29. Hari ke-25: Hujan-hujan

323 73 8
                                    


.
.
.
.
.
Dulu saat awal mereka tinggal bersama di solo, Resta pernah diajak berbicara empat mata dengan Milia. Almarhum ibuk atau tante nya itu menyampaikan beberapa hal tentang Kendra juga Rain yang bahkan tidak di ketahui oleh Bian.

Resta mendengar sangat baik saat itu, hingga dia bisa mengetahui apa saja yang harus dia lakukan sekarang.

Milia pernah mengatakan jika Rain bisa bertingkah sangat random saat sedang stres karena tugas atau pekerjaan, pemuda mungil itu bisa melakukan apapun di luar nalar untuk meluruskan pikirannya yang kusut, dan saat Rain melakukan itu cukup lihat dan diamkan saja, jangan dilarang, karena nantinya Rain akan berhenti sendiri saat dia sudah lega.

Berbeda dengan Kendra yang akan memasak atau menyalakan musik kencang saat sedang stres atau suntuk, meskipun Kendra lebih sering menempeli Rain jika seperti itu.

Resta sedang melihat salah satunya saat ini, Rain melakukan hal yang membuat dia khawatir dini hari ini. Pemuda itu berada di halaman belakang rumah saat Resta bangun untuk memasak, ya sebenarnya tidak aneh karena Rain hanya berdiri diam, namun yang membuat Resta khawatir adalah solo dengan di guyur hujan deras sejak semalam, dan Rain saat ini tengah berdiam diri di bawah guyuran hujan.

Resta hanya menatap Rain sesekali sambil memasak, si sulung itu membiarkan Rain karena tau jika Rain sedang stres soal pekerjaan nya.

"Bang Resta, mau masak apa?" Resta menoleh pada Bagas yang baru saja masuk ke dapur.

"Bikin sup ayam jamur, sama goreng telur aja nanti." Bagas mengangguk dan mulai membantu Resta. Namun belum sempat tangannya mengambil alih sayuran di tangan Resta netranya menangkap sosok Rain yang ada di halaman belakang.

"Bang Rain?"

Sret

Resta menahan tangan Bagas yang akan pergi menghampiri Rain, wajah khawatir tidak bisa di sembunyikan oleh Bagas.

"Biarin dulu, nanti kalau Rain udah selesai dia pasti masuk sendiri. Kamu bantuin aku potong sayur aja, habis itu bangunin yang lain." Bagas hanya bisa menurut dan melakukan apa yang dikatakan oleh Resta.

"Tapi bang Rain gak apa kan?" Resta tersenyum namun tidak mengangguk atau pun menggeleng.

"Gue gak tau, dia lagi stres sama pekerjaannya."
.
.
.
.
.
"Abang, ayo masuk." Rain menatap Kendra yang berdiri di sebelahnya dengan membawa payung.

"Masuk ya? Mandi dulu terus sahur." Rain tidak menolak saat Kendra menarik tangannya dan mengajaknya masuk kedalam rumah.

"Mandi air hangat Rain, jangan mandi pakai air dingin, awas aja." Kendra menahan tawanya saat Resta mengingatkan Rain.

"Resta cerewet." Resta menahan kesalnya karena Rain sudah berlalu dari dapur.

"Sabar Resta, biarin Rain kurang ajar dikit, jangan di balas." Bagas tertawa saat mendengar gumaman Resta.

"Bagas jangan ketawa! Bangunin yang lain." Bagas hanya mengangguk dan segera bergegas membangunkan adik-adiknya yang lain.

"Gak boleh marah-marah bang, bulan puasa." Resta hanya bisa mengelus dada saat adik-adiknya semakin lama semakin kurang ajar.

"Bang Resta, punya air hangat gak?" Resta menoleh dan melihat Kendra yang baru saja kembali ke dapur.

"Itu masih gue masakin, mau buat teh?" Kendra mengangguk.

"Iya bang, bang Rain harus minum anget kalau habis main hujan biar gak demam." Resta mengangguk paham, dia juga sudah mengetahui hal itu.

"Kerjaan bang Rain bener-bener berantakan ya bang?" Resta terkejut saat Kendra menanyakan hal itu.

"Kalau soal perusahaan semua baik-baik aja, tapi kalau buat klien nya soal desain gambar ada yang bikin Rain stres." Kendra menghela nafas panjang sambil menyiapkan teh hangat untuk Rain.

"Bang Rain kenapa gak pernah cerita soal itu ke aku, bang Rain selalu aja gak mau aku bantu." Resta yang mendengar ucapan Kendra hanya tersenyum tipis.

