12. Petilasan, 07:44

235 31 0
                                    

"Pagi," sapa Santi pada Damia ketika ia baru saja membuka mata.

Damia meregangkan kedua tangan, sambil menguap lebar. "Kamu bangun dari tadi?"

Santi menggeleng sambil menggigit karet untuk mengikat rambutnya.  "Aku juga baru saja bangun. Kayaknya kita berdua kesiangan deh."

Damia mendorong dirinya bangun tanpa semangat. Ia memijit leher dan bahunya sambil mengeluh. Semalam tadi ia benar- benar tak bisa tidur nyenyak.

Santi membuka risleting pintu tenda. Lalu seketika udara sejuk dan segar menyeruak masuk memenuhi ruang kecil itu. Rerumputan yang masih basah, dan kabut yang masih menggelayut.

Santi dan Damia tersenyum merasai hawa pagi yang menyambut mereka.

"Ini jam berapa sih?" Damia meraih smartphone nya, menyalakan screen. "Udah hampir jam delapan kok. Tapi di luar kenapa masih kayak pagi banget ya?"

Santi merangkak keluar tenda, lalu memasang sepatunya sambil memandang sekeliling. "Agak berawan nih. Juga kabut tipis."

"Suasananya bikin males ngapa- ngapain ya," Damia menarik nafas dalam. Ia membongkar ranselnya dan mengeluarkan beberapa sachet kopi.

Santi di luar telah memanaskan air di kompor portabel. Sisa- sisa api unggun mereka telah padam dari semalam.

"Semalam kamu ngerasa ada yang aneh enggak?" Damia melirik ke arah Petilasan di belakang mereka.

"Hem? Aneh gimana?" Santi bertanya balik.

"..."

"Nggak," jawab Damia. Ia malas untuk membahas perasaan tak enak yang ia alami tadi malam. Toh hari ini, setelah semua selesai, mereka akan meninggalkan area petilasan.

Damia menuangkan serbuk kopi di beberapa gelas, sementara Santi menyeduh air panas. Aroma pekat kopi yang mereka racik rupanya mampu membangkitkan para cowok di tenda mereka.

"Wah, wanginya mengundang sekali," Zilmi muncul dari dalam tenda sambil bergelung selimut. Irwan menyusul di belakang dengan rokok telah terselip di mulut.

"Nih aku bawain roti," Irwan menyodorkan sebungkus roti besar kepada Damia. "Kakimu udah enggak apa?"

"Ini udah agak mendingan," Damia tersenyum sambil menerima roti itu. Ia membuka bungkusnya dan membagi- bagi dengan yang lain.

Tim Malam Jumat memulai pagi mereka dengan potongan roti dan secangkir kopi. Mereka menikmati sejuknya areal petilasan sambil mengobrol tentang agenda kegiatan mereka pagi ini.

"Fadil mana?" Damia melirik ke arah tenda para cowok. "Masa jam segini masih tidur? Kalo dia nggak ready, kita gak bisa take video."

"Loh, bukannya dia sudah keluar lebih dulu ya? Kalian enggak ketemu Fadil?" Zilmi balik bertanya sambil mengunyah roti. "Dia enggak ada di dalam tuh."

"Kita dari tadi enggak lihat ada yang keluar tenda kok," Damia melipat bungkus plastik roti dan memasukkannya pada tas sampah.

"Apa mungkin dia pergi ambil momen sunrise di sekitar sini?" Santi ikut menoleh ke arah tenda para cowok.

"Nggak," bantah Irwan. "Semua perlengkapan kamera dan drone nya ada di dalam. Dia keluar enggak bawa apa- apa?"

"Loh?"

"Jadi Fadil kemana?"

"DIIIIL!! FADIIIIL!!" Zilmi berteriak keras, mencoba memanggil Fadil barangkali ia berada di dekat situ.

Namun hening. Tak ada jawaban apapun kecuali suara kemerisik dedaunan.

"FADIL!!" Irwan ikut berteriak.

"Emangnya kalian nggak tahu pas dia pergi?" Santi mengernyit bingung. Mana mungkin orang- orang dalam satu tenda tidak ada yang sadar kalau ada teman nya yang keluar kan?

"Terakhir sih aku lihat dia-" Zilmi mencoba mengingat- ingat, lalu matanya sedikit melebar. "-kalau gak salah pas malem- malem dia mau ngising itu. Cuma karena mungkin semalam aku capek banget, aku langsung ketiduran."

"Dari semalam dia pergi?" Damia nampak keheranan. "Semalaman berkabut hujan begitu?"

"..."

"..."

"Hujan?" Kali ini ganti Zilmi dan Irwan yang menatap Damia heran. "Semalam emang berkabut. Tapi enggak ada hujan kok."

"Kok bisa enggak hujan? Kemarin itu hujan semalaman tahu!" Damia menunjuk ke arah Santi. "Semalaman tadi aku gak bisa tidur gara- gara itu. Lihat aja ini sekeliling kita basah!"

"Enggak, Mia," ujar Zilmi dengan suara kalem. "Semalem itu enggak hujan. Sama sekali. Rumput dan tanah basah ini ya karena semalaman embunnya pekat begini."

"Ih, semalem tuh-"

"Udah- udah," Santi segera menenangkan teman- temannya. Ia membetulkan kaca mata, sambil menatap Irwan dan Zilmi. "Sekarang yang penting adalah- di mana Fadil? Kalian bilang terakhir lihat dia tadi malam, dan dia belum balik sampai sekarang."

"Nah itu," Irwan mengangguk setuju.

"Berarti semalaman kan dia di luar sana, berjam- jam enggak tahu ke mana?" Santi menggigit bibirnya, terlihat sekali bahwa ia mulai khawatir. "Apalagi kita di tengah hutan kayak gini."

"..."

"Cuma bawa senter kecil begitu, enggak mungkin dia pergi jauh. Mungkin dia ada di sekitaran sini," Zilmi berdiri sambil mengunyah habis roti nya. Ia melepas gelungan selimut yang ia pakai. "Kita harus cari dia sekarang."

"Ini Fadil beneran ilang nih?" Damia meletakkan cangkir kopinya.

"Mudah- mudahan sih enggak," Zilmi merapatkan jaket yang ia kenakan.

Irwan bergegas menuju tenda dan memasang sepatunya. Kedua laki- laki itu berwajah serius sekarang. Mereka berjongkok di dekat tenda cowok, berhadapan sambil menggores tanah menggunakan ranting.

"Ini posisi kita di sini," Irwan menggambar titik di tanah, dan lingkaran besar di sekitarnya. "Pertama kita cari dulu dia di sekitar petilasan. Kalau tidak ketemu kita coba cari di jalur pendakian, kamu ke arah pos satu. Aku ke arah pos dua."

"Oke," jawab Zilmi singkat. Ia melirik jam tangannya. "Sekarang jam delapan. Kita akan cari sampai siang. Jam 12 -apapun hasilnya- kita kembali ke sini, nanti kita diskusi lagi langkah selanjutnya."

Santi yang berdiri di dekat mereka juga nampak telah bersiap untuk pergi. "Aku ikut siapa?"

Zilmi menoleh ke arah Damia yang masih terduduk di dekat tenda. "Dia kakinya masih sakit kan? Lebih baik kamu stay di sini, temenin Damia sambil jaga base. Siapa tahu juga nanti Fadil balik."

"..."

"..."

Santi menatap Zilmi dingin beberapa lama. Lalu ia berbalik dan berjalan perlahan menuju ke tenda.

"Oke," gumam Irwan. "Kita cari Fadil sekarang."

PETILASAN ALAS MEDI (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang