6. Lereng Raung, 14.01

264 31 0
                                    

"Ssshhh.." Damia mendesis sambil melangkah. Kakinya mulai terasa nyeri terutama di bagian betis.

Sudah hampir seharian ini mereka berjalan menyusuri jalur menanjak. Pepohonan besar yang rindang seolah tak mampu menahan sengitnya panas. Kelembapan hutan yang tinggi membuat semua anggota tim basah oleh keringat.

"Berhenti dulu dong," keluh Damia. Ia menyandarkan tangan pada satu pohon besar, setengah menunduk. "Kakiku sakit banget nih."

"Tapi kita belum nemu petilasan itu," sahut Zilmi sambil terus berjalan. "Matahari udah agak ke Barat. Sebentar lagi sore, dan kita belum tiba di pos dua."

"..."

Irwan menyenggol lengan Zilmi dengan sikunya. "Lihat Santi deh."

Zilmi berhenti berjalan, lalu menoleh ke arah Santi yang ada di dekatnya.

Santi berdiri diam, balas memandangnya. Ia nampak sangat lelah dengan wajah agak pucat. "Kenapa liatin aku kayak gitu?"

Zilmi melirik ke arah jam tangannya sambil menghela nafas. "Baiklah, kita istirahat dulu. Di depan situ ada landai an yang agak lebar. Kita bisa duduk di sana."

Santi dan Damia tersenyum mendengarnya. Mereka berlima pun bergegas menuju landaian yang tak jauh dari situ.

"Fuuuuh, lumayan juga perjalanannya ya!" Fadil meregangkan kedua lengan dan bahunya. Ia lalu meraih kamera dan merekam kondisi teman- temannya.

"Lihat ini guys, seluruh anggota tim Malam Jumat benar- benar harus berjalan seharian hanya untuk menemukan petilasan itu. Demi siapa lagi kalau bukan buat para subsctiber kita?"

Damia dan Santi mencoba tersenyum di depan kamera dengan nafas terengah.

Irwan membuka sebungkus snack besar, dan membaginya ke semua orang. "Nanti kita makan berat kalau sudah di pos dua. Kita akan buka tenda di sana."

"Kalau lihat dari sini," Zilmi men-zoom peta jalur pendakian yang dikirim Santi di grup WA. "-harusnya pos dua sudah dekat sekali."

"Sori ya, gara- gara kakiku sakit ini," Santi menunjuk kakinya yang terasa nyeri karena kram. "Perjalanan kita agak terhambat."

"Santai saja," sahut Santi. Ia melipat jeans Damia dan memijit lembut betisnya. "Petilasan yang kita cari juga nggak akan ke mana."

"Betul. Jangan dipaksain," ucap Irwan pada Damia. "Percuma kita sampe sana kalau kakimu cedera."

"Iya."

Angin berdesir memberi mereka sedikit kesejukan. Membuat lima orang itu merasa lebih rileks, dan mengobrol banyak sambil mengistirahatkan fisik mereka.

Fadil menatap ke kejauhan, ke arah kota Kalibaru yang ada di bawah mereka. Lalu dengan sedikit tergesa, ia pun membongkar tas ranselnya.

"Ngapain?"

Fadil tak segera menjawab. Ia lalu berbalik dengan senyum lebar di wajah. Di tangannya tergenggam sebuah remote radio dan kamera drone.

"Aku mau ambil video pemandangan itu," ujarnya sambil beranjak. Ia berjalan sedikit agak keluar jalur untuk mencari bukaan kanopi yang lebih lebar untuk drone nya.

-RRRRRRRRR!!

Suara baling- baling khas terdengar sedikit berisik saat Fadil menerbangkan kamera drone ya ke udara.

"Waah, emang gila pemandangannya," ujar Fadil penuh semangat. Tidak sia- sia rasanya berjalan seharian dan mendapat video aerial view seperti ini.

Hamparan hutan lebat hijau yang disirami oleh cahaya sore matahari Barat. Kontur lereng yang menurun membuat bayang- bayang kontras. Beberapa ekor burung kecil beterbangan melintas. Dan langit cerah keemasan seolah membingkai semuanya.

Lalu di antara semua itu, terdapat sebuah garis panjang yang membelah hutan. Itu adalah jalur pendakian di mana para tim Malam Jumat berada.

"Cuk, asli keren!" Fadil seolah tenggelam dalam dunianya.

Ia menggerakkan drone nya sedikit lebih tinggi untuk mendapat view yang lebih lebar. Lalu ia mencoba memutar drone nya agar mendapat view 360 derajat.

Namun anehnya, drone nya tak bergeming.

"Loh?" Fadil menggerakkan tuas kontrol drone nya. "Loh kok?"

"Kenapa?" Zilmi menghampiri Fadil yang nampak kebingungan.

"Ini-" Fadil menggerakkan tuas  secara acak. Namun drone itu tetap saja melayang di udara tak merespon. "-aneh?"

"Masa radio nya gak nyampe?" Zilmi menatap drone yang sedang hover beberapa jarak di atas mereka. "Itu kayaknya nggak ada 500 meter-an dari kita kan? Masa enggak nyampe?"

"Nah itu," Fadil mengangkat tangannya, meninggikan remote di atas kepalanya. "Harusnya jarak ini masih sangat aman."

Lalu sesuatu yang paling ditakutkan oleh Fadil terjadi.

Drone itu bergerak turun. Sangat perlahan- namun pasti. Drone itu lepas kendali.

"WOY!!" Fadil menunjuk ke arah dronenya.

"Jatuh tuh!"

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang