39. Perpisahan

8 5 0
                                    

Happy reading:)

Seorang pria tengah gelisah di kursi tunggu rumah sakit. Dia terus menerus menatap pintu salah satu pasien yang sedang diperiksa oleh dokter. Pandangannya menerawang ke langit-langit.

Tak jauh dari situ, seorang remaja kelas dua SMP tak kalah cemas dengan pria tersebut. Dia terus menerus berdoa agar pasien di dalam ruangan tersebut bisa selamat. Tak berselang lama kemudian, dokter membuka pintu ruangan dan keluar untuk memberikan keterangan.

Pria yang sedari tadi gelisah pun berdiri dan bertanya, “Dok, bagaimana kondisi anak saya?”

Raut wajah dokter itu menampilkan kekecewaan. “maaf, Pak. Kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk menyelamatkan nyawa anak bapak. Tapi, sepertinya Tuhan berkehendak lain.”

Pria itu pun menggelengkan kepalanya tak bisa terima. “nggak, ini nggak mungkin terjadi. Dokter pasti bohong kan? Ayo dok, jangan menyerah untuk menyelamatkan anak saya. Saya belum siap kehilangan dia.”

Dokter itu hanya menggelengkan kepalanya. “maaf ya Pak. Kami dari pihak rumah sakit turut berduka cita.”

Pria itu pun menangis sesegukan. Di sisi lain, siswa kelas dua SMP yang mengetahui hal itu juga meneteskan air mata. Namun, cepat-cepat dia menyeka air matanya.

Siswa SMP itu berjalan mendekati pria yang sedang menangis. “Om Rizal, Om yang sabar ya. Saya tahu ini memang berat. Saya juga sedih mendengar kenyataan ini.”

“Jar, banyak kenangan yang sudah kita alami. Saya nggak nyangka kamu pergi secepat ini. Semoga kamu tenang di sana, sahabatku,” ucap Ahmad sambil menatap pintu ruangan tempat Fajar diperiksa oleh dokter.

***

Di dalam sebuah ruangan yang menakutkan bagi sebagian orang, sesosok remaja membuka matanya perlahan. Dia menyesuaikan pandangannya dan membuka kain yang menutupi badannya. Setelah dia merotasikan pandangannya, dia baru sadar bahwa dia berada di kamar mayat.

“AAAAHHH!!!” teriak remaja itu sambil turun dari ranjang mayat dan berlari menuju pintu keluar.

Bertepatan dengan remaja itu yang berlari menuju pintu keluar, pintu itu dibuka oleh seorang suster yang mendengar suara teriakan remaja tersebut. Suster itu nampak terkejut dengan pemandangan yang dia lihat di depannya. Sempat merasa takut, namun suster itu memberanikan diri untuk mendekati remaja tersebut.

“Ka— kamu manusia kan?” tanya suster itu ragu-ragu.

Belum sempat remaja itu menjawab, rasa sakit di tubuhnya baru dia rasakan kembali. Karena tak tahan dengan rasa sakitnya, remaja itu pun terjatuh ke lantai dan pingsan kembali. Suster yang panik itupun berteriak meminta tolong.

***

Seorang dokter nampak tak percaya dengan apa yang ia lihat. Berkali-kali, dokter itu mencubit tangannya sendiri. Seorang pasien yang baru saja dia nyatakan meninggal beberapa saat yang lalu, kini terbaring di depannya dengan detak jantung yang kembali berdeguk.

Dokter itu pun memeriksa kondisi tubuh pasien tersebut. Setelah itu, dokter tersebut keluar dari ruangan dan kembali memberikan informasi kepada Rizal serta Ahmad. Yang berbedanya, saat ini terdapat dua orang tambahan yang menempati kursi di ruang tunggu tersebut. Dua orang itu adalah Riko dan Melinda.

Dokter menjelaskan bahwa kondisi pasien sudah stabil. Namun, pasien masih belum sadarkan diri. Dokter tersebut memberi tahu bahwa pasien itu mengalami apa yang disebut mati suri.

Ahmad dan Rizal nampak tertegun mendengar hal tersebut. Sedangkan Melinda dan Riko yang nampak cukup ragu dan skeptis dengan peristiwa ini pun berusaha menerima penjelasan dokter. Lagipula, toh yang penting Fajar selamat.

Teologi DealektikaWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu