Part 29

639 85 2
                                    

Alarm ponsel menyadarkan Teddy dari alam mimpinya. Tangannya mengusap sisi kiri kasur yang terasa datar. Tidak ada orang disampingnya.

Matanya berusaha mencari sosok wanita yang sudah menjadi pemandangannya sebelum dan sesudah beristirahat. Teddy melepas selimutnya dan berjalan mengelilingi berbagai sudut kamar untuk menemukan Abel, namun nihil. 

Teddy membuka lemari pakaian dan mendapati seluruh pakian Abel yang tersusun rapi. Dugaannya salah. Istrinya tidak kabur dari rumah. Langkah kakinya memilih untuk menuju halaman depan rumah yang menampilkan banyak tamanan hias dan satu pos penjaga.

"Pagi Pak Teddy. Nyari siapa?" tanya Pak Surya menghampiri tuan rumahnya yang setia berdiri di depan pintu utama.

"Bu Abel ngabarin Pak Surya ga kalo mau pergi?" tanya balik Teddy pada supir pribadinya

"Ibu cuma bilang mau jemput adek Kirana" jawab Pak Surya. Perkataan Abel malam itu membawa alam sadar Teddy untuk kembali memperjuangkan hati istrinya.

Teddy bergegas mengambil kunci mobil dan melajukannya ke rumah keluarga istrinya. Tidak peduli apa yang akan ia dapatkan. Hukuman? Penolakan? Teddy benar-benar tidak peduli.

Mobil hitam itu melaju dengan kecepatan tinggi tanpa peduli keselamatannya. Rasa cemas dan bersalah masih menyelimuti diri Teddy. Hanya butuh 10 menit bagi Teddy untuk sampai di rumah keluarga Abel. Secepat itu Teddy melajukan mobil hitamnya.

Teddy melangkahkan kakinya menuju pintu dan menekan bel di sudut kanan. Satu kali panggilan tidak ada jawaban. Dua kali pun masih tidak ada tanda-tanda kehidupan. Teddy menarik nafasnya berat dan meregangkan jemarinya untuk menekan bel yang ketiga kalinya.

"Ya, siapa?" suara wanita yang Teddy rindukan mulai membuka pintu yang ada dihadapannya. Mata bertemu mata. Seakan dunia berhenti dan menyisakan mereka saja.

Teddy memeluk wanita yang ia rindukan. Tidak ada perlawanan. Wanita itu justru membalas pelukan dengan sangat erat. Mengisyaratkan kerinduan dan kelemahan yang ia rasakan.

"Loh, mas Teddy" suara wanita lain mengusik indra pendengarannya. Itu Bunda. Sambil menggendong Kirana, Bunda menyapa menantunya yang sudah lama tidak berkunjung.

"Eh, iya bun" Teddy melepas pelukan Abel dan bersalaman dengan mertuanya. Ada satu sosok yang sedari tadi tidak Teddy lihat. Ayah. Laki-laki pemimpin keluarga istrinya tidak ada di rumah.

"Nyari siapa mas? Ayah? Lagi di Semarang dari dua hari lalu" Bunda menyadari Teddy mencari seseorang dari sorot matanya yang tertuju pada sekeliling rumah.

"Masuk dulu. Mba, suaminya loh disuruh masuk dulu" ucap Bunda pada Abel. 

"Iya bun, ini mau diajak ke kamar sebentar" jawab Abel lalu menarik lengan Teddy menuju kamar. Hanya mereka berdua saat ini. Abel mengumpulkan seluruh energinya untuk mengucapkan satu kalimat yang akan mengubah seluruh hidupnya. 

"Aku ma—" ucapnya terpotong. Tangan kekar suaminya berhasil menutup bibirnya yang masih berat untuk mengatakan hal tersebut.

"Mas minta maaf. Sekali lagi mas minta maaf" ucap Teddy tanpa berkedip menatap wajah Abel. Perbuatannya semalam memang tidak pantas dimaafkan dengan cepat. Abel melepas tangan Teddy yang menutupi bibirnya dan menarik pelan nafasnya.

"Mas, dengerin dulu. Aku belum selesai ngomong" suara pelan Abel membawa Teddy ke skenario negatif dalam otaknya. Entah apa yang akan istrinya katakan setelah ini. Tidak ingin terulang kembali peristiwa seperti semalam.

Teddy terus menatap wajah Abel yang sulit diartikan. Tidak ada kesedihan apalagi kebahagiaan yang Teddy rasakan. "Aku mau izin, besok aku mau jalan sama Kirana." Satu kalimat yang menurut Abel akan mengubah seluruh hidupnya jika tidak mendapat restu sang suami.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 08 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

POLAROIDWhere stories live. Discover now