15. Hari ke- 12 : Vētra

457 81 7
                                    


.
.
.
.
.
Aidan menatap lekat pada kamar yang dihuni nya di rumah mewah milik sang opung, rumah mewah yang berada di kawasan surabaya barat itu hanya beberapa kali Aidan kunjungi.

Dulu saat masih anak-anak Bian sering mengajaknya dan Axel kesana, namun setelah beranjak remaja sang mama selalu saja melarang nya kesana, terutama saat masalah calon pewaris sudah ditentukan.

"Aidan." Aidan terkejut dan menoleh saat mendengar suara Resta. Ada Resta dan Rain yang berdiri diambang pintu kamarnya.

"Ada apa bang?" Resta tersenyum tipis.

"Uti sama opung udah pulang, ayo kebawah." Aidan mengangguk, meskipun sebenarnya dia sedikit takut bertemu dengan kakek dan nenek nya itu.

"Gak usah takut, uti sama opung gak bakalan makan kamu." Resta melirik Rain kesal, kenapa disaat seperti ini Rain harus bertingkah menyebalkan.

"Ayo, kita juga gak bisa lama-lama disini, takut yang di solo berulah." Aidan hanya bisa pasrah saat Resta merangkulnya.

Resta membawa Aidan ke ruang keluarga, dimana ada kakek dan nenek mereka disana.

"Aidan?" Aidan yang memang sedari tadi menunduk semakin tidak berani mengangkat kepalanya saat mendengar suara lembut sang nenek.

"Dia takut ketemu uti sama opung." Resta mengatakan itu sambil melepaskan rangkulan dari pundak Aidan.

Grep

Aidan mengerjap saat tubuhnya tiba-tiba di peluk oleh sang nenek, bahkan pipinya sudah di kecup beberapa kali.

"Aidan, kenapa gak pernah kesini? Kamu sama Axel gak kangen sama uti? Padahal kalian tinggal di surabaya, tapi gak pernah mampir ke rumah uti sama opung." Aidan menatap tidak percaya pada sang uti.

"U-uti." Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usia nya yang sudah kepala enam itu menatap lembut pada Aidan.

"Kenapa?"

"M-maaf." Wanita itu menggeleng.

"Gak perlu minta maaf, belum lebaran. Ayo duduk aja, uti kangen sama kalian. Kenapa cuma kalian yang kesini? Resta, kenapa adik-adiknya yang lain gak di ajak?" Resta yang sudah duduk di sebelah Rain hanya tersenyum, namun sang opung yang sejak tadi memperhatikan langsung paham jika ada yang terjadi.

"Ada apa?" Dua yang tertua langsung menatap ke arah sang opung.

"Dua bajingan itu cari masalah dirumah!" Aidan terkejut mendengar ucapan kasar Rain, sedangkan Resta hanya menatap sebal pada sosok adik di sebelahnya.

"Vētra." Aidan semakin bingung saat sang uti menegur, namun bukan nama Rain yang di sebut.

"Dia ngeselin opung, udah di bilang jangan kasar." Resta terus menatap sebal pada pemuda di sebelahnya.

"Apa yang sudah mereka lakukan sampai kamu mau bersusah payah keluar Vētra?" Rain mengedikan bahunya.

"Hanya ingin, lagi pula Rain mengizinkan." Resta menghela nafas mendengar hal itu, begitu pula uti dan opung nya.

"Maksudnya apa? Siapa Vētra?" Pertanyaan pelan Aidan membuat semua mata yang ada di ruang keluarga itu menatap kearah nya.

"Aku Vētra." Aidan masih menatap bingung saat Rain yang menjawab.

"Maksud bang Rain?" Rain yang mendengar itu langsung menatap tajam pada Aidan.

"Ya aku Vētra, alter ego milik Rain, dan panggil aku bang Vētra setiap kali aku keluar." Aidan terkejut mendengar jawaban santai Rain, ah lebih tepatnya Vētra.

"A-alter ego? B-bang Rain punya DID?" Ekspresi Vētra langsung berubah tajam.

"Jangan samakan aku dengan penyakit mental itu, karena aku di buat oleh Rain dalam keadaan sadar dan aku tidak memiliki keinginan menggantikan kepribadian Rain sepenuhnya."

"Aku hanya akan keluar saat Rain butuh, lebih tepat nya saat Rain butuh meluapkan emosinya, sekarang panggil aku dengan nama ku!" Aidan melihat Resta dan sang opung mengangguk.

"Bang Vētra." Senyum miring terulas di wajah tampan Rain, oh lebih baik kita sebut Vētra saat ini.

"Jangan menakutinya Vētra, jadi apa yang sudah papa kalian lakukan?" Resta sengaja diam, dan membiarkan Vētra yang menjawabnya.

"Bajingan dan anjing nya itu ingin menjodohkan Gala dengan perempuan yang sudah membuat Gala trauma, belum lagi anjing milik bajingan itu mulai berani menyalak dan menggigit tuan nya." Ekspresi opung langsung berubah saat mendengar ucapan Vētra.

"Hah si bodoh itu, opung kira dia akan berubah pintar tapi malah semakin bodoh." Opung menggelengkan kepalanya.

"Sebenarnya bajingan itu tidak bodoh opung, hanya saja kurang tegas. Buktinya dia tidak berani mendebat kami selama ini." Ucapan Vētra membuat sang nenek menggeleng.

"Tentu saja tidak berani, mendebat Rain tanpa kamu saja sudah sulit, apa lagi jika kamu ikut berdebat." Vētra mengedikan bahunya.

"Aidan, ceritakan apa yang sudah ibu mu lakukan selama ini. Biar dia cepat kembali ketempatnya." Aidan menatap ragu pada Resta, namun melihat anggukan Vētra, membuat Aidan mulai membuka suara.

Aidan menceritakan semua perlakukan Nita padanya juga Axel selama ini, mulai dari menekan mereka, memukul, memaksa Axel terus bertingkah seolah Axel tidak suka saat sang papa mengunjungi yang lain, hingga keinginan Nita yang memaksa Aidan masuk ke perusahaan dan mengambil alih kuasa.

"Opung, tolong coret nama Aidan dari daftar pewaris." Suara serak Aidan memberitahu mereka jika pemuda itu menahan tangisnya. Sang nenek langsung memeluk tubuh Aidan yang memang ada di sebelahnya, sedangkan sang opung sudah mengepalkan tangannya.

"Tidak ada yang akan di coret dari daftar pewaris nak, bahkan Axel sekalipun." Aidan terkejut mendengar ucapan lembut sang nenek.

"B-bang Axel?" Sang nenek mengangguk, wanita itu mengelus kepala Aidan dengan lembut.

"Axel mungkin tidak akan mendapat warisan dari Malendra karena statusnya yang merupakan anak di luar nikah, tapi Axel tetap cucu uti dan opung, Axel tetap mendapat warisan dari uti. Axel tetap salah satu pewaris dari keluarga Admaja."
.
.
.
.
.
"Bang Resta, sejak kapan abang tau kalau bang Rain punya alter ego?" Resta yang ditanya oleh Aidan jelas hanya bisa tersenyum.

"Sejak kasus penculikan itu, gue yakin Axel pasti juga sadar sama perubahan sikap antara Rain dan Vētra." Aidan mengangguk.

"Bang Vētra, gak akan bahayain bang Rain kan?" Resta menggeleng.

"Rain dan Vētra itu satu kesatuan dek, Vētra adalah bentuk pertahan Rain terhadap orang-orang yang ingin menyakitinya. Rain akan tetap punya kendali saat Vētra muncul, jadi jangan khawatir. Selama Rain menyayangi kalian, maka Vētra juga akan menyayangi kalian."

"Tidak ada yang tau soal Vētra, meskipun Rain sendiri tidak berniat menyembunyikannya. Mereka hanya menganggap Vētra adalah amarah Rain, padahal memang sikap mereka berbeda."

Cklek

"Ngomongin aku ya?" Resta mendengus saat Vētra masuk ke kamar.

"Kayaknya sekarang aku tau gimana bedain bang Rain sama bang Vētra." Vētra tertawa saat mendengar ucapan Aidan.

"Lebih tenang setelah ngadu ke uti sma opung kan?" Aidan mengangguk saat Vētra mendekatinya.

"Iya, makasih bang." Vētra dan Resta tersenyum mendengar hal itu.

"Oh iya, kita akan kembali ke solo lusa, takut ada kerusuhan disana."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Grantha : Ramadhan PertamaWhere stories live. Discover now