17. Hari ke-13: Mereka jahil bang!

372 73 4
                                    


.
.
.
.
.
Bagas mendapat kabar dari Aidan jika mereka akan sampai di solo siang nanti, tapi Bagas justru tidak bisa tidur semalaman.

Kejutan ulang tahun yang di rencanakan Noah memang berhasil, tapi hal itu juga membuat hati Bagas sedikit kesal, dia ingin mengadu pada Rain dan Resta.

Bagas sebenarnya ingin marah, tapi tidak bisa, bukan karena itu hanya sebuah prank, tapi melihat senyum Kendra dan Axel setelahnya. Dua anak yang dia kira kembali bertengkar ternyata hanya menuruti perintah Noah, padahal dia sudah bingung bagaimana menjelaskan semuanya pada Rain dan Resta saat kedua kakak mereka itu pulang.

Bagas menghela nafas panjang, kepalanya pusing. Dia ingin menangis, belum lagi soal pendidikan nya yang belum selesai. Bagas masih harus mengurus penempatan coas nya, dia sudah meminta agar di tempatkan di solo, karena saat ini dia tinggal disana.

Cklek

Bagas menoleh saat mendengar pintu kamarnya terbuka, pemuda tinggi itu bernafas lega saat yang masuk adalah sang bunda.

"Kenapa belum tidur a'?" Bagas hanya menggeleng. Fatma yang melihat itu mendekati putra nya secara perlahan.

"Masih mikirin yang tadi? Kesel sama adek?" Bagas mengangguk kecil, dia tidak pernah berbohong pada sang bunda, jadi akan sangat bodoh jika dia berbohong sekarang.

"Aa' pingin marah bun, tapi gak bisa. Emosinya ketahan di sini, bikin aa' kesel." Fatma tersenyum saat Bagas bercerita sambil menunjuk dadanya.

"Kalau aa' mau marah juga gak apa a', bunda akan maklumi itu. Tapi ingat jangan main tangan dan jangan terlalu lama." Bagas menunduk.

"Aa' gak bisa bun, aa' gak bisa marahin Kendra sama Axel, aa' juga gak akan bisa marah sama Noah."

Grep

Fatma bergerak memeluk tubuh jangkung sang putra, tangannya menepuk pelan punggung Bagas.

"Aa' bunda gak pernah ngelarang aa' buat marah loh, kalau aa' emosi keluarin nak, jangan di tahan. Karena semakin aa' tahan emosi, aa' sendiri yang akan sakit."

"Nanti siang abang-abang kan pulang, aa' cerita aja ke mereka, siapa tau lega perasaannya dan bikin emosi aa' ilang." Bagas mengangguk paham.

"Ya udah, sekarang aa' tidur aja. Gak usah puasa hari ini, bunda yakin sih nanti pas cerita ke abang aa' bakal emosi."

"Nanti bunda bilangin ke Noah kalau aa' sakit, dan gak mau di ganggu dulu, okey?" Bagas kembali mengangguk.

"Iya bunda, nanti pintu nya Bagas kunci aja biar mereka gak masuk." Fatma tersenyum.

"Ya udah, nanti bunda anterin makan buat kamu, di makan pas bangun aja ya, atau mau makan dulu sebelum tidur?" Bagas menggeleng.

"Gak usah dianterin bun, nanti aa' makan kalau bang Rain sama bang Resta udah pulang."
.
.
.
.
.
Suasana sahur hari ini kembali terasa berbeda, karena para pewaris Malendra harus sahur tanpa Bagas. Fatma sudah mengatakan pada mereka jika pemuda tinggi itu sebenarnya sakit sejak kemarin, hal itu jelas membuat Noah, Kendra dan Axel merasa bersalah, bahkan Gala juga merasakan hal yang sama.

Fatma juga meminta mereka semua untuk tidak mengganggu Bagas dulu, membiarkan Bagas istirahat sendirian. Noah jelas paham, karena Bagas memang selalu mengunci dirinya sendiri di kamar saat sedang sakit, tidak ingin Noah tertular katanya.

"Bun, Bagas beneran gak apa-apa tapi kan?" Fatma mengangguk saat Kendra bertanya.

"Bagas gak apa, gak perlu khawatir. Bagas cum dema dan ngeluh pusing aja, nanti siang pasti udah baik. Udah sekarang kalian sahur dulu, jangan lupa nanti Resta, Rain sama Aidan pulang." Keempat pemuda itu mengangguk patuh, hal itu membuat Fatma menatap Lily dan Salma yang tengah menahan senyum.

Grantha : Ramadhan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang