21. Lawang Krajan, 20.54

243 35 1
                                    

Damia berdiri di ujung jalan yang dibatasi pepohonan besar di kanan kirinya seperti gapura.

Di hadapannya terdapat belasan rumah- rumah kayu yang tertata begitu cantik di antara lebatnya hutan. Rumah- rumah kecil dengan petak- petak kebun sayur sederhana yang terlihat segar.

Sebuah desa yang seperti tengah terlelap dalam gelap dan tenangnya suasana hutan lereng Raung. Seperti sebuah desa dalam dongeng saja.

Tapi bukannya desa Curahwangi adalah desa terakhir sebelum masuk jalur pendakian Alas Medi?

Lalu ini yang ada di hadapannya desa apa?

Seketika itu Damia merasa merinding di tengkuknya.

Apakah ini yang di sebut dengan desa setan?

Sebagai konten kreator tentang cerita horor dan urban legend, Damia sudah tak asing dengan cerita seperti ini.

Bukannya sudah banyak cerita tentang pendaki yang tersesat di gunung, lalu masuk ke sebuah pemukiman dari alam lain? Desa kecil dengan penghuninya yang ternyata bukan manusia?

Tapi kalau yang ada di hadapannya ini adalah desa semacam itu, kenapa bisa ada jejak ban mobil?

Lagipula Damia juga sempat melihat ada satu motor bebek trondol yang masih terparkir di salah satu rumah.

Masa iya ada setan naik mobil atau motor bebek? Masa iya ada setan menanam sayur di petak- petak pekarangan rumah?

Damia menelan ludah sambil berjalan pelan dari tempatnya berdiri. Ia sedikit ragu untuk memasuki area desa itu, namun berada di luar sini- di antara pepohonan besar di dalam hutan lereng ini juga membuatnya merasa tak nyaman.

Damia pun melangkah menuju satu rumah yang berada di paling depan, dekat dengan pintu desa.

"Permisi," Damia mendorongkan tangannya untuk membuka pintu rumah kayu itu.

Damia menyorotkan senternya ke dalam area rumah yang gelap.

Rumah joglo yang hanya berupa sebuah bangunan persegi sederhana. Begitu masuk pintu, sebuah ruangan utama menyambutnya. Ruangan itu hanya di pisah sekat anyaman bambu yang membentuk beberapa ruang kecil- mungkin kamar dan dapur.

Damia menyorot sebuah tikar besar yang tergelar di meja. Di situ masih terdapat beberapa gelas kopi, teko dan juga piring berisi ubi bakar.

Ia juga melihat bebetapa tas carrier dan tas militer yang tergeletak di pojok ruang utama. Beberapa jaket dan juga selimut yang tertata rapi di dekatnya.

Apakah ada beberapa orang yang baru saja memakai ruangan ini?

"Permisi," ujar Damia setengah berbisik. "Apa ada orang di sini?"

Namun hening. Tak ada jawaban.

Damia berbalik dan menutup pintu rumah kayu itu. Dengan sedikit tergesa ia memeriksa tas- tas ransel yang tergeletak. Ada beberapa snack dan botol air minum di dalamnya.

Kebetulan sekali ia merasa lelah, haus dan lapar. Tanpa pikir panjang Damia segera meraih beberapa makanan yang ia temukan.

Lalu Damia duduk di tengah ruangan, beralaskan tikar. Ia meletakkan senternya di dekat kaki, lumayan untuk menerangi ruangan yang gelap total itu.

Kini setelah di dalam rumah kayu ini, ia bisa beristirahat sejenak. Mungkin ia bisa bermalam di sini, dan melanjutkan untuk berjalan besok pagi. Mungkin sambil ia menunggu di sini, pemilik rumah ini akan kembali.

Entahlah.

Yang pasti berada di dalam rumah ini membuatnya merasakan sedikit ketenangan. Ia seolah merasa aman berada di dalam sini. Sebuah rasa yang tak ia rasakan sejak kemarin saat ia bermalam di tenda petilasan.

Damia meraih selimut besar yang terlipat lalu bergelung di dalamnya. Bahkan Damia bisa mencium samar aroma parfum perempuan yang mungkin memakai selimut ini sebelumnya.

Sambil terus mengunyah makanan, Damia kembali teringat dengan Irwan. Juga Fadil. Juga Zilmi dan Santi.

"Huuuu.. Huuu..." Damia sedikit terisak menahan tangis.

Kenapa semuanya jadi begini?
Sebenarnya apa yang sedang terjadi kepada mereka?

Apa yang harus ia lakukan sekarang?

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Место, где живут истории. Откройте их для себя