34. Diskusi Bagian Dua

12 5 0
                                    

Happy reading :)

“Jadi, karena kita tidak bisa memahami segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah atau Arsynya secara tekstual, kita harus memahaminya dalam segi simbolis. Misalnya, di ayat yang lain, tepatnya pada surat Al haqqoh ayat tujuh belas, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman ‘wal-malaku ‘alâ arjâ'ihâ, wa yaḫmilu ‘arsya rabbika fauqahum yauma'idzin tsamâniyah’ yang artinya ‘Para malaikat berada di berbagai penjurunya (langit). Pada hari itu delapan malaikat menjunjung ʻArasy (singgasana) Tuhanmu di atas mereka’,” kata Ahmad membaca ayat tersebut.

“Dari penjelasan yang sudah saya paparkan mengenai karakteristik Arsy, kita akan sadar bahwa Arsy bukanlah sebuah objek benda, melainkan simbolisasi kekuasaan dan pusat pemerintahan Allah. Oleh karena itu, ketika Allah menjelaskan bahwa para malaikat akan mengangkat Arsy Allah, artinya para malaikat akan menjadi perangkat dalam pemerintahan Allah di hari kiamat nanti yang akan mengangkat kekuasaan Allah dan memperlihatkannya kepada para manusia. Di ayat itu juga dijelaskan bahwa Arsy Allah akan diangkat oleh delapan malaikat yang merepresentasikan delapan mata angin. Hal ini semakin menegaskan bahwa saking besarnya Arsy Allah, tidak mungkin Arsy itu menempati alam semesta yang kalah besar dibandingkan Arsy itu sendiri,” papar Ahmad panjang lebar.

“Jadi, ketika kita ingin memahami apa yang dimaksud Arsy berada di atas air, tidak bisa dipahami secara tekstual begitu saja. Jika kita mengacu pada cendekiawan muslim modern dan ulama-ulama modern, beberapa dari mereka menerjemahkan kata ‘al-ma’ yang diterjemahkan sebagai air itu menjadi zat Alir. Sehingga ketika Allah menjelaskan bahwa Arsynya berada di atas air, yang dimaksud adalah lautan energi zat Alir yang menciptakan fluktuasi kuantum dan memantik terjadinya peristiwa big Bang serta ekspansi alam semesta,” terang Ahmad pada Fajar dan Melinda.

“Para cendekiawan muslim atau ulama-ulama modern menafsirkan hal itu berdasarkan pendekatan sains kosmologi modern. Dan begitu mengejutkan ketika diteliti lagi bahwa kumpulan energi yang disebut zat Alir yang menciptakan fluktuasi kuantum itu membawa gaya-gaya yang besar. Bisa dikatakan, energi-energi tersebut mampu membawa gaya-gaya besar yang menciptakan fluktuasi kuantum layaknya aliran air yang membawa objek-objek padat yang hanyut di dalam aliran air itu. Karena karakteristik energi-energi itu yang mirip dengan aliran air, maka dari itulah Allah menggunakan simbol air sebagai deskripsi dalam ayat tersebut,” ucap Ahmad memaparkan.

“Dari penjelasan-penjelasan yang sudah kita kaji, saya bisa ambil kesimpulan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala tidak bertempat, tetapi kebesarannya meliputi segala sesuatu. Karena kebesarannya meliputi segala sesuatu, tidak mungkin Arsy atau kursinya tidak meliputi segala sesuatu juga. Jika Arsy atau kursinya meliputi segala sesuatu, artinya Arsy atau kursi Allah meliputi kita sebagai makhluk hidup juga. Dan karena Arsy atau kursi Allah meliputi kita sebagai makhluk hidup, hal itu tidak bertentangan dengan ayat Alquran yang menjelaskan bahwa Allah lebih dekat dari urat nadi kita,” tukas Ahmad mengakhiri penjelasan.

Melinda dan Fajar mengangguk Dan tersenyum. “pantas saja Fajar bisa memandang agama dan Tuhan dengan perspektif yang berbeda, ternyata kamu memang bisa menjelaskan agamamu dengan berbagai sudut pandang ya,” puji Melinda yang dibalas dengan senyuman dari Ahmad.

Melinda terdiam dan berpikir, kemudian sejurus berikutnya Melinda kembali bertanya, “Kenapa Allah subhanahu wa Ta'Ala disebut zat? Apakah bentuk Allah subhanahu wa ta'ala adalah zat? Jika Allah subhanahu wa ta'ala adalah zat, lantas Seperti apa zat Allah itu? Apakah zat cair, zat padat, atau zat gas?« Ahmad terkekeh pelan sebelum menjawabnya.

“tante, pertama-tama, tante harus membedakan antara kata ‘zat’ yang diakhiri dengan huruf t dan ‘zad’ yang diakhiri dengan huruf d. Jika kita mendengar dua kata ini, sekilas memang akan terdengar mirip, namun kita akan mengetahui perbedaan kedua kata ini jika dituliskan. Nah, kata ‘zat’ memang merujuk pada wujud objek seperti zat padat, zat cair atau zat gas. Sedangkan kata ‘zad’ itu adalah kata dalam bahasa Arab yang ditulis kembali menggunakan alfabet. Kata ‘zad’ itu adalah kata yang digunakan untuk menunjuk pada pribadi Allah. Jadi, balik lagi pada ungkapan bahwa Allah tidak seperti apapun, sehingga tidak mungkin Allah itu berwujud padat, cair, ataupun gas,” balas Ahmad menjawab.

Teologi DealektikaWhere stories live. Discover now