22. Pos Satu, 21: 31

292 34 6
                                    

"Santi! Santi bangun!"

Santi yang tengah terlelap merasakan seseorang mengguncang bahunya lembut. Dengan sedikit malas, ia membuka mata.

Ternyata Zilmi. "Bangun! Kita ketiduran!!"

Eh?

Santi mengusap wajahnya dan melompat turun dari gubuk pos satu. Ia sedikit disorientasi sambil mengamati suasana sekitar yang telah pekat oleh gelap malam.

"Jam berapa ini?" Santi meraih senter yang berada di kantong sisi tas carrier nya.

"Jam setengah sepuluh," Zilmi menekan tombol jam tangannya, menyalakan lampu untuk penerangan display. "Kita ketiduran lama sekali."

"SETENGAH SEPULUH?" Santi terbelalak seolah tak percaya. Berapa lama mereka ketiduran di pos satu ini? Lalu jika ia dan Zilmi tertidur selama itu-

"Damia sama Irwan mana?" Santi menyorotkan senternya ke jalur di atas mereka. Namun hanya jalur lengang yang tertutup kabut melayang yang ia lihat.

"Nggak tahu. Aku nggak lihat mereka sedari tadi," Zilmi menenggak botol air yang sudah hampir habis dan menyodorkannya ke Santi. "Tapi nggak seharusnya kita di luar sini pas gelap kayak begini. Kita harus lanjut jalan turun ke Curahwangi. Jaraknya tinggal beberapa kilometer lagi dari sini."

Santi mengangguk. Ia tertidur cukup lama untuk memulihkan energinya. Kini ia merasa sangat siap untuk berjalan sejauh apapun.

"Kita secepatnya cari bantuan warga, kan?" Santi meraih botol minuman dari Zilmi dan menenggak sisa air yang ada.

"Kalau gitu, ayo!" Zilmi segera berjalan menyorotkan senternya.

Zilmi dan Santi berjalan cepat, bahkan setengah berlari menuruni sisa jalur menuju Curahwangi. Mereka sangat bersemangat untuk segera keluar dari jalur petilasan ini.

Fadil membutuhkan bantuan mereka.

Dengan cekatan keduanya melompat dan menuruni jalan tanah yang sedikit basah oleh kabut dan embun. Pepohonan yang berada di kanan dan kiri mereka juga terlihat makin lebat dan tua.

Zilmi yang berjalan di belakang, merasa sedikit aneh. Sebab jalan yang mereka lalui terasa semakin melebar dan semakin berbatu.

Dan ia jelas sekali tak ingat pernah melewati jalan ini saat mendaki dari Curahwangi.

Santi yang berada di depan membetulkan posisi kacamatnya. Ia berjalan makin pelan, sambil berusaha melihat lebih jelas yang ada di hadapannya.

"Zil-" Santi berhenti berjalan, beberapa jauh dari sesuatu yang menarik perhatiannya. "Kemarin saat kita mendaki ke petilasan, emang ada jalan begini?"

Zilmi ikut berhenti sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Enggak. Kita enggak pernah lewat jalan ini."

Zilmi menyorotkan senternya ke arah jalan berbatu di depan. Di mana terdapat sebuah jembatan tua berlumut yang roboh. Memutus jalan mereka sepanjang beberapa belas meter

Zilmi melongok ke bawah. Batang- batang pohon besar menghantam satu- satunya tiang penyangga jembatan yang ada. Seolah baru terjadi banjir bandang beberapa hari lalu saja.

"Ini kita di mana sih?" Santi berjalan di sepanjang patahan jembatan. "Kita nyasar ya?"

"Enggak tahu," Zilmi menggelengkan kepala. Ia sendiri juga bingung bagaimana bisa mereka tiba di tempat ini. Seingat Zilmi sedari tadi ia hanya berjalan menyusuri jalur pendakian dari pos satu.

"Ya sudah, kita balik saja yuk?" Zilmi menyorot ke arah jalan di belakang mereka. "Mungkin tadi kita nggak sadar lewat persimpangan jalan lain."

Santi menarik nafas panjang. Toh ia tak punya pilihan lain.

Santi dan Zilmi baru berbalik hendak meninggalkan tempat itu, ketika mereka mendengar suara kemeresak dedaunan tak jauh dari mereka. Di susul suara- suara aneh yang bersahut- sahutan.

-KIKIKIIIIK!!!

Santi mematung di tempat. Entah kenapa suara itu membuatnya merinding. "Itu suara apa? Monyet?"

"Bukan," Zilmi mendekati Santi, setengah berbisik. "Apapun itu, lebih baik kita nggak usah gubris. Kita pergi saja dari sini."

Santi menelan ludah. Lalu ia menggenggam tangan Zilmi dan mengangguk.

Keduanya berjalan sedikit berhati- hati agar tak membuat suara.

-KIKIKIKIIIIK!!!!

Santi memejamkan matanya sambil berusaha tak mempedulikan. Ia menatap lekat genggaman tangan Zilmi, mencoba untuk tenang.

Namun diantara suara- suara hewan aneh itu, samar- samar, Santi mendengar suara lain. Suara yang entah kenapa sangat dikenalnya.

"Zilmi-" Santi berhenti berjalan. Ia menggenggam tangan Zilmi semakin erat.

"Iya?" Zilmi menoleh.

"Kamu dengar itu?" Santi menunjuk ke satu arah di sisi jalan. Di dalam hutan.

Zilmi mengernyit. Ia menajamkan pendengarannya, mencoba mencari tahu apa yang di dengar Santi. Dan perlahan ia pun mulai mendegarnya.

"....oong.."

Zilmi terbelalak, menahan nafas.

"Tolooong..."

ITU SUARA FADIL!

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Where stories live. Discover now