15. Giliran Dibalas Takut!

11.4K 455 20
                                    

Gara mendudukkan diri di atas ranjang kasurnya sendiri. Melirik ke arah jam digital di atas meja, ternyata sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Pikirannya semakin kacau setelah insiden beberapa jam lalu bersama Pearly. Bagaimana bisa ia jatuh hati pada anak berusia tujuh belas tahun? Namun, tak bisa disangkal bahwa pesona yang disuguhkan Pearly selama ini mampu memunculkan hasratnya.

Ia merebahkan tubuh, lalu menyilangkan tangan sebagai bantalan. Bayang-bayang Pearly menghantui kepalanya sejak tadi. Tanpa sadar ujung bibirnya tertarik membentuk sebuah senyum simpul begitu ia melihat wajah manis Pearly tergambar di hamparan plafon putih.

"Saya rasa saya juga membutuhkan pendamping."

Gara memiringkan kepala, menatap lurus ke samping---bantal kosong milik almarhumah istrinya itu masih di sana. Hela napas panjang terdengar melandai, menyapu seluruh kenangan manis beserta isinya.

"Apa mungkin saya pantas menikahi Pie? Dia masih kecil."

Lain dari itu, Pearly kini sedang melompat-lompat tak jelas di atas kasur sambil terus membayangkan kejadian menggiurkan beberapa jam lalu. Tangan besar Gara yang menarik pinggangnya masih terasa jelas, bahkan seringai pria itu tak bisa hilang dari otaknya. Suara beratnya terdengar berulangkali, membuat Pearly jatuh cinta untuk kedua kalinya setelah Gerald.

"Bapaknya lebih menggoda, Anjir!"

Pegal melompat, lantas Pearly merebahkan tubuhnya. Ia menarik selimut sampai sebatas leher, lalu menggigit-gigit ujung selimut saat bayangan tentang Gara kembali berputar.

"Huwaaa, padahal niat gue cuma mau balas dendam aja biar Gerald kepanasan dengan kedekatan gue sama bapaknya. Tapi kenapa malah saling jatuh cinta gini, padahal baru beberapa minggu, lho!"

Pearly memiringkan tubuh ke arah kiri. Ia mencebikkan bibir seraya menarik selimut lebih tinggi sampai menenggelamkan tubuhnya.

"Liam harus tau kalau om Gara udah mulai naksir sama gue! Hahaha!"

_-00-_

Suara alat makan yang saling bertabrakan memecah kesunyian ruang makan. Bunyi dari peralatan rumah tangga pun tak kalah mendominasi. Pagi hari, waktu di mana manusia mulai menjalani kehidupan. Begitu halnya dengan penghuni rumah Gara yang kini sedang menikmati sarapan pagi sebelum beraktifitas.

Pearly menuangkan air, lalu meletakkan segelas air tersebut di hadapan Gara yang tengah menggigit sebuah roti selai.

Gadis berseragam sekolah lengkap itu dengan jahilnya membelai lembut bahu hingga ke leher Gara setelah selesai meletakkan segelas air di sana.

Gara terbatuk-batuk, tersedak saat tekstur jemari lentik milik Pearly membelai bagian sensitifnya. Dengan cekatan Pearly pun menyodorkan segelas air pada Gara, ia cekikikan ketika mengetahui bahwa rupanya Gara bereaksi setelah ia memancingnya dengan belaian lembut nan menggoda.

Gara mencekal tangan Pearly yang hendak duduk di sebelahnya. Tatapan tajamnya menyorot pada Pearly. "Jangan sering memancing saya, Pie."

Pearly malah cekikikan, sudah gila memang gadis itu. Pearly menarik bangku yang hendak ia duduki agar lebih dekat dengan Gara, karena pria itu belum juga melepaskan cekalan tangannya.

"Kalau Om mau sarapan sambil pegangin tangan Pie juga nggak apa-apa," goda Pie, tak lupa memberikan kedipan di akhir kalimatnya.

Gara tersentak, ia buru-buru melepas cekalan tangannya dari Pearly kemudian melanjutkan sarapan. Keduanya menikmati sarapan pagi ini, dengan Pearly yang selalu menempeli Gara, dan Gara yang lama-kelamaan merasa nyaman. Gara tidak pernah menyangka bahwa pengisi hatinya yang telah lama kosong adalah anak kecil yang masih duduk di bangku SMA kelas tiga.

TAKEN YOUR DADDYWhere stories live. Discover now