09. Hari ke-06 : Hujan panas

439 71 1
                                    


.
.
.
.
.
Resta membiarkan Rain tidur lebih dulu, benar kata Kendra sebelumnya jika Rain sedang tidak enak badan. Terbukti dengan pemuda mungil itu langsung terlelap setelah memuntahkan apa yang sudah dia makan untuk buka.

Resta tidak memberitahu Kendra atau adik-adiknya yang lain lebih dulu, karena Rain sendiri yang melarang nya. Beruntung ruang kerja mereka memiliki kamar pribadi yang bisa digunakan Rain untuk istirahat.

"Harusnya kalau kamu memang sakit itu bilang Rain, jangan diem aja." Resta beberapa kali memeriksa keadaan Rain di kamar, memastikan jika adiknya tidak akan bangun dengan cepat.

"Gak usah mikirin mereka yang udah nyakitin Kendra, fokus ama diri kamu sendiri aja, biar mereka gue yang urus." Resta tetap berbicara meskipun Rain tidak akan menjawabnya, karena jika pemuda mungil itu dalam keadaan sadar, sudah pasti Resta akan mendapat lemparan bantal.

"Gue abang kamu Rain, kamu bisa bersikap layaknya adik sama gue. Kamu gak harus terus bersikap seperti seorang kakak yang baik, adakalanya kamu perlu menuruti keinginan hati mu buat manja dan jadi sosok adik ke kakak nya, gue gak bakal keberatan soal itu." Resta mengelus kepala Rain pelan.

Resta menghela nafas panjang, mengingat tentang pembicaraannya kemarin dengan sang papa di telfon, membuat Resta ingin membawa Rain pergi menjauh.

Resta kadang berpikir jika papa ya adalah orang terbodoh yang pernah dia temui, sudah sering kali Resta mengatakan jika Bian harus adil, namun tetap saja pria berusia setengah abad itu bersikap pilih kasih.

Resta tidak akan membiarkan kondisi rumah yang sudah nyaman seperti sekarang ini, harus hancur karena sikap dan tindakan sang papa.

"Jaga kesehatan Rain, setelah itu bantu gue lawan papa. Papa perlu di kasih paham supaya bisa adil sama yang lain, gue gak mau Gala balik benci ke papa kayak Noah sama Kendra."
.
.
.
.
.
"Ngapain keluar sih? Sana istirahat lagi." Resta menahan tangan Rain yang baru saja akan membantunya memasak.

"Aku gak apa-apa Res, aku udah baik-baik aja." Resta menggeleng tidak percaya.

"Kamu kira kamu bisa bohong Rain? Kamu aja masih lemes, belum lagi muka udah kembaran sama poci ujung jalan, masih aja bilang gak apa-apa." Rain terdiam mendengar omelan Resta.

"Resta cerewet sumpah." Resta yang mendengar ucapan Rain spontan mendelik kesal.

"Heh, udah sana ke kamar, istirahat. Hari ini kamu gak boleh puasa dulu!" Rain baru saja akan mendebat Resta saat mendengar suara Bagas.

"Ada apa bang? Bang Rain kenapa?" Resta langsung menunjuk Rain dengan dagu nya.

"Tuh, abang kamu satu itu lagi sakit, dari semalem dia udah demam dan sekarang dia mau ikut sahur." Bagas langsung mendelik mendengar penjelasan Resta.

"Bener bang? Abang sakit?" Rain hanya bisa pasrah saat Bagas tiba-tiba menarik Rain untuk pergi dapur dan pergi ke kamarnya di lantai dua.

"Bang Rain istirahat sini dulu, nanti aku periksa. Kalau gak nurut nanti aku bakal bawa bang Rain ke rumah sakit, badan abang itu masih demam." Rain hanya menurut saat kepalanya terasa pusing, belum lagi omelan Bagas yang tidak kunjung selesai.

"Bagas, diem!" Pemuda tinggi itu langsung berhenti berbicara saat Rain mengatakan hal itu.

"Bagus, ini aku istirahat jadi jangan ngomel lagi, kepalaku pusing." Bagas mengangguk dan meminta Rain untuk rebahan.

"Gak usah puasa bang, nanti aku anterin air madu jahe hangat ke sini." Rain memejamkan matanya dan berdehem kecil.

"Heem." Melihat Rain memejamkan matanya, Bagas beralih pada Noah yang tertidur dengan sangat tidak elit. Selimutnya berada di lantai, dan kepalanya menggantung dipinggir ranjang.

Grantha : Ramadhan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang