23. Lereng Raung, 23.32

247 28 0
                                    

"Itu.. Itu suara Fadil kan?" Santi mencengkeram lengan jaket Zilmi erat. "Itu Fadil?"

Zilmi mengangguk. Itu jelas- jelas suara Fadil. Tapi entah kenapa Zilmi merasa sesuatu yang tak mengenakkan. Ia merasa ada yang aneh.

"...tolong.."

"-KIKIKKKIIIKK!!!"

"Ayo kita ke sana!" Santi menarik tangan Zilmi, mengajaknya menuju ke sumber suara yang berada di area lebat pepohonan.

"Tapi-" Zilmi tak beranjak dari tempatnya berdiri. Ia balik menarik tangan Santi dan berbisik kepadanya. "Fadil ilang dari kemarin malam. Kita nyari dia seharian penuh, dan enggak nemu sama sekali jejaknya. Terus tiba- tiba aja kita denger suara Fadil di sini?"

"..." Santi mengernyit, nampaknya ia tak menangkap maksud Zilmi.

"Kamu emang nggak ngerasa aneh atau apa gitu?" Zilmi memperjelas ucapannya. "Terlalu kebetulan banget enggak sih?"

"Tapi kalau itu memang suara Fadil? Dan kalau memang bener dia butuh pertolongan?" Santi juga nampak bimbang. Ia masih menatap lurus ke arah lebat pepohonan di samping jalur tanah berbatu.

Zilmi menggenggam erat senter di tangannya sambil berpikir.

"Ayo kita ke sana!" Santi kembali mengajak Zilmi untuk masuk ke dalam areal hutan.

"..."

"Oke," Zilmi mengangguk. "Tapi aku di depan."

Zilmi berjalan lebih dulu sambil menyorotkan senternya untuk menerangi jalan. Kabut di sekitar sini nampak menipis sehingga memudahkannya untuk menyusuri sela- sela pepohonan.

"...tolongin aku.."

"Ke sana," Santi menunjuk ke satu arah di mana sumber suara itu berasal.

Dengan perlahan, keduanya berjalan menyibak semak dan dedaunan. Mereka berdua merasa hal yang sama- ragu dan bimbang. Namun juga sekaligus ingin tahu apakah itu benar- benar Fadil atau bukan.

Keduanya terus berjalan mengikuti suara Fadil yang meminta tolong.

Tak jauh dari tempat mereka berjalan, ada sebuah areal lapang. Di tengahnya terdapat sebuah pohon besar yang tak berdaun- seperti pohon tua yang hampir mati.

Sinar rembulan yang pucat membuat tempat itu samar- samar terlihat temaram.

"Tempat apa ini?" Santi memandangi sekelilingnya.

Sementara Zilmi, berdiri diam mematung di depan Santi. Matanya menyipit, menatap sesuatu yang janggal di pohon itu. Lalu ia pun menyorotkan senternya.

"Anjing!" Zilmi hampir saja menjatuhkan senter karena saking terkejutnya.

Itu adalah Fadil. Itu benar- benar Fadil.

Fadil yang masih mengenakan kaos dan celana yang ia pakai kemarin. Tergantung terbalik di salah satu cabang pohon besar yang ada di tengah lapangan.

Zilmi mengamati sesuatu yang mengikat kedua kaki Fadil di cabang kayu itu. Apa itu? Kelihatannya seperti rambut panjang yang membelit.

Namun yang membuat perasaan tak nyaman adalah kondisi Fadil itu sendiri.

Ia terlihat begitu kurus kering dan sangat pucat, seolah- olah seluruh darah di dalam tubuhnya habis tak bersisa. Apa mungkin genangan darah yang Zilmi lihat di dekat pos satu itu benar- benar darah Fadil yang berceceran?

Tapi bagaimana mungkin Fadil masih hidup jika tak ada lagi darah di tubuhnya?

"..toloong.."

"ITU FADIL!" pekik Santi. Hampir saja Santi melompat menghambur ke arah lapangan jika saja Zilmi tak segera menahannya.

"Tunggu!" Zilmi sigap meraih tangan Santi, sekaligus mematikan senter yang ia bawa. Zilmi menarik Santi untuk bersembunyi di balik dedaunan di sekitar mereka.

"Kenapa?" Santi nampak kebingungan.

"Jangan berisik!" Zilmi mengacungkan jari di depan mulutnya. Ia menunjuk ke arah lain di sekitar pohon tua besar itu.

-KIKIKIKKIIKKK!!!

Beberapa sosok mahluk seukuran monyet terlihat berlarian di tanah, menuju Fadil yang tergantung di cabang. Mereka nampak girang, melompat dan menari- nari seperti orang gila.

"Itu-" Santi menahan nafas mengamati sosok- sosok itu. "Itu apa?"

Sebab sosok itu tentu saja bukan monyet.

Mereka lebih mirip seperti bayi, namun dengan kepala besar dan wajah penuh keriput seperti orang tua. Kepala mereka plontos tanpa rambut. Jari- jari mereka begitu panjang, membuatnya terlihat dan tidak proporsional.

Mereka lalu melompat, dan memanjat tubuh Fadil yang tergantung terbalik.

"Pergi. Pergi kalian," Fadil berusaha menggerakkan badannya. Namun ia tak bisa berbuat banyak, sebab kondisinya yang seperti itu.

"Itu mereka mau ngapain?" lirih Santi cemas.

Tak butuh waktu lama bagi Santi untuk mendapatkan jawabannya.

Satu dari mahluk itu menarik tangannya ke belakang, merentangkan jari- jari panjang yang runcing. Lalu menghujamkan tangan nya masuk ke dalam perut Fadil.

"OHOK!!" Fadil seperti tersedak.

-KIKIKIIIIIK!!!

Mahluk- mahluk itu berseru meraung senang. Mereka merobek perut Fadil lebar, membuat semua organ dalamnya seketika menggantung keluar. Namun tak ada setetes darah pun yang tercecer.

Santi refleks membenamkan wajah ke bahu Zilmi di sebelahnya. Sementara Zilmi hanya bisa membeku, menatap apa yang mereka lakukan.

Mahluk- mahluk itu berpesta sambil berpegangan pada tubuh Fadil yang tergantung terbalik. Mereka mengunyah dan mengacak- acak organ Fadil, berebut untuk memakan bagian yang mereka inginkan.

"..tolooong..." Fadil hanya bisa mengerang lemah sambil melihat dirinya di makan hidup- hidup. Beberapa potongan usus, hati dan lainnya berjatuhan di tanah.

Zilmi menggertakkan giginya menahan emosi melihat kondisi temannya yang mengenaskan. Ingin rasanya ia melompat untuk membantu Fadil- namun ia sendiri juga tak tahu mahluk apa itu.

Ia tak bisa bertindak gegabah. Terlebih di sini ada Santi. Lebih baik ia mengajak Santi meninggalkan tempat ini.

"Santi," bisik Zilmi menepuk bahu Santi. "Ayo kita pergi."

Santi mengangguk, masih menyembunyikan wajah di bahu Zilmi. Perlahan mereka beranjak dari tempat mereka bersembunyi. Zilmi menuntun Santi untuk melewati semak dan dedaunan sesenyap mungkin.

"..."

Santi yang merasa sedikit penasaran, mengangkat wajahnya. Ia menoleh ke arah Fadil yang ada di belakang.

Dan mendapati bagaimana Fadil yang lunglai tengah dimangsa hidup- hidup oleh mahluk itu. Membuat perut gadis itu bergejolak hebat.

"HOEEEEEEKKK!!" Santi tak bisa menahan perasaan mualnya.

Satu dari mahluk itu rupanya mendengar suara Santi, dan seketika menoleh ke arahnya. Lalu berteriak keras.

-KIIIIIIIIIK!!!

"Anjing!!" umpat Zilmi saat menyadari bahwa mahluk- mahluk itu melihat mereka. Zilmi sigap menggenggam tangan Santi, dan menariknya untuk berlari.

"AYO PERGI!!"

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Where stories live. Discover now