"Rain gak mau kamu mikirin yang bukan pekerjaan kamu, nanti setelah wisuda kamu bisa bantuin Rain di perusahaan ibuk, atau punya keluarga Malendra." Kendra mengangguk kecil.

"Bulan depan aku wisuda bang, nanti aku mau abang yang ngajarin aku buat terjun langsung." Bukan tanpa alasan Kendra mengatakan hal itu, karena jika itu Rain maka Rain akan bersikap lunak padanya.

"Kalian ngomongin apa?" Resta dan Kendra menoleh saat mendengar suara pelan Rain, di belakang pemuda itu ada adik-adiknya yang menatap mereka bingung.

"Ngomongin kelakuan random kamu tadi." Rain mendengus sebal dan segera duduk di meja makan.

"Udah ayo sahur semua."
.
.
.
.
.
Rain pulang dengan mood yang sangat berantakan, dia baru saja membatalkan permintaan klien nya yang terlalu banyak mau.

Rain tidak menjawab pertanyaan saudara-saudaranya, pemuda itu langsung masuk ke ruang kerja dan mengurung dirinya disana. Rain bahkan mengabaikan Resta yang sudah menunggu nya sejak siang tadi.

"Rain, buka pintunya!" Resta mengetuk pintu kamar yang ada di ruang kerja mereka.

"Rain, jangan sampai gue dobrak ya!"

Cklek

Grep

Resta secara cepat mendekap tubuh mungil Rain, pemuda itu tau jika adiknya sedang tidak baik-baik saja sekarang.

"Jangan ngurung diri, sini kalau kamu kesel lampiasin ke gue." Resta mengelus punggung Rain saat tau jika Rain meremas kaos nya dengan erat.

"Aku kesel bang, kesel banget!"

"Dia seenak jidat minta aku buat ganti desain lagi, padahal aku udah buatin sesuai yang dia mau!" Resta mengangguk paham.

"Udah kamu batalin kan?" Rain mengangguk kecil.

"Udah, tapi aku bener-bener kesel. Aku bakal blacklist orang itu dari semua hal yang berhubungan sama aku, termasuk di perusahaan ibuk. Aku gak mau berurusan sama orang rewel!" Resta kembali mengangguk.

"Kamu bebas ngelakuin itu, kasih tau gue namanya nanti dia kita blacklist juga dari perusahaan Malendra."
.
.
.
.
.
Rain menatap tajam pada seorang lelaki yang tiba-tiba datang ke rumah setelah mereka pulang tarawih, lelaki itulah yang membuat Rain kesal sore tadi.

"Ada apa?" Lelaki itu menatap ke arah Rain yang berucap dingin.

"Kamu tidak bisa membatalkan semuanya, batas waktu pembangunan sebentar lagi dan harus sudah ada desain!" Rain menggeleng.

"Maaf pak Petra, tapi saya mundur. Saya tidak mau bekerja dengan orang yang suka seenaknya seperti anda." Lelaki itu mengepalkan tangannya.

"Kamu jangan sok Rainer, kamu hanya arsitek baru dan hanya freelancer, saya bisa dengan mudah membuat kamu kehilangan pekerjaan!" Rain mengangguk.

"Silakan lakukan itu pak, adik saya tidak akan bisa anda jatuhkan semudah itu pak." Lelaki bernama Petra itu tampak semakin marah saat Resta ikut bersuara.

"Saya sudah mengundurkan diri, dan saya tidak membuat anda membayar gambar saya sebelumnya, jadi silakan pergi dari sini pak." Petra murka saat Rain mengusirnya.

"Kamu hanya anak kecil Rainer, jangan sombong!" Resta muak mendengar ucapan Petra.

"Apa kamu tidak tau siapa saya? Saya ini salah satu petinggi di perusahaan besar!!"

"Silakan keluar pak, saya tidak peduli siapa anda. Saya tetap tidak mau bekerja dengan orang yang tidak bisa menghargai orang lain."

Sret

"Silakan pak, sebelum anda mendapat perlakuan buruk disini!" Resta menarik Petra dan membawanya keluar dari pintu.

"Kalian akan lihat akibatnya karena berani mengusir saya!" Resta mengangguk acuh.

"Baiklah, saya akan lihat apa akibatnya. Apa hal itu bisa membuat kami jatuh dari tahta Malendra?" Ucapan Resta jelas membuat Petra terkejut.

"Malendra?"

"Jangan bilang anda tidak tau jika Rainer adalah pewaris Malendra?"
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Grantha : Ramadhan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang