Hari Kasih Suara dan Suasana Istora

2.7K 311 49
                                    

Hellooo~

PART INI SUPER PANJANG! BACA PELAN-PELAN YAAA.

Mohon baca pesan singkat dibawah ini yaa sayang-sayangku.

Pesanku cuma satu, jangan bawa-bawa dan sangkut pautkan cerita ini dengan real life para visual yaa. Ayo sama-sama kita jadi pembaca yang pintar dan bijak <3

Oh, iya! Jangan lupa untuk vote dan comment yang banyak di cerita ini. Okeey?? Kalau ada typo yang bertebaran, mohon dimaafkan.

Happy reading!

°
°
°
°

Empat belas februari, hari yang sudah ditunggu-tunggu oleh banyak masyarakat Indonesia. Hari kasih suara. Setelah melewati masa kampanye yang begitu panjang, banyaknya huru-hara yang terjadi, putaran debat dari awal hingga akhir.

Dan, hari ini saatnya masyarakat menentukan pilihannya untuk memilih pemimpin Bangsa lima tahun ke depan. Setelah melewati masa tenang sekitar empat hari, kini masyarakat akan berbondong-bondong datang ke TPS guna menggunakan hak pilihnya.

Seperti halnya Maisa hari ini. Perempuan itu telah kembali dari TPS berdua dengan Veve. Tanpa Heru pastinya. Karena sang Ayah yang masih menjadi TNI Aktif, Heru tak dapat untuk menggunakan hak pilihnya.

"Mah, nanti sore kita ikut nonton quick count bareng-bareng dirumah Pakde, yuk." Ajak Maisa.

Veve sedikit mempertimbangkan ajakan dari Maisa, "Kamu kalau mau kesana boleh, Mai. Tapi, kalau Mami kayaknya enggak deh. Walaupun Mami bisa pakai hak suara, tapi Mami harus tetap seperti Papi. Jaga netralitas sebagai Ibu Persit."

"Yaudah, kalau gitu nanti siangan Maisa mau ke Kertanegara, ya?."

"Iyaa..."

Maisa memilih untuk menuju kamarnya, bermain ponsel, membuka aplikasi video yang mana di fyp nya begitu banyak video Theo yang berseliweran.

"Oh, lagi di Hambalang, ya~" Gumam Maisa ketika ada salah satu video yang memperlihatkan Theo yang mengawal Pak Pradana datang ke TPS di Hambalang.

Di video itu terlihat Theo menggunakan kemeja putih yang dibalut dengan cardigan hijau muda. Tampak pas ditubuh tegap perwira menengah itu.

"Aduh, ganteng banget..." Puji Maisa.

Maisa tenggelam pada dunianya sendiri, asik memainkan ponselnya, sampai tak mendengar panggilan Veve sedari tadi.

"Astagfirullah, Mamah panggil dari tadi enggak dengar apa gimana sih, Mai?" Tanya Veve berkacak pinggang.

"Eh, Mamahku~ Maaf, aku keasikan main handphone."

"Kebiasaan! Ayo, kebawah. Kamu dari tadi dipanggil sama Papi, lho."

Maisa dengan senyum lebarnya bangkit lalu menggandeng lengan Veve keluar kamar, "Ayo, Ibunda. Kita temui Baginda Raja~"

Di ruang santai, Maisa melihat Heru yang sudah rapih dengan pdh beserta baret merah yang ia sampirkan di bahunya.

"Wih, gantengnya Baginda Raja..." Goda Maisa tepat dihadapan Heru.

"Iya, dong. Kemana saja kamu? Baru sadar kalau Papi kamu ini ganteng?" Sahut Heru dengan tingkat percaya diri yang tinggi.

"Ih, Mah, ini suaminya? Pede amat~"

Major Let Me Love You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang