Bagian 12

2.1K 117 0
                                    

Seperti roda berputar, kehidupan terus berjalan. Lega kurasakan saat orang suruhan Kevin berhasil membungkam semua saluran televisi dan media lainnya yang gencar membahas masalah itu. Pertemuanku dan Kevin pun semakin intens. Seperti yang dikatakan Kevin, tidak usah mendengarkan mereka. Mