Epilog

18 6 3
                                    

Happy reading :)

Seorang pria masih terpaku menatap figura foto yang memperlihatkan dirinya dengan sahabat smp-nya yang sedang duduk di kursi kantin dengan latar pemandangan kantin yang ramai. Sebuah senyuman tipis dia berikan ketika sekilas memori melintasi pikirannya. Sedang asyiknya menatap pigura tersebut, tiba-tiba handphonenya bergetar.

Ting!

Pria tersebut membuka notif di aplikasi whatsappnya. Pria itu melihat notif yang berasal dari kontak bernama ‘Rido’. Pria itu membaca chat yang berisi ajakan untuk bertemu di sebuah tempat makan di esok harinya untuk bersilaturahmi dan melakukan reuni singkat. Pria itu memeriksa jadwalnya untuk esok hari dan dia tak memiliki agenda yang terlalu sibuk untuk besok.

Dia pun menerima ajakan tersebut dan mematikan data selulernya. Pria itu meletakkan handphonenya di nakas dan dia pun berbaring di kasurnya. Pria itu pun mulai memejamkan matanya dan dia pun tertidur.

***

Seorang pria Tengah duduk santai di sebuah tempat makan sambil menunggu seseorang. Dia memeriksa handphonenya dan dia melihat jam di handphonenya. Waktu terlihat sudah menunjukkan pukul 19.00.

“Hmm, kok si Ridho belum datang-datang juga ya. Kalau nggak salah kan hari ini ketemuannya. Tanggal sembilan Januari. Apa aku yang salah tanggal ya?” tanya pria tersebut dalam hati.

Saat pria itu sedang menunggu Ridho, matanya menangkap sosok yang tak asing. “itu bukannya Ahmad ya?” tanya pria itu setelah melihat sosok Ahmad yang sedang berbincang dengan seorang perempuan dan laki-laki.

Pria itu melihat sosok yang dia kenal sebagai Ahmad tersebut memberikan sebuah kotak berwarna hijau pada perempuan itu. Ahmad, perempuan, dan laki-laki itu pun tertawa serta sudah terlihat akrab. Setelah cukup lama berbincang-bincang, sosok itu pun berjalan menjauh dari perempuan dan laki-laki itu.

Sosok itu pun melihat pria yang menatapnya dan sosok itu pun berjalan mendekati pria tersebut. “Eh, kamu Fajar kan?” tanya sosok tersebut.

Pria tersebut pun tersenyum. “lu masih ingat sama gua, Mad?”

Ahmad pun duduk di kursi yang kosong dekat kursi Fajar. “mana mungkin saya lupa dengan orang yang pernah nggak percaya dengan Tuhan.”

Fajar memukul bahu Ahmad dengan cukup keras. “parah lu, yang lu ingat gua atheis aja. Itu kan masa lalu, sekarang gua udah jadi Ustadz terkenal nih.”

Ahmad terkekeh dan berujar, “Iya deh Pak Ustadz Fajar.”

Fajar dan Ahmad pun tertawa bersama-sama. “eh, ngomong-ngomong lu tadi ngobrol sama siapa?”

“Oh, tadi itu salah satu sahabat saya yang ada di aplikasi baca yang dulu saya suka baca itu loh. Nah, sahabat saya itu kerja di tempat makan ini sebagai crew dapur. Tadi kebetulan saya ngasih kado karena hari ini dia ulang tahun. , ternyata kebetulan ada pacarnya juga di sini. Jadinya ngobrol-ngobrol bentar deh sebelum dia lanjut kerja lagi,” cerita Ahmad pada Fajar.

Fajar mengernyitkan alisnya. “tapi kan lu ganggu orang lagi kerja, Mad,” protes fajar pada Ahmad.

“Memang kamu pemilik dari tempat makan ini? Orang saya dibolehin meskipun cuman bentar kok,” bantah Ahmad memberi pembelaan.

“Mungkin pemilik tempat makan ini tahu kalau lu itu yang viral di YouTube karena banyak bikin orang non muslim jadi syahadat,” canda Fajar yang langsung direspon dengan tawa Ahmad.

“Woy, kalian curang ya ngobrol seru tanpa gua,” sahut seorang pria yang duduk di kursi kosong di meja Fajar dan Ahmad.

“Eh, perasaan kita nggak janjian sama psikolog deh, kenapa ada psikolog di sini ya?” tanya Ahmad pada pria itu.

“Iya nih. Apalagi kalau psikolog ini datangnya telat, pasti pasiennya udah sembuh duluan sebelum konsultasi,” timpal Fajar menambahkan.

“Eh, gua telat karena jalanan macet lo ya,” bantah pria itu yang ternyata adalah Rido.

“Alah, itu mah bilang aja lu mau ngeles, Do,” sindir fajar pada Rido.

“Ah, lu mah kalau ngomong suka bener, Jar,” gurau Rido sambil terkekeh.

“Eh, ngomong-ngomong nggak ada yang mau pesan makanan nih?” tanya Ahmad memotong pembicaraan.

Ridho dan Fajar pun tersadar bahwa mereka bertiga terlalu sibuk mengobrol hingga lupa untuk memesan makanan. Mereka bertiga pun memilih menu yang mereka suka dan menunggu pesanan datang. Mereka menikmati pertemuan dan reuni mereka yang hanya berlangsung singkat.

Mereka menceritakan kisah hidup mereka masing-masing pasca berpisah. Ahmad berhasil kuliah di Kairo Mesir dan kembali pulang ke Indonesia untuk mengelola yayasan Ayahnya. Rido pun juga berhasil lulus dalam jurusan psikologi yang dia inginkan dan menjadi seorang psikolog. Begitu pula dengan Fajar Yang sukses sebagai Ustadznya para generasi milenial.

Masing-masing dari mereka memiliki jalan hidupnya sendiri-sendiri dan pilihannya masing-masing. Melinda dan Riko yang masih menjadi seorang atheis pun juga memiliki alasan tersendiri dan mempunyai pengalaman yang berbeda dari orang lain. Dari banyaknya pengalaman yang sudah dilalui oleh ketiga orang itu, mereka sadar bahwa setiap manusia punya jalan ceritanya masing-masing. Ahmad, Fajar, dan Rido sudah melalui banyak hal, mereka hanya perlu menjalani kehidupan mereka dengan baik dan berusaha untuk memperbaiki diri dari hari ke hari.

“Eh, gua bersyukur banget Allah mempertemukan kita bertiga dalam satu takdir yang sama pada sebuah SMP yang memberikan memori Indah dan buruk dalam kehidupan. Kalau gua nggak pernah ketemu sama kalian, Mungkin gua bakal jadi atheis untuk selamanya. Dari banyaknya peristiwa yang udah gua alami, gua sadar bahwa dibalik segala peristiwa akan ada pelajaran dan hikmah yang bisa diambil. Jadi, makasih ya kalian berdua udah hadir di kehidupan gua.” Fajar mengungkapkan rasa syukur dan terima kasihnya pada Ahmad dan Rido dari hati yang paling dalam dengan tulus.

“Saya juga senang banget bisa ketemu sama kamu, Jar. Jika saya tidak pernah bertemu kamu, belum tentu ilmu yang saya miliki itu bisa bermanfaat bagi banyak orang. Mungkin saya juga tidak akan menemukan sudut pandang unik dari kamu sebagai seorang atheis atau nihilis. Jadi, Terima kasih juga udah hadir di hidup saya,” ucap Ahmad pada Fajar.

“Gua juga bersyukur bisa sahabatan sama kalian berdua. Gua merasa hidup gua jadi lebih berwarna dengan berbagai sudut pandang dan pengalaman yang gua alami selama sekolah dulu. Makasih masih mau jadi sahabat gua dan makasih udah hadir dalam hidup gua.” kini Rido yang mengungkapkan rasa syukur dan terima kasihnya.

Mereka pun akhirnya menghabiskan waktu dengan berbincang-bincang dan bernostalgia. Ketika sedang berbincang-bincang, makanan yang mereka pesan pun datang dan mereka melanjutkan perbincangan sambil menikmati hidangan di tempat makan tersebut. Mereka nampak bahagia dan senang karena bisa kembali berkumpul serta mengingat kenangan indah yang pernah mereka alami di sekolah dulu.

“Mari kita bersulang untuk persahabatan kita yang akan selalu abadi,” kata Rido sambil mengangkat gelasnya.

Fajar dan Ahmad pun melakukan hal yang sama. Mereka bersulang dan menghabiskan malam itu dengan penuh kegembiraan. Perjalanan spiritual seorang Muhammad Fajar Malik yang penuh dengan warna-warna kehidupan kini akan tercatat sebagai sejarah dalam kehidupannya sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Tamat!

Akhirnya tamat juga, guys. Semoga kalian terhibur dan semoga informasi yang ada dalam cerita ini bisa bermanfaat bagi kalian semua. Mungkin setelah ini aku bakal istirahat dulu untuk bikin cerita dan bakal fokus untuk real life serta melunasi hutang feedback aku terhadap mereka yang pernah menjalin feedback sama aku. So, sampai jumpa lagi di lain kesempatan ya, guys.

Teologi DealektikaWhere stories live. Discover now