13. Lereng Raung, 10.32

276 36 5
                                    

"FADIIIIIL!!!"

Panggil Irwan sambil menangkupkan kedua tangan di depan mulut seperti corong. Ia berjalan menerobos semak lebat dan serasah dedaunan di lantai hutan.

"Jancuk!" umpat Irwab sambil menyibak ranting yang mengganggu jalan. "Bikin repot orang saja!"

Ia melirik jam tangannya sekilas. Sudah hampir dua jam an ia berjalan mencari sosok Fadil yang menghilang dari semalam. Ia telah mencari Fadil di sekitaran petilasan namun tak ada sama sekali jejak atau pertanda apapun.

Sekarang ia sedang mencari Fadil ke arah pos dua.

"Cuk! Sebenarnya ke mana sih itu anak?" Irwan kembali mengumpat.

Irwan berjalan sambil sesekali berpegangan pada dahan dan batang pohon besar saat ia menaiki patahan tanah.

Ia lalu mendongak ke atas, mengamati suasana sekitar. Ia sedikit heran bahwa bahkan di siang hari seperti ini matahari tak terasa terlalu terik. Kabut yang sejak semalam muncul tak juga menghilang.

"Ini jam sepuluh an tapi rasanya kayak masih jam tujuh," Irwan tersenyum sambil terus berjalan. "Yah, syukur deh. Bikin gak terlalu capek."

Irwan pun meneruskan pencariannya.

-----

"DIIIIL!!!" Zilmi berdiri di atas sebuah bukit kecil di dekat jalur menurun. Dari atas sini ia bisa mengamati hamparan lebat pepohonan di bawah. "FADIIIIIL!!!!"

Suaranya menggema di lereng, membuat beberapa ekor burung beterbangan. Namun sama saja, tak ada jawaban.

Zilmi menghela nafas panjang sambil berkacak pinggang.

Pandangannya menyapu permukaan kanopi hutan di bawahnya. Dari sini ia bahkan tak bisa melihat lokasi desa Curahwangi yang menjadi gerbang masuk jalur pendakian.

Dan baru ia menyadari betapa luasnya area Alas Medi.

"Apa bisa nyari satu orang di tempat seluas ini?" Zilmi bergumam pada dirinya sendiri. Sejenak ia terdiam lalu beranjak dari situ.

Ia akan meneruskan pencarian menyusuri jalur menuju pos satu di bawah. Dari sini ia tak perlu berjalan terlalu jauh untuk menuju pos berupa gubuk kecil itu.

Zilmi masih ingat betul bahwa tempat ia sekarang berada mungkin sekitar 10-15 menit dati pos satu.

Zilmi melompati sebuah batu besar, lalu menjejak kaki di tanah dengan suara berdebam.

"Lumayan capek juga ternyata," ujarnya pelan. Ia memutuskan untuk beristirahat sejenak dan duduk di dekat sebuah pohon besar. Sambil menyandarkan badan, ia memejamkan matanya.

Menikmati semilir angin dan basahnya kabut yang membuat tubuhnya terasa sedikit segar.

Lalu Zilmi mengernyit.

Tiba- tiba saja ia mencium sesuatu yang aneh di antara aroma pepohonan. Bau pekat yang sangat menusuk hidung. Bau amis yang seperti-

"..."

Zilmi seketika membuka matanya sambil perlahan beranjak dari batang pohon. Dengan jantung berdebar ia mencoba mencari sumber aroma itu.

"Masa sih ini-" Zilmi menelan ludah.

-----

Di area petilasan, Damia dan Santi sudah merapikan perlengkapan dan barang- barang kecil mereka. Hanya menyisakan tenda dan beberapa perlengkapan memasak, barangkali Irwan dan Zilmi ingin beristirahat dan makan saat kembali nanti.

Namun jika diperlukan, mereka tinggal mengemas beberapa barang dan bisa segera pergi.

Kabut tipis masih saja menutupi tempat itu, membuat suasana area petilasan menjadi terasa aneh. Suasananya terasa sedikit lebih gelap ketimbang kemarin.

"Kira- kira Fadil ketemu enggak ya?" Damia menatap dedaunan lebat di atas mereka. "Ini sudah dua jam lebih Zilmi sama Irwan nyari."

"Semoga saja mereka bawa kabar baik," Santi menepuk lembut punggung Damia. "Kita tunggu Irwan sama Zilmi balik. Kita cuma bisa nunggu mereka."

Beberapa lamanya kedua gadis itu terdiam, duduk di depan tenda. Kepala mereka diliputi berbagai macam pertanyaan, pikiran yang bercampur aduk.

"Fadil ke mana sih sebenarnya?" Damia kembali berbicara. "Katanya dari semalam keluar. Ngapain juga dia keluar malam- malam?"

"..." Santi menggeleng.

"Mungkin dia mau take video tambahan, atau-" Santi menoleh ke arah petilasan, di mana berdiri tugu yang ditutup kain putih berikat batik. Di mana terdapat tripod dengan kamera night vision yang Fadil pasang kemarin untuk merekam.

"ITU!!" seru Santi sambil beranjak berdiri.

Damia sontak menoleh ke arah Santi.

"Kamera! Kamera itu kan nyala terus dari kemarin?" Santi berlari kecil menuju kamera night vision yang masih berdiri sejak semalam. Dengan tergesa ia memeriksa kamera Fadil.

Damia berjalan sedikit tertatih mengikuti Santi.

"Baterainya sudah habis, pastinya," ucap Santi setelah mencoba menekan tombol power.

Lalu ia melepas kenop pengunci tripod dan membawa kamera itu kembali ke tenda. Santi berhenti di depan tenda para cowok.

"Aku akan coba pindahkan memory card nya ke laptop Fadil. Barangkali ada sesuatu yang terekam tadi malam," ujar Santi sedikit bersemangat.

"Kalau gitu, aku boleh balik ke tenda bentar ya," Damia menunjuk ke arah tenda mereka. "Aku mau balurin minyak ke kakiku, nggak tahu kenapa tambah sakit ini."

Santi mengangguk dan segera masuk ke tenda cowok, sementara Damia berjalan menuju tenda nya sendiri.

Damia mendesis saat ia mendudukkan diri perlahan di lantai tenda. Ia meraih botol minyak urut di ransel, lalu menggulung satu celananya sampai lutut.

"Duh," ujar Damia saat melihat bagian betis nya yang kram dari kemarin. Entah sebenarnya apa yang terjadi, namun saat ini di bagian itu terlihat bekas bilur membiru. "Ini kenapa sih kaki ku?"

Damia memperhatikan bekas bilur di kakinya itu beberapa saat, lalu matanya melebar.

"AAAAAAAAAHHHHH!!!!"

Santi yang sedang melepas memory card dari kamera, seketika tersentak saat mendengar teriakan Damia dari tenda sebelah.

"MIA?" Santi bergegas keluar dari tenda cowok sambil membetulkan kacamatanya. Ia berlari menuju tenda mereka. "MIA?"

Santi menyibak pintu tenda cewek dan melihat Damia terduduk di dekat ransel. Dengan cepat matanya menyisir keadaan di dalam tenda untuk mencari penyebab Damia berteriak.

Ular kah? Atau apa?

Namun Santi tak menemukan apapun. "Kenapa? Ada apa?"

Damia tak menjawab. Ia hanya menatap Santi lekat dengan tubuh gemetaran. Perlahan jarinya menunjuk ke arah kakinya yang satu celananya tergulung.

Santi menyipitkan mata mencoba melihat lebih jelas.

"..."

"ASTAGA!!"

Santi hanya bisa membeku di tempat ketika menyadari apa yang ia lihat. Seluruh tubuhnya tiba- tiba merinding.

Sebab di betis Damia, terdapat bilur- bilur kebiruan yang membentuk seperti bekas tangan. Tangan dengan jari- jari panjang dan runcing.

Bekas bilur yang seolah memperlihatkan sebuah tangan tengah mencengkeram betis Damia.

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang