33. Curahwangi, 10:17

279 40 4
                                    

Matahari sudah meninggi, menyirami hijaunya lereng Raung pagi itu.

Curahwangi nampak sedikit lebih ramai dari biasanya. Belasan warga berkumpul di balai desa, kasak- kusuk sambil menunjuk ke arah lereng di atas; bahwa Alas Medi menuntut korban lagi.

Sebagian warga dan aparat desa berangkat dalam grup besar, menapaki jalur untuk melakukan pencarian para pendaki yang hilang.

Di puskesmas beberapa warga berjaga di halamab untuk memantau keadaan. Sebab satu- satunya korban yang selamat tengah di rawat di sana.

"Ssshh.." Damia merintih nyeri menatap bilur di betisnya yang kini semakin parah setelah keluar dari Alas Medi. Ia terlihat kusut dan penuh bekas luka setelah dua hari berada di dalam hutan.

Ajeng merapikan perlengkapan medisnya dalam tas di meja. Ia baru saja selesai memeriksa Damia- yang untungnya tak ada luka dan sesuatu yang berarti. Selain bilur aneh itu tentunya.

Di ruangan itu juga ada Pak Supri, ayah Ajeng yang juga kini telah menjadi sesepuh desa.

"Kamu waktu kecil dulu sering kesurupan atau diganggu mahluk halus?" tanya Ajeng sambil menyendokkan teh dan gula ke dalam gelas. Ia sedang menyiapkan segelas wedang hangat untuk Damia.

Damia langsung menoleh. "Kok mbak tahu?"

Ajeng diam beberapa saat. Rasanya percuma menjelaskan bahwa Mbah Raung lah yang memberi tahu Ajeng dan Pak Supri tentang semuanya.

Bahwa ada kejadian mengerikan yang sedang terjadi di petilasan. Ajeng dan Pak Supri, sebagai orang yang memiliki pengaruh di desa, segera mengkoordinir beberapa warganya yang juga sedikit paham mengenai Alas Medi.

"..."

"Aku sudah menonton beberapa konten video Malam Jumat kalian. Banyak diantaranya yang berhasil merekam penampakan mahluk halus ya ," Ajeng menyeduh air panas dari dispenser dan mengaduknya. Ia juga membuatkan kopi untuk Pak Supri.

"Kamu pernah kepikiran enggak, kenapa bisa kalian mendapatkan rekaman penampakan seperti itu?"

Damia terdiam lama, lalu menggeleng pelan.

Pak Supri yang ada di dekat Damia tiba- tiba saja ikut bicara. "Kamu memiliki sesuatu dalam dirimu, Nduk. Kami menyebutnya sebagai Sekaring Sukmo. Atau kembang jiwa."

Ajeng membawa gelas teh dan meletakkannya di meja sebelah ranjang. "Orang- orang yang punya Sekaring Sukmo ini sangatlah menarik untuk bangsa jin. Bagi mereka, sukmamu beraroma wangi- membuat mereka menginginkanmu."

Damia menatap Ajeng lekat, sepertinya ia paham dengan arah pembicaraan ini.

"Maksud Mbak, alasan kenapa aku dulu sering kesurupan- dan kenapa kami sering mendapat penampakan dalam video kami.."

Ajeng mengangguk mengiyakan bahkan sebelum Damia menyelesaikan kalimatnya.

"-adalah karena aku memiliki kembang jiwa?"

"Kurang lebih begitu."

"Juga dengan semua yang terjadi di petilasan. Ada salah satu sosok kuat penghuni Alas Medi yang menginginkanmu," Pak Supri menyecap kopi nya yang masih mengepulkan uap panas.

"Mahluk yang mengincarmu namanya Buto Jawah. Ia penguasa wilayah mata air di dekat Lawang Krajan. Biasanya kemunculannya di tandai dengan suara tetes air yang berjatuhan."

"ASTAGA!!" Damia menutupi mulutnya.

Jadi suara hujan yang ia dengar saat di petilasan dan Alas Medi, adalah karena datangnya mahluk bernama Buto Jawah?

Apa itu sebenarnya yang terjadi? Bahwa ternyata Buto Jawah lah yang menyerang Fadil, dan membunuh Irwan.

Bahkan menyerupakan dirinya seperti sosok Irwan untuk menipunya?

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Where stories live. Discover now