27. Lereng Raung, 02.01

243 35 6
                                    

Zilmi berjalan gontai menuruni jalan tanah. Ia menatap kosong- tak bisa berpikir apapun. Ia hanya melangkah tanpa arah mengikuti jalur yang ada. Sorot senternya menyala temaram- menandakan bahwa baterai nya hampir habis.

Pikirannya seolah berkelebat - memutar momen- momen indah yang pernah ia lalui bersama Santi. Tentang pertemuan pertama mereka, tentang bagaimana rasa itu tumbuh seiring kebersamaannya dengan Santi di tim Malam Jumat.

Dan entah bagaimana kini justru Santi tewas karena nya.

Dan ia kembali teringat dengan kondisi Santi yang terbaring di bawahnya, dengan kepala hancur berlumuran darah.

Apakah ini mimpi?

Zilmi terus saja berjalan pelan. Ia sudah tak peduli lagi dengan semua. Rasanya ia seperti jasad kosong- bergerak secara autopilot- melangkah entah ke mana.

Lalu langkahnya terhenti.

Zilmi memicingkan mata, menatap sosok yang tengah duduk beberapa jauh darinya. Sosok berambut panjang, dengan pakaian yang entah kenapa familiar baginya.

"..."

Lalu Zilmi menahan nafas.

Secercah perasaan positif membuncah dari dalam dada Zilmi. Setelah semua yang terjadi; di mana ia melihat Fadil digantung terbalik dan dimangsa hidup- hidup. Di mana ia entah bagaimana justru menghabisi nyawa pacarnya sendiri.

Kini ia melihat seseorang yang ia kenal. Seorang gadis yang juga merupakan sahabatnya di tim Malam Jumat.

Itu adalah-

"Damia?" sapa Zilmi sambil melangkah mendekat.

Damia yang nampak kelelahan, mengangkat wajahnya. Ia hampir saja terjengkang kaget melihat Zilmi yang berlumuran darah di seluruh tubuhnya.

"Astaga! Zilmi!" Damia segera berdiri dan bergegas menghampiri. Ia nampak sangat cemas dengan kondisi Zilmi. "Kamu kenapa ini? Ini kenapa?"

Zilmi hanya berdiri diam, menatap Damia dengan perasaan yang bercampur aduk. Dan kemudian, Damia pun bertanya sesuatu yang Zilmi tak bisa menjawabnya.

"Santi mana?"

"..."

Zilmi mematung beberapa lama, lalu menggeleng pelan. Bahunya gemetar menahan perasaan- sebab sebagai pacar, ia tak bisa menjaga Santi dengan baik.

Damia menatap mata Zilmi lekat- dan seolah paham dengan jawaban Zilmi, Damia pun mundur beberapa langkah.

"Astaga.." Damia menggigit bibirnya dengan mata basah. "Nggak mungkin."

"..."

"Jadi hanya tinggal kita ya?" Damia tak bisa membendung air matanya lagi. Lalu ia menghambur memeluk Zilmi, menumpahkan semuanya. Damia membenamkan wajah, menangis di dada Zilmi.

Zilmi mengangkat tangannya ragu, lalu mendekap balil Damia. Erat dan penuh perasaan. Kini hanya tinggal Damia. Ia harus menjaganya, dan membawanya keluar dari sini.

Zilmi menarik nafas panjang. Kini ia memiliki satu tujuan.

"Ayo kita pergi," lirih Zilmi. Satu tangannya membelai lembut kepala Damia, mencoba menenangkannya. "Curahwangi sudah dekat dari sini."

Damia melepaskan dekapannya dengan mata dan hidung memerah. Ia mengangguk sambil terisak.

Zilmi menggenggam tangan Damia dan menuntunnya berjalan menuruni jalur pendakian. Dari sini, hanya tinggal beberapa ratus meter lagi, mereka akan memasuki area perkebunan warga. Lalu dari situ, hanya tinggal berjalan sedikit lagi untuk tiba di portal pendakian.

Zilmi melirik jam tangannya sekilas. Masih belum ada jam tiga. Apakah nanti akan ada warga yang masih bangun?

Ah, nanti saja dipikirkan. Yang penting sekarang mereka harus keluar dari tempat sialan ini dulu.

"Sssshh.." Damia sedikit meringis saat berjalan melewati sebuat patahan tanah. Ia berhenti sambil memegangi betisnya yang bermasalah sejak kemarin.

"Kakimu masih sakit?" tanya Zilmi lembut. Ia tak bisa membayangkan bagaimana Damia bisa melewati semua ini dengan kaki yang nyeri seperti itu.

Damia hanya mengangguk, sambil duduk di patahan tanah. Ia meraih sebuah krim balsam yang ada di kantong samping tas ransel nya. "Bisa tolong pijitin sebentar?"

"..." Zilmi menghela nafas sambil tersenyum. "Ya, tentu saja."

Zilmi berlutut di depan Damia, menggulung satu celana jeans nya hingga selutut. Kemudian ia mengoleskan krim pijat itu di tangan- bersiap untuk memijit betis Damia.

"Pelan- pelan ya?" pinta Damia. "Sakit banget soalnya."

"Iyaa.." balas Zilmi datar. Ia yang hendak memegang betis Damia, terdiam sejenak. Matanya terpaku pada betis gadis di hadapannya ini, yang begitu bersih, putih dan jenjang.

Membuat nya sedikit berdebar jika harus menyentuhnya.

"Anjing, mikir apaan sih aku ini?" batin Zilmi.

"Permisi ya," ujar Zilmi sambil mengulurkan tangan. Ia pun memyentuh betis Damia dengan kedua tangan.

"Sssh.." Damia kembali mendesis.

"Kamu habis ngapain sih? Ini kakimu dingin banget kayak-"

"..."

Zilmi menelan ludah, membeku di tempat.

Tunggu.

Bukannya di betis Damia yang nyeri itu ada semacam bilur- bilur aneh? Dan bagaimana bisa betis seseorang terasa sangat dingin kayak gini?

"Ya?" tanya Damia memiringkan kepalanya. "Kayak apa?"

Kayak mayat.

"Kayak apa?"

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Onde histórias criam vida. Descubra agora