16. Lereng Raung, 15.37

345 34 3
                                    

"Gimana? Istirahat lagi?" tawar Irwan.

Damia mengangguk cepat sambil meringis. Ia benar- benar tak kuat untuk melangkah lagi. Semakin ia pakai untuk berjalan turun, betisnya terasa semakin nyeri.

Sedari tadi mereka berjalan mungkin tidak sampai dua kilometer, karena beberapa kali Damia harus berhenti.

"Fuuuuuh.." Damia menghembus nafas penuh kelegaan saat akhirnya ia bisa duduk. Ia meluruskan satu kakinya.

Irwan berdiri di hadapan Damia, menatap gadis itu lekat. Kalau begini terus, mereka bahkan belum akan tiba di pos satu setelah matahari terbenam. Ia harus melakukan sesuatu dengan kaki Damia.

"..." Irwan nampak memikirkan sesuatu. Lalu ia memegang tangan Damia, tersenyum lembut padanya.

"Kamu tunggu di sini sebentar ya," Irwan memandang sekelilingnya, lalu menunjuk ke arah hutan di samping mereka. "Aku mau cari sesuatu di sana."

"Kamu mau ke mana?"

"Aku cuman sebentar, dan gak akan pergi jauh kok," Irwan mencoba meyakinkan. "Aku mau cari kayu panjang buat bantu kamu berjalan."

"..." Damia sedikit ragu, namun akhirnya mengiyakan.

Irwan bergegas mengeluarkan pisau survivalnya, lalu berjalan memasuki hutan. Meninggalkan Damia duduk di jalur pendakian seorang diri.

Beberapa menit lamanya Damia terdiam, memainkan batuan kecil di dekatnya. Lalu ia melepas tas ranselnya untuk mengambil botol minum.

Saat membongkar tas, Damia menemukan laptop kecil  milik Fadil. Kalau tak salah, Santi membawanya dari tenda cowok setelah tadi siang mengambil kamera night vision milik Fadil.

Tunggu!?

Damia memeriksa bagian samping laptop itu, dan menemukan memory card kamera yang masih tertancap di sana.

"Masa sih?" Damia bergumam pelan. Ia segera menyalakan laptop Fadil, menunggu sejenak saat laptop itu sedang boot up. Karena laptop itu sering digunakan beramai- ramai, Fadil tak memasang password untuk membukanya.

Damia tersenyum saat melihat foto berlima tim Malam Jumat yang dipasang sebagai wallpaper laptop Fadil. Lalu ia segera mengakses memory card itu.

Damia pun memutar satu- satunya file yang ada.

Damia seketika memejamkan mata saat melihat petilasan berkain putih itu muncul di video. Entah kenapa Damia sangat tidak nyaman melihat bangunan tua itu, walau bahkan hanya dalam video.

Terlebih dengan tampilan monokrom hijau hitam seperti ini. Terlihat semakin menyeramkan. Kabut tebal berseliweran seperti serangga di depan kamera.

Damia menggeser bar di video player secara perlahan.

Jam di video menunjuk angka 20.33

Lalu ia melihat sebuah wajah muncul di video. Itu wajah Fadil. Ia berdiri di depan kamera night vision, sepertinya sedang mengeset ulang arah kamera.

"Oke, sudah pas," ucap Fadil di kamera sambil sesekali melihat arah sorot lensanya. "Kita lihat besok pagi, apa yang akan terekam di sini guys! Semoga ada sesuatu yang seru ya."

Lalu Fadil berjalan menjauh dan menghilang dari sorot kamera. Sepertinya ia berjalan ke arah tenda.

Selama beberapa saat kamera menyorot petilasan itu. Tak ada yang aneh. Hanya petilasan berkain putih yang berdiri diam di dalam kegelapan pekat hutan.

Lalu tiba- tiba video itu tak merekam gambar. Hanya ada kegelapan pekat di layar laptop. Damia sempat mengira bahwa video nya terhenti, tapi detik di video masih terus berjalan.

"Loh, kenapa ini?" Damia mengernyit bingung.

Lalu dalam kondisi video yang blank itu, terdengar suara di kamera: -SREEEK!!

Damia langsung menahan napas. Ia menatap lekat video gelap itu dengan jantung berdebar.

-SREEEK!!

"SIAPA!?" kali ini suara Santi dari dalam tenda.

Tak ada suara apapun beberapa detik. Jari Damia baru saja hendak menggeser bar pada video player ketika terdengar suara lagi.

"Hhhaaaaahhh.."

Seluruh tubuh Damia merinding. Itu adalah suara nafas berat- yang sempat ia dengar di tenda saat tengah malam kemarin.

Dan terdengar juga suara tetes air berjatuhan. Suara hujan yang jelas terekam di rekaman kosong itu.

Damia refleks hendak mematikan player itu karena ketakutan.

"Aaah?" suara Fadil kembali terdengar. Suaranya seperti kaget dan gemetaran.

"..." Damia mendekatkan wajah. Mencoba untuk mendengar lebih jelas, sebab tercampur dengan suara tetes hujan.

"AAAAARGHHHH!!!!"

Damia tersentak saat tiba- tiba Fadil berteriak kencang di video gelap itu.

"TIDAAK! TOLOOONG!!"

Dan suara nafas berat itu terdengar kembali.

"ARKH-" suara Fadil tercekat.

Lalu kamera menyala kembali. Menampilkan video monokrom yang menyorot petilasan dengan kain putih itu.

Yang masih berdiri tegak dalam gelap nya hutan. Yang penuh kabut berseliweran.

Di video, masih terdengar jelas suara hujan yang berjatuhan. Namun tak ada satu tetes air pun yang terekam oleh kamera.

Damia mematung menatap video itu dengan mata terbelalak.

Kemarin malam Fadil berteriak sekencang itu, namun tak ada satupun dari mereka yang di dalam tenda mendengarnya?

Ini sebenarnya ada apa?

Astaga!!

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Where stories live. Discover now