21. Perbandingan Agama Bagian Empat

17 6 0
                                    

Happy reading :)

“Mad, Emangnya bener ya kalau dalam agama Hindu, tepatnya dalam konsep karma, manusia yang mendapatkan karma buruk selama hidupnya akan terlahir kembali sebagai hewan atau bahkan makhluk hidup lainnya? Jika seperti itu, bagaimana mereka bisa mempelajari agama Hindu, hewan-hewan kan tidak mengerti mengenai agama Hindu,” ucap Fajar bertanya.

“Jadi gini, Jar. Dalam kepercayaan agama Hindu, semua makhluk hidup itu memiliki roh dan seluruh makhluk hidup tidak lepas dari hukum karma. Baik itu manusia, hewan, atau mungkin makhluk hidup makhluk hidup lainnya. Untuk manusia sendiri, konsep karma tidak hanya berlaku bagi penganut agama Hindu, tapi juga berlaku bagi seluruh manusia di dunia, tanpa terkecuali. Hal ini juga berlaku bagi suku-suku pedalaman yang mungkin tidak pernah mengenal agama Hindu atau bagi hewan-hewan serta makhluk hidup makhluk hidup yang tak pernah mempelajari agama Hindu.” Fajar begitu fokus mendengarkan penjelasan Ahmad.

“Nah, kalau pertanyaan kamu gimana nasib hewan-hewan atau makhluk hidup serta manusia yang mungkin tak pernah mengenal atau mempelajari agama Hindu, kamu harus tahu kalau konsep karma itu universal, sehingga tidak hanya terpaku pada mempelajari agama Hindu. Setiap makhluk hidup memiliki kecenderungan untuk melakukan perbuatan baik. Jadi, untuk mendapatkan karma yang baik, yang harus dilakukan bukan dengan mempelajari agama Hindu, namun hanya cukup melakukan perbuatan-perbuatan baik. Tak perlu mempelajari trimurti atau dharma untuk bisa mendapatkan karma baik, begitupun dengan moksa. Pada dasarnya, umat Hindu memahami bahwa banyak cara untuk mencapai kedekatan terhadap brahman atau sanghyang Widhi. Seluruh makhluk hidup yang sudah mencapai tingkat spiritual tinggi akan mencapai tingkat moksa,” tutur Ahmad menjelaskan.

“Hmm, terus kalau manusia mengalami reinkarnasi, Apakah ingatannya akan kembali terhapus ketika ia terlahir kembali?” tanya Fajar pada Ahmad.

“Iya, ingatannya akan terhapus ketika kita mengalami reinkarnasi,” kata Ahmad menjawab.

“Kalau kayak gitu, berarti konsep reinkarnasi ini nggak adil dong. Apabila ingatan manusia akan terhapus ketika mengalami reinkarnasi, artinya manusia akan terlahir sesuai dengan sifat dan karakter yang random dan tak bisa ia pilih sendiri. Sebenarnya tidak ada masalah apabila manusia ini mendapatkan keberuntungan terlahir sebagai seseorang yang punya sifat baik. Tapi jika manusia terlahir kembali dengan sifat dan karakter yang nakal dan jahat, berarti mereka akan mengalami karma buruk lagi di kehidupan berikutnya. Sedangkan, kita tidak bisa memilih ingin terlahir sebagai siapa dan dengan sifat seperti apa,” opini Fajar kritis.

“Ahmad tersenyum dan menjawab, “Kalau pikiran kamu seperti itu, artinya hukum di Indonesia juga nggak adil dong.” Fajar mengerutkan alis.

“Hah, Maksud lu nggak adil?” tanya Fajar kebingungan.

“Jadi gini, Jar. Kalau kamu berpikir bahwa manusia yang mengalami reinkarnasi itu tidak mendapatkan keadilan ketika dia terlahir sebagai orang yang punya sifat dan karakter jahat, artinya manusia yang suka merampok dan melakukan kejahatan juga tidak sepatutnya dipenjara di negara Indonesia, karena mereka terlahir sebagai orang yang punya sifat jahat. Mereka kan nggak bisa milih mau terlahir sebagai orang dengan sifat Seperti apa dan dalam kondisi kehidupan seperti apa, jadi harusnya para koruptor dan orang-orang jahat pun tidak harus dipenjara dong?” argumen Ahmad menjabarkan.

“Loh, tapi kan seseorang yang dipenjara memiliki kemungkinan untuk merasa jera dan kapok, sehingga orang itu bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi,” bantah Fajar berargumen.

Ahmad menjentikan jarinya. “nah, begitu pula dengan konsep karma, Jar. Mungkin memang benar bahwa konsep karma tampak tidak adil karena setiap orang terlahir dengan sifat dan karakter yang berbeda. Satu orang manusia bisa saja mengalami reinkarnasi beberapa kali dengan sifat dan karakter yang berbeda-beda. Ada kalanya manusia itu terlahir sebagai seseorang dengan kepribadian yang baik dan penurut, ada kalanya manusia itu terlahir sebagai seseorang yang jahat dan pembangkang. Namun satu hal yang harus kamu tahu, Jar. Manusia yang punya sifat dan karakter baik memiliki peluang untuk menjadi jahat dan manusia yang memiliki sifat jahat memiliki peluang untuk menjadi baik. Jadi, lahir sebagai seseorang yang punya sifat jahat dan pembangkang tidak bisa dijadikan pembenaran untuk melakukan perilaku kejahatan.”

Teologi DealektikaWhere stories live. Discover now