggak dapet- dapet," Santi menghela nafas memandangi layar smartphone nya yang menunjukkan tanda pencarian. "Kayaknya belum ada driver yang stand by jam segini."

Fadil nampak tersenyum dengan percakapan rekan- rekannya. Momen- momen kecil seperti ini yang akan sangat bagus untuk video BTS nantinya.

Damia yang sedari tadi diam, nampak mengamati sesuatu di dekat pasar tradisional. Sejenak ia menyipitkan mata, bepikir, lalu beranjak dari tempatnya.

"Tunggu sebentar ya, aku coba sesuatu," ujarnya.

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang