Bab 37 - Mati Saja

1.8K 93 12
                                    

***

Wei Qian tidak membuka matanya dan hanya mengeluarkan suara yang sangat pelan sebagai tanggapan.

Nyonya Xiong memasang lampu baca yang unik di sofa. Wei Zhiyuan mengulurkan tangannya dan menyalakannya. Cahaya lampu yang hangat memancar dalam sekejap dan menutupi seluruh sofa.

Cahayanya tidak terlalu terang dan juga tidak redup. Ini seperti sinar matahari di sore musim dingin, menciptakan kenyamanan yang pas, tidak berlebihan, tetapi cukup. 

Ini pertama kalinya Wei Zhiyuan menyalakan lampu ini, dia meraba-raba sebentar sebelum menemukan tombolnya. Kemudian, dia terdiam sejenak. Cahaya lampu seperti menggoreskan garis emas yang samar di atas tubuh Wei Qian, bahkan syal yang belum sempat dilepas pun sepertinya telah melunak menjadi tumpukan salju, menutupi separuh dagunya.

Wei Qian memalingkan wajahnya ke samping, menutupi matanya dengan tangan dan menghindari cahaya lampu. Bayangan lengannya menyatu dengan alisnya yang ramping, seolah-olah akan menyatu dengan rambutnya yang sehitam bulu gagak.

Keindahan yang terpendam, kecemerlangan yang tersembunyi.

Jantung Wei Zhiyuan berdegup kencang, selama ini, hasrat dan akal sehat menjadi dua kekuatan yang bertarung dalam dirinya. Akal sehat memiliki banyak prinsip yang masuk akal, sedangkan hasrat hanya memiliki satu prinsip —mencintai, ingin memiliki, dan jika melepaskan rasanya seperti patah hati.

Namun, pada saat ini, Wei Zhiyuan merasa bahwa semua prinsip yang masuk akal itu runtuh, hanya tersisa satu-satunya tiang yang menjulang di dalam hatinya, seperti mercusuar yang kesepian dan kaku, dengan cahaya yang terpaku pada satu orang.

Tenggorokan remaja itu bergerak tanpa sadar. Setelah beberapa saat, dia menahan diri dari gejolak emosinya, menepuk bahu Wei Qian, dan dengan suara rendah berkata, "Tidurlah di kamarmu, di sini sangat dingin."

Wei Qian memegang tangannya dan menggelengkan kepalanya dengan lemah.

Wei Zhiyuan memperhatikan rona wajahnya. "Ge, apa kau minum alkohol terlalu banyak? Perlu aku ambilkan air?"

Wei Qian menggelengkan kepalanya lagi dan alisnya perlahan menyatu. Setelah beberapa saat, dia menarik napas dalam-dalam, membuka setengah matanya, menatap Wei Zhiyuan, melambaikan tangannya dan berkata, "Jangan khawatirkan aku, tidurlah."

Wei Zhiyuan menatapnya dengan penuh perhatian. "Kau kenapa?"

Wei Qian terdiam beberapa saat. Dia merasa sangat lelah dan tidak ingin mengatakan sepatah kata pun, dan dia terutama tidak ingin berurusan dengan anak kecil.

Mungkin karena perasaannya terlalu tidak enak, atau mungkin karena pengaruh alkohol, tiba-tiba Wei Qian mengalihkan pandangannya. Wei Zhiyuan terkejut saat melihat kilatan kerapuhan yang melintas di wajahnya.

"Aku merasa tidak enak badan," kata Wei Qian dengan suara serak.

Setelah mengucapkan kata-kata itu, dia segera menyesalinya. Wei Qian merasa seperti dia telah membuka sedikit celah di pintu hatinya yang terkunci, dan dia dengan cepat berusaha menutupnya kembali, takut akan memperlihatkan kerentanannya.

Dia pun diam, menutup mata dan mulutnya, pura-pura hanya mabuk dan ingin tidur.

Wei Zhiyuan menunggu sejenak, tetapi sayangnya tidak ada ekspresi lanjutan dari Wei Qian. Jadi, diam-diam dia masuk ke kamar Wei Qian, mengambil selimut, dan meletakkannya di atas tubuh Wei Qian. Kemudian dia menuangkan segelas air hangat, pergi ke dapur, mengambil sisa nasi tadi malam, dan merebusnya dalam air panas. Dia juga memotong beberapa sayuran dan ham, membuat telur orak-arik, dan memasak semuanya di atas kompor. Ketika nasi menjadi bubur yang lembut dan berwarna putih susu, Wei Zhiyuan mengaduknya perlahan-lahan, menambahkan garam secukupnya, lalu mematikan api.

[BL] Dage (大哥) | Big Brother by Priest [Terjemahan Indonesia]Место, где живут истории. Откройте их для себя