7

12.2K 1.2K 66
                                    

Typo.
Vote dulu, gan, matursuwon.

________________________________

Selamat membaca.
_________________________________

Baskara ternganga melihat notif di layar laptopnya.
"Gila! Ini doa gue terkabul apa gimana?" Ujarnya tidak menyangka.

"Dirgan!" Menggoyang-goyangkan tubuh Dirgan yang sedang tidur di sampingnya.

Dirgan yang terganggu pun membuka matanya. "Kenapa, Bas?"

"Lo lihat!" Baskara menyerahkan laptopnya pada Dirgan.

"Ada klien yang minta kita bunuh bandar senjata ilegal. Tempat persembunyiannya di pulau ini." Menunjukan lokasi target dengan antusias.

"Ini kenapa dia gak suruh polisi aja coba? Tempatnya bahaya, Bas. Biasanya gue bakalan tolak kalau tempatnya pelosok gini," ujar Dirgan.

"Siapa tau klien kita ini juga bandar senjata dan target kita musuh dia atau gue pernah mikir, selama ini yang nyuruh kita buat bantai penjahat kelas atas itu salah satu aparat, karena klien gue selalu minta alamat dan gak lama buronan yang gue bunuh itu muncul berita di televisi," ujar Baskara.

"Mungkin, tapi gue gak peduli siapa kliennya, asal bayar aja." Dirgan menyerahkan kembali laptop Baskara dan memejamkan matanya.

"Kadang gue pengen diapresiasi karena udah bikin pekerjaan aparat jadi ringan, tapi itu sama aja gue nyerahin diri sendiri ke polisi, bjir!" Memilih menutup laptopnya dan ikut berbaring di samping Dirgan.

Menoleh pada Dirgan yang betah memejamkan matanya, kemudian menghela napas.
"Lo gak mau cari siapa pembunuh orangtua lo, Gan?" Pertanyaanya mampu membuat Dirgan kembali membuka mata dan menoleh padanya.

"Gue gak tau dia dimana sekarang, Bas. Tapi gue inget wajah pelakunya," ujar Dirgan.

"Kenapa lo gak coba pergi ke rumah lo dulu? Siapa tau orang itu tinggal di rumah lo?" Ucapan Baskara itu membuat Dirgan merubah posisi tidurnya menjadi mengahadap Baskara.

"Udah pernah, rumah gue dulu dijual, perusahaan bokap juga diganti namanya yang gue sampe sekarang gak tau," ujar Dirgan.

"Sama bjir! Rumah gue juga dijual sama om gue, sekarang gue gak tau dia dimana. Semua harta bokap diambil sama dia kayaknya," jelas Baskara.

"Kayaknya, kita harus cari siapa pembunuh orangtua kita, Bas?"

Menoleh pada Dirgan yang juga menatapnya, Baskara mengangguk. "Tapi sekarang gue perlu cari om gue, karena dia keluarga gue satu-satunya. Siapa tau, dia bisa bantu kita. Tapi, disatu sisi gue curiga juga sama dia."

"Coba cari tahu dulu, kita cari sama-sama. Jangan libatin om lo dulu, sebelum ketemu siapa pembunuhnya," ujar Dirgan yang diangguki Baskara.

Baskara tersentak kaget saat Dirgan memeluknya dan menyembunyikan wajahnya pada ceruk leher Baskara sehingga ia bisa merasakan sapuan lembut napas Dirgan.
"Gan! Lo meluk guling sono, bjir! Gue mau main sama Jameng."

Bukannya melepaskan, Dirgan semakin mengeratkan pelukannya. "Males, Bas. Meluk lo enak banget daripada meluk guling. Jameng lagi tidur, jangan lo ajak main."

"Shibal! Mangkannya gue ajak main, biar kagak molor mulu bocahnya!" Sungut Baskara.

"Bas, kapan bikin vidio?" Tanya Dirgan masih dengan mata terpejam.

Bola mata Baskara bergerak meliar, mencoba untuk tidak gugup. "Vidio apaan?" Tanyanya berpura-pura tidak ingat.

"Vidio kita ngewe, gue udah ada kameranya, topengnya gue beli. Gue yang edit, lo cuma terima jadi." Dirgan mendekatkan bibirnya pada telinga Baskara dan meniupnya.

CANDRAMAWA KELABU✔Where stories live. Discover now