18. Mempertanyakan Status

10.6K 431 61
                                    

Haii, aku balikk!!

Siapa yang udah nggak sabar nungguin kelanjutannya?

Aku bawain ini untuk nemenin kalian di malam Minggu! Semoga malam Minggu kalian menyenangkan, ya!

YU BACA YU!!

_-00-_

Nyanyian denting jam mengalun bersama waktu yang terus berlari tanpa mau beristirahat sejenak. Kehidupan berjalan normal layaknya hari biasa. Setidaknya normal sebelum semesta menghadirkan sosok anak kecil datang mengusik hidupnya. Gara meralat, memberi warna, bukan mengusik. Pearly itu layaknya sinar mentari yang memaksa masuk dan menyinari ruang hampa dalam hati jika didefinisikan. Hangat, ceria, dan seluruh warna yang dibawa gadis itu benar-benar membuat Gara merasa seperti terlahir kembali.

Terlalu lebay memang, tapi seperti itulah penggambaran Gara setelah Pearly masuk ke dalam hidupannya. Kalau boleh jujur, Gara tidak pernah merasa jatuh terlalu dalam pada wanita lain setelah kepergian sang istri. Berpacaran dengan Dena pun rasanya hambar, tetapi sakit saat dikhianati. Gara sendiri pun bingung bagaimana cara mendefinisikan kondisi hatinya.

Namun, seringkali Gara berpikir apakah ia pantas memiliki hubungan dengan anak remaja seusia Pearly? Seperti malam ini, surat undangan dibiarkan tergeletak begitu saja di atas meja. Theo bilang, Gara harus datang bersama dengan seseorang. Dengan siapa lagi ia pergi jika tidak bersama Pearly? Wanita yang sedang dekat dengannya saat ini hanyalah anak itu.

Gara mendesah frustasi, lalu menyandarkan punggung pada sandaran kursi.

"Saya tidak mungkin membawa anak itu ke pesta pernikahan Theo. Mereka akan menganggap saya apa nantinya jika melihat saya membawa anak kecil?"

Tanpa disadari rupanya Pearly mendengar keluhan Gara. Tak dipungkiri ia ingin jika Gara membawanya ke pesta itu. Pearly ingin dianggap istimewa oleh Gara. Pearly mau semuanya yang berkaitan dengan Gara. Dengan keberanian yang dimiliki, lantas Pearly menghampiri pria itu.

"Eh, Pie sudah bangun?"

Pearly tidak menjawab. Ia mengambil surat undangan tersebut lalu duduk di sebelah Gara.

"Pie dengar semua ucapan Om," ujar Pearly, fokusnya masih tertuju pada surat undangan.

Gadis itu menoleh, mempertemukan netranya dengan milik Gara. "Pie mau kok kalau diajak ke pesta ini."

Gara mengulum bibir sebentar, kemudian membenarkan posisinya. "Acara itu tidak terlalu penting. Saya punya urusan lain yang lebih penting untuk dikerjakan."

Pearly mengulas senyum simpul, lalu tangannya meraih ujung kerah kemeja Gara dan mengusapnya. Perlakuan kecil seperti itu membuat Gara diam sejenak, mengamati wajah Pearly yang berubah teduh.

"Om nggak boleh gitu. Acara pernikahan itu adalah acara sakral yang sangat penting. Apalagi ini teman Om, kan? Apa iya Om tega nggak datang ke hari spesial teman Om hanya karena nggak ada pasangan?"

Malam ini suara cempreng khas Pearly berubah drastis. Suaranya lembut, melandai, sangat menenangkan layaknya angin sore yang menemani saat lembayung memamerkan warnanya. Alih-alih kagum, Gara justru merasa ada yang aneh sama Pearly berbicara lembut seperti itu.

Entah sejak kapan kelopak mata ceria milik Pearly berubah teduh nan sayu. Jemari lentiknya setia melepas ikatan dasi pada kerah kemeja Gara.

"Om nggak boleh ngecewain temen Om sendiri. Dia pasti menunggu kehadiran Om di hari spesialnya."

Gara mencekal tangan Pearly, membuat gadis itu tersentak. "Kamu yakin mau ikut dengan saya?"

Pearly mengangguk, lalu menarik dasi tersebut hingga lepas dari kerah kemeja Gara. "Sure. Mulai sekarang Pie akan turutin kemauan Om."

TAKEN YOUR DADDYUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum