5. Lereng Raung, 09:45

295 38 3
                                    

Matahari bersinar cerah pagi itu. Awan tipis melayang di langit yang biru. Namun berkat kanopi hutan yang rindang dan hawa kaki gunung yang segar, Damia dan anggota tim lainnya tak merasakan panas menyengat.

Mereka nampak bersemangat menjejakkan kaki di jalur yang belum terlalu menanjak. Bebatuan besar dan akar pepohonan membantu para anggota tim Malam Jumat untuk mendaki.

"Jadi kita sudah satu jam lebih ini ya, berjalan di jalur Curahwangi. Masih belum ada tanda- tanda kita akan menemukan petilasan itu?" ujar Damia pada Fadil yang merekam perjalanan mereka.

"Apa kita ada petunjuk gitu, kira- kira lokasinya di mana?" tanya Zilmi kepada Santi. "Kalo kita gak nemu petilasan itu, video kita cuma bakalan jadi video pendakian biasa."

"Kalo lokasi pastinya sih enggak tahu. Cuman dari cerita para pendaki di forum- forum, mereka nemu petilasan itu di Alas Medi," jawab Santi sambil menunjukkan screenshot yang ia simpan di galeri. Dalam tim ini, Santi adalah organizer yang mencari info mengenai tempat angker, urban legend, dan merencanakan semuanya.

"Berarti?"

"Petilasan itu masih di atas sana," Santi menggeser gambar dalam galeri nya, di mana kali ini ia menunjukkan peta pendakian jalur Curahwangi. "Alas Medi berada di atas, setelah pos dua. Kita pos satu aja belum lewat."

"Masih jauh ya?" Damia mengusap keringat besar di dahinya.

"Udah gak kuat?" Irwan mendekati Damia, memperhatikan wajahnya. "Mau aku bawain ranselnya?"

Damia hanya menggeleng. "Bisa kok."

"Sweet banget sih? Bawain ransel ku dong," Fadil menunjuk ransel tentaranya yang berisi perlengkapan kamera dan lain- lain. "Berat ini."

Yang hanya di balas Irwan dengan acungan jari tengah.

Matahari perlahan semakin meninggi. Beberapa lamanya tim itu berjalan dalam diam, mencoba untuk menyimpan energi untuk perjalanan yang masih panjang.

Irwan berjalan di depan, dengan Santi sebagai sumber informasi. Damia dan Zilmi berada di tengah karena mereka adalah host dari semua video channel Malam Jumat. Sedangkan Fadil berada paling belakang untuk merekam semuanya.

Lalu mereka tiba di sebuah tempat yang agak landai, di mana terdapat sebuah gubuk kecil yang dibangun di bawah sebuah pohon besar.

"Pos satu," Irwan memberi kode kepada teman- temannya.

Zilmi mengangguk dan memberhentikan pergerakan tim mereka. "Kita break dulu."

Yang di sambut dengan nafas lega oleh Damia dan Santi. Mereka memang sudah mempersiapkan fisik untuk melakukan pendakian ini, namun tetap saja, medan menanjak lereng Raung cukup berat bagi mereka.

Zilmi dan para cowok nampak santai mengobrol sambil menyulut oksigen batangan di mulut.

Sementara Damia dan Santi duduk di gubuk sambil meluruskan kaki. Terlihat sekali kelelahan dari wajah dua gadis itu.

Damia segera membuka sebungkus roti dan botol minumnya. Sementara Santi nampak sibuk dengan layar smartphone di tangan.

"Baca apaan sih?" Damia penasaran.

"Ini, kamu juga harus baca," Santi menyodorkan smartphone nya. Rupanya Santi tengah membaca sebuah thread mengenai petilasan Alas Medi yang sedang di bahas di sebuah forum.

Damia meraih smartphone yang di sodorkan Santi.

"Rumor yang ada, petilasan itu memang dibuat warga sekitar. Jadi bisa di bilang petilasannya masih baru," Santi menunjuk sebuah paragraf dalam forum itu.

"Dibuat? Jadi tempat itu bukan situs kuno kayak di Penanggungan, atau Arjuno?" Damia fokus membaca paragraf tersebut.

Santi mengangkat bahu. "Katanya di Alas Medi pernah ada sebuah desa kecil yang tenang. Namun tiba- tiba saja, desa itu kena bencana alam.

Kalau berdasar artikel itu, sebuah perusahaan penambangan swasta melakukan pembukaan lahan di area hutan atas desa itu. Sehingga suatu malam, tiba- tiba desa itu pun kena musibah longsor."

"Kena longsor pas malam hari?" Damia menoleh ke arah Santi. "Berarti banyak korban jiwa dong ya?"

"Nah. Makanya terusin dulu baca," Santi men-scroll layar smartphone nya, menunjukkan paragraf lebih lanjut. "Nih. Saat BASARNAS Banyuwangi berhasil mencapai lokasi bencana, mereka menemukan sesuatu yang enggak wajar.

Mereka melakukan penggalian di area itu, namun tak menemukan satu pun jasad warga desa. Mereka berhasil menggali rumah- rumah dan harta benda para warga, namun tak menemukan satu jasad sama sekali."

Damia menelan ludah saat matanya membaca kalimat- kalimat yang tertulis di forum.

"Ada yang bilang bencana longsor itu berkaitan dengan hal- hal mistis. Tahu sendiri lah ya Alas Medi," Santi meraih kembali smartphone dari tangan Damia. "Makanya warga desa terdekat, membuat petilasan di lokasi itu. Sebagai penanda bahwa pernah ada kejadian seperti itu di Alas Medi."

"..."

"..."

"Yakin, kita mau lanjut nyari petilasan itu?" tanya Damia lirih. Entah kenapa setelah mendengar cerita itu, ia merasa sedikit tidak nyaman.

Santi menunjuk Zilmi dan yang lain. "Mereka sih kayaknya yakin."

"Tapi-"

"Kita udah jauh- jauh dari Surabaya ke sini," Santi meregangkan badan sambil beranjak dari gubuk. "Kamu mau batal nih?"

"..."

"Bukannya kita udah biasa nekat- nekatan bikin konten di tempat yang "katanya" angker?" tanya Santi sambil membuat tanda kutip dengan jarinya.

Damia tak menjawab. Ia memandangi wajah semua teman- teman tim Malam Jumat yang nampak penuh semangat untuk membuat konten ini. Ia sendiri pun juga merasa penasaran dengan keberadaan petilasan itu.

Namun jauh dalam hatinya, ia merasa sesuatu yang tak mengenakkan.

"Gimana?" Santi mengulurkan tangannya, mengajak Damia untuk lanjut berjalan. "Kita lanjut kan?"

"..."

Damia menarik nafas panjang. Ia tak mungkin membuat perjalanan yang sudah direncanakan ini batal hanya karena perasannya. Terlebih teman- temannya nampak antusias dengan pembuatan konten ini.

Tangan Damia menyambut uluran itu.

Ia pun beranjak dari tempat nya duduk- menatap wajah Santi sambil tersenyum.

"Ayo," Damia mengangguk. "Kita lanjut lagi."

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Where stories live. Discover now