34. Hari ke-30: Lebaran seru

396 50 4
                                    


.
.
.
.
.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, La ilaha illallah Allahu Akbar, Allahu Akbar Walillahil Hamd

Allahu Akbar Kabiran, wal Hamdu Lillahi Katsira, wa Subhanallahi Bukratan wa Ashilan, La Ilaha illallah wa La Na’budu Illa Iyyahu Mukhlishina Lahuddina Walau Karihal Kafirun. La ilaha illallah Wahdah, Shadaqa Wa’dah wa Nashara ‘Abdah, wa Hazamal Ahzaba Wahdah. La ilaha illallah.

Gema takbir terus berkumandang sejak semalam, belum lagi di dukung oleh suasana sejuk karena semalam sempat turun hujan meskipun hanya sebentar.

Keluarga Malendra sudah bersiap pergi ke masjid untuk menjalankan sholat idul fitri, semua nya tanpa terkejut, bahkan Nita yang baru saja datang semalam.

Rain juga ikut meskipun dia memilih untuk pulang lebih dulu, karena sebenarnya Rain tidak suka mendengar suara petasan.

Selama bertahun-tahun, baru kali ini keluarga Malendra merayakan hari raya bersama, di tempat yang sama meskipun tanpa sosok Milia, yang merupakan menantu kesayangan Malendra.

"Bang Rain kenapa pulang duluan?" Noah berbisik pada Kendra yang memang ada di sebelahnya.

"Bang Hujan gak suka suara petasan, jadi tiap lebaran bang Rain pasti pulang lebih dulu dari masjid." Noah mengangguk paham.

"Ken, biasanya lo kalau lebaran ngapain?" Kendra mengernyit.

"Aku? Tiduran sambil ngabisin nastar." Noah memasang wajah julid saat mendengar jawaban Kendra.

"Serius nih Ken."

"Aku yo serius, aku gak pernah keluar, soalnya ibuk pasti punya banyak tamu." Noah sudah akan membalas ucapan Kendra sebelum suara deheman Bagas terdengar dari belakang mereka.

"Ehm, dengerin kotbah nya, bukan ngobrol sendiri."
.
.
.
.
.
Dari sekian banyak hal yang biasa dilakukan saat lebaran, tradisi sungkeman adalah hal yang ingin dihindari oleh Rain. Selama ini dia tidak pernah melakukan hal itu, almarhum sang ibu akan langsung memeluk nya dan Kendra bergantian sambil mengucap maaf.

Rain biasanya akan langsung mendorong Kendra menjauh saat sang adik itu mulai meminta nya duduk di sofa dan Kendra akan meminta maaf, karena bagi Rain, Kendra tidak pernah melakukan kesalahan.

Rain menghela nafas panjang saat Resta sudah selesai melakukan sungkem, atau bisa di bilang bukan hanya Resta tapi semua adik-adiknya sudah selesai melakukan hal itu, hanya tinggal Rain.

"Rain, gak perlu sungkem sama yang lain, cukup opung sama uti aja le." Lily jelas paham apa yang dipikirkan oleh pemuda mungil itu.

"Rain sini." Rano yang melihat ekspresi bingung Rain langsung memanggil nama cucu keduanya itu. Rain mendekati Rano dan segera berlutut di depan sang kakek.

"Opung, Rain minta maaf ya, karena Rain punya banyak salah ke opung. Mungkin selama ini Rain secara gak sengaja nyakitin perasaan opung atau bikin opung marah, Rain minta maaf ya." Rano tersenyum dan menepuk kepala cucu keduanya itu.

"Udah opung maafin, meskipun kamu gak pernah bikin opung marah atau sedih, Vetra yang lebih sering bikin opung kesel." Rain merengut saat mendengar nama Vetra disebut oleh Rano.

"Vetra lagi tidur opung, jangan disebut nanti dia kegeeran, dikira opung kangen sama dia." Rano, Arini dan semua cucu malendra tertawa kecil mendengar jawaban itu, hanya para orang tua yang bingung akan percakapan mereka.

"Uti, Rain minta maaf ya, maaf belum bisa jadi cucu yang baik dan banggain uti." Arini menggeleng dan mengecup kedua pipi Rain, sama seperti yang sudah wanita itu lakukan pada semua cucu nya.

"Kamu udah banggain uti dengan berdiri di depan uti sekarang nak, jangan bilang kamu bukan cucu yang baik ya."
.
.
.
.
.
"Bang Hujan makan yang banyak!" Rain segera menyingkirkan piring berisi ketupat dan opor ayam nya dari jangkauan Noah.

Grantha : Ramadhan PertamaWhere stories live. Discover now