Terang Bulan

3K 294 52
                                    

Hellooo~

Mohon baca pesan singkat dibawah ini yaa sayang-sayangku.

Pesanku cuma satu, jangan bawa-bawa dan sangkut pautkan cerita ini dengan real life para visual yaa. Ayo sama-sama kita jadi pembaca yang pintar dan bijak <3

Oh, iya! Jangan lupa untuk vote dan comment yang banyak di cerita ini. Okeey?? Kalau ada typo yang bertebaran, mohon dimaafkan.

Happy reading!

°
°
°
°

Suara deru mesin mobil terdengar dipekarangan rumah milik Pradana Susanto. Maisa yang baru saja pulang dari liputan disambut sapaan hangat oleh para penjaga rumah Kertanegara nomor empat itu.

"Mbak Maisa, tumben pulangnya jam segini." Tanya seorang penjaga berbasa-basi.

"Iya, tadi ada liputan di daerah Bogor, Pak."

Maisa pamit pada beberapa orang yang sedang berjaga, tubuhnya benar-benar lelah. Liputan hari ini begitu hectic. Maisa melangkahkan kakinya kedalam rumah, terlihat beberapa orang sedang berlalu lalang. Salah satunya Agam, laki-laki yang sedang mengenakan kemeja berwarna cokelat muda itu sedang berdiri didekat piano.

"Maisa, kok baru pulang?" Tanya seseorang yang menyadari kehadiran Maisa.

Maisa tersenyum tipis, "Iya, tadi ada liputan ke daerah Bogor. Lo mau kemana, Mas? Sudah jam tujuh malam, masih ada kerjaan?"

"Iya, Mai. Kita mau ke pameran seni nya Mas Dito. Lo mau ikut?"

"Ke Negeri Elok Exhibition, ya? Kayaknya enggak ikut, deh, Mas. Badan gue pegel banget. Mau langsung istirahat dikamar habis ini." Tolak Maisa.

Agam mengangguk paham, Maisa pun kembali pamit untuk segera membersihkan dirinya. Beberapa kali Maisa menyapa para karyawan Pak Pradana yang ia kenal.

Sesampainya di kamar, Maisa langsung melenggang ke dalam toilet. Tak menyadari bahwa pintu kamar diketuk oleh seseorang.

Setelah selesai mandi dan memakai rangkaian night skincare nya, Maisa memilih untuk segera mengistirahatkan tubuhnya. Berbaring dibawah bed cover sambil scrolling social media.

Cukup lama Maisa berselancar melihat-lihat hal viral di aplikasi video, ya Maisa akui hampir semua fyp nya penuh dengan potongan-potongan video dari Theo dan rekan-rekannya.

Tepat pukul sebelas malam, Maisa mendengar suara ramai dari lantai bawah. Beberapa kali derap langkah kaki seseorang juga terdengar dari depan kamar. Awalnya Maisa memilih untuk acuh, tapi ketika namanya dipanggil dari luar kamar, mau tidak mau Maisa bangkit dan berjalan kearah pintu kamar.

"Kirain kamu sudah tidur." Ucapnya tepat ketika Maisa membuka pintu.

"Belum. Padahal sudah capek banget, tapi mata enggak bisa diajak kompromi. Jadi lah aku main handphone dari tadi."

Mata Maisa tak sengaja melihat kresek hitam yang dijinjing orang itu, bertanya apa isi plastik itu.

"Mas Theo, itu apa?" Tanya Maisa penasaran.

Theo yang baru sadar dengan apa yang ia bawa pun menepuk dahinya pelan, "Ah, iya. Lupa saya. Ini, saya bawakan terang bulan untuk kamu."

"Wah, terang bulan~"

Theo menyerahkan kresek hitam itu pada Maisa, "Rasa chocolate keju. Bapak bilang, ini terang bulan langganan kamu."

"Terima kasih, Mas Theo. Kita makan sama-sama disitu, yuk." Ajak Maisa menunjuk kearah kursi panjang tak jauh dekat tangga.

Major Let Me Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang