13. Hari ke-10 : Amarah dan kebencian Aidan

512 82 17
                                    


.
.
.
.
.
Aidan tau jika mama nya adalah orang yang egois, ingin menang sendiri dan hanya akan memikirkan dirinya sendiri.

Aidan sudah melihat bagaimana sifat sang mama seumur hidupnya, menjadi saksi bagaimana sang mama menekan sang kakak sedemikian rupa. Dengan alasan jika Axel harus sempurna karena dia buka pewaris Malendra, Axel tidak akan menjadi apa-apa dan siapa-siapa jika tidak sempurna.

Aidan adalah saksi hidup kehancuran mental sang kakak, kakak nya yang ceria dan baik menjadi pendendam karena selalu dibandingkan dengan Rain oleh sang mama.

Awalnya Aidan tidak tau kenapa hanya Rain yang dibanding nya dengan Axel, kenapa bukan putra papa nya yang lain? Hingga akhirnya Aidan tau jika Rain memang sempurna, namun bukan itu alasan utama sang mama. Alasan sebenarnya adalah karena Rainer, putra kedua sang papa adalah pewaris utama semua kekayaan Malendra.

Meskipun putra kedua tapi Rain adalah putra pertama sang papa dengan mantan istri keduanya, istri yang sangat dicintai oleh sang papa. Anak yang kehadirannya sangat dinantikan oleh semua orang tua, baik itu sang papa atau keempat ibu saudara-saudaranya yang lain, Rain adalah permata mereka.

Aidan tidak membenci Rain, dia justru menyayangi kakak keduanya itu. Dipertemuan pertama mereka Rain tidak menunjukan sikap yang berarti, bagi Aidan Rain terlalu pendiam, namun saat pemuda mungil itu mengeluarkan perintah, tidak ada satupun yang berani melawannya.

Aidan selalu berharap jika dia tidak akan kehilangan kasih sayang Rain, tidak peduli bagaimana sikap sang mama pada Rain, namun Aidan akan selalu membela Rain.
.
.
.
.
.
"Aidan kamu harus bisa masuk ke perusahaan dan menjadi pewaris!"

Ucapan Nita semalam membuat Aidan tidak bisa memejamkan matanya sedikitpun, beruntung Bagas, teman sekamarnya sudah tidur sejak sore.

Aidan rasanya ingin mengadu pada Rain atau Resta tentang sang mama, namun Aidan malu. Karena sang mama sudah memancing emosi dua saudara tertuanya terus.

"Aidan, ngapain kamu berdiri di situ?" Aidan terkejut saat mendengar suara lembut Rain, sudah beberapa hari ini Rain tidak pernah berbicara selembut itu pada mereka, karena Rain sedang berusaha mengendalikan emosinya.

"Bang Rain kenapa belum tidur?" Rain tersenyum tipis saat Aidan justru balik bertanya padanya.

"Aku nanya duluan loh, kok kamu balik nanya." Aidan menunduk mendengar ucapan Rain.

"Ada apa?" Aidan menggeleng. Rain tau pasti ada yang mengganggu pikiran pemuda itu.

"Cuma gak bisa tidur bang." Rain tersenyum.

"Kamu bohong Dan."

Deg

Aidan terpaku saat Rain mengatakan hal itu, padahal sebisa mungkin dirinya tidak menatap ke arah mata sang kakak.

"Mau cerita sama aku sama Resta juga?" Aidan dengan cepat menatap Rain yang tengah tersenyum lembut.

"Nanti aku ngerepotin kalian bang, ini waktunya kalian istirahat." Rain menggeleng pelan. Pemuda itu merangkul pundak Aidan dan mengajak Aidan ke ruang kerja, dimana ada Resta yang sedang menunggu disana.

"Gak apa-apa, sekalian nunggu sahur." Aidan akhirnya menurut.

Selama ini yang pernah masuk ke ruang kerja selain Resta dan Rain hanya Gala, karena pemuda itu sebentar lagi akan lulus dan mulai membantu Resta di perusahaan.

"Loh, Aidan kenapa belum tidur?" Resta cukup terkejut saat melihat Rain kembali masuk ke ruang kerja dengan Aidan.

"Aku liat dia berdiri di dekat tangga sambil ngelamun, ya aku ajak kesini aja." Resta menggelengkan kepalanya.

Grantha : Ramadhan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang