22. Hari ke-18: Ternyata

413 79 1
                                    


.
.
.
.
.
Kendra tersenyum bahagia saat bangun untuk masak sahur, karena dia tau jika sang papa dan ibu sambung nya sudah pulang ke surabaya.

Kendra sebenarnya tidak membenci sang papa, tapi mengingat bagaimana ucapan Bian kemarin, hal itu memancing rasa benci Kendra pada sang papa.

Kendra harus berterima kasih pada Vetra karena sudah memukul Bian, karena jika Rain yang ada di sana, sudah pasti Rain tidak akan menggunakan kekerasan pada sang papa.

"Bangun tidur itu ke kamar mandi, cuci muka, bukannya ngelamun sambil senyum-senyum gitu." Kendra menatap sebal pada Gala yang baru saja keluar dari kama mandi.

"Ah ganggu aja, iya ini ke kamar mandi!" Kendra bangkit dari kasurnya dengan menggerutu, semua itu karena Gala menatapnya datar.

"Cepetan Ken, aku tunggu di bawah, kamu janji mau ajarin aku masak udang asam manis." Gala tertawa pelan saat mendengar gerutuan Kendra dari dalam kamar mandi.

Gala selalu bersyukur karena dia mendapat teman sekamar seperti Kendra, Kendra memang terlihat jahil tapi anak itu sangat baik. Gala selalu ingat bagaimana Kendra menenangkannya saat dia kembali mimpi buruk, meskipun Kendra selalu mengatakan jika semua itu dia lakukan karena Gala mirip dengan Rain, namun Gala tau jika Kendra adalah anak yang tulus.

Semua terbukti dengan mudah nya Kendra memaafkan Axel saat pemuda itu minta maaf, bahkan saat ini mereka berdua terlihat seperti anak kembar saking kompaknya, Bagas dan Noah saja kalau kompak.

"Katanya gak boleh ngelamun, sekarang malah kamu seng ngelamun!"
.
.
.
.
.
Rain menatap aneh pada Gala yang sudah sibuk di dapur bersama Resta dan Kendra, biasanya adik nya itu sama sekali tidak ikut andil dalam memasak.

Rain menatap ke arah uti dan opung nya yang hanya duduk di meja makan dengan berbincang ringan, entah apa yang sedang mereka bicarakan.

"Rain, kenapa berdiri disitu aja?" Rain tersenyum saat sang nenek menyadari keberadaannya.

"Rain cuma lihat itu, tumben Gala ikut masak?" Arini tertawa kecil, hal itu membuat Rain mengernyit bingung.

"Sini le, duduk dulu dari pada kamu berdiri di situ." Rain menurut dengan duduk di sebelah sang nenek.

"Gala lagi belajar masak, katanya dia mau kasih seseorang yang udah nolong dia masakan buatan dia sendiri." Rain kembali mengernyit.

"Nolong Gala? Memang ada lagi yang jahatin Gala?" Arini menggeleng, melihat kilatan tajam di mata teduh Rain membuat Arini mengelus pundak cucu keduanya itu.

"Gak ada, udah gak ada yang berani jahatin Gala lagi. Tenang, jangan sampai Vetra keluar lagi, uti gak mau mukul badan kamu Rain." Rain menghela nafas panjang dan meminta Vetra tidur saja.

"Maaf uti." Arini lagi-lagi menggeleng.

"Gak usah minta maaf, gimana perasaan kamu setelah melampiaskan semua amarah kamu le?" Rain menghela nafas panjang.

"Rain lega, meskipun emosi itu keluar lewat Vetra, tapi Rain lega."
.
.
.
.
.
Gala tidak tau jika semua saudara nya bisa sangat rusuh perkara baju baru, mungkin hanya Resta, Rain dan Kendra yang terlihat biasa saja sedangkan yang lain sudah rusuh merencanakan akan membeli baju baru dimana.

Jika boleh jujur Gala sendiri tidak tau harus membeli baju dimana, karena selama ini dia hanya menerima baju yang di belikan oleh sang mama, atau membeli baju secara online.

"Gala, kamu mau beli baju dimana?" Gala menatap ke arah Axel yang baru saja bertanya.

"Iya nih, bang Gala diem mulu dari tadi." Gala melirik ke arah Rain dan Resta yang terlihat sibuk membicarakan sesuatu, juga pada Kendra yang sedang fokus pada ponsel nya.

"Gak tau, aku gak pernah beli baju sendiri, biasanya mama yang beliin atau aku beli online." Jawaban Gala jelas membuat semua saudara nya terkejut, bahkan Kendra langsung mengalihkan fokus nya dari ponselnya.

"Gala serius?"

"Gala jangan niru bang Rain!" Gala hanya bisa tertawa pelan saat mendengar gerutuan  sepupu-sepupunya.

"Ya kan aku terlalu malas buat jalan-jalan keluar." Noah yang mendengar ucapan Gala langsung mengambil ponselnya dan mulai mengirim pesan pada sang bunda.

"Bunda harus tau ini, biar kamu di bawain baju sekarung!"
.
.
.
.
.
Kendra belum pernah sebosan ini saat dirumah, terlebih saudara-saudara nya sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing, bahkan Gala pun sibuk dengan Resta dan Bagas di dapur.

Kendra ingin mengganggu Rain tapi kakak kandung nya itu sedang tidur, nanti bisa-bisa dia di makan oleh Rain karena mengganggu tidur nya, oh bukan Rain tapi Vetra.

"Huft!" Kendra menggulingkan tubuhnya diatas kasur, dia mengantuk sebenarnya tapi tidak bisa tidur.

"Bosen!" Kendra merengut sebelum akhirnya sebuah senyum manis terlukis di bibirnya, dengan cepat tangannya meraih ponsel dan mengetikan pesan pada salah satu teman baru nya.

"Weh main ke pos sebelah aja lah, mumpung Abi sama anak-anak disana." Ya beginilah Kendra, dia mengenal dengan dekat beberapa pemuda di komplek tempat tinggalnya. Bahkan beberapa diantara mereka juga mengenal yang lain, bahkan Rain dan Resta karena Kendra.

Kendra keluar dari kamar nya dan segera pergi ke dapur untuk menemui Resta, izin Resta tentu yang paling utama, tentu saja selain izin Rain.

"Bang Resta!" Resta tersentak kaget saat Kendra memanggilnya dengan suara kencang.

"Pelan Ken, gue gak budeg." Kendra hanya tertawa kecil den mengangguk.

"Iya maaf bang." Resta mengangguk, dia paham jika Kendra pasti akan terus mengulanginya karena memang begitulah Kendra.

"Kenapa? Mau izin apa kamu?" Kendra tersenyum saat Resta paham apa yang dia inginkan.

"Mau izin keluar, main sama Abi di pos sebelah. Aku bawa hape jadi nanti kalau mau manggil aku tinggal telfon aja bang, jangan minta Gala atau Axel buat manggil." Resta mengangguk.

"Ya udah sana main, sebelum magrib harus udah balik! Buka puasa terus ke masjid buat tarawih." Kendra memberikan gestur hormat pada Resta dan langsung melangkah pergi.

"Kendra kalau gitu kayak kutu loncat bang, gak bisa diem." Resta mengangguk setuju dengan ucapan Gala.

"Jangan di tiru ya Gal, cukup Kendra, Noah sama Axel aja yang kayak kutu loncat."
.
.
.
.
.

Rain dan Resta menatap lekat pada uti dan opung nya yang baru saja memanggil mereka ke ruang kerja, entah apa yang akan mereka bicarakan namun baik Rain atau Resta sedikit merasa takut.

"Rain, Resta." Keduanya langsung saling melirik hal itu jelas membuat Arini dan Rano tertawa.

"Kenapa kalian tegang sekali?"

"Opung sama uti cuma mau bilang tolong di jaga adik-adiknya, bebasin mereka mau ngelakuin apa, asal masih dalam batasan. Jangan minta mereka terjun ke perusahaan jika mereka belum siap, dan jangan larang mereka saat mereka minta diajari, paham?" Rain dan Resta mengangguk.

"Iya opung, opung gak perlu khawatir, Resta sama Rain pasti jaga mereka." Rano mengangguk.

"Rain, jangan terlalu lelah, ingat kondisi kesehatan kamu." Kali ini Rain mengangguk.

"Iya opung, Rain pasti jaga kesehatan, karena sekarang bukan cuma Kendra yang harus Rain jaga, tapi ada adik-adik yang lain juga." Rano kembali mengangguk.

"Kalau kamu butuh sesuatu atau butuh bantuan, jangan sungkan cerita ke Resta, meskipun usia kalian sama, Resta tetap kakak kami. Kamu bisa bersikap layaknya adik le, ada kalanya kamu juga harus bermanja pada kakak mu." Rain menatap Resta sejenak sebelum akhirnya tersenyum.

"Uti, kalau Rain manja ke Resta, terus Resta bisa manja ke siapa?" Resta mengerjap saat mendengar jawaban Rain, sebenarnya dirinya lah yang meminta Arini mengatakan hal itu.

"Gue? Gue manja sama uti lah, gak usah khawatirin gue, gue abang kamu, kamu tenang aja."
.
.
.
.
.
Tbc
.
.
.
.
.

Grantha : Ramadhan PertamaWhere stories live. Discover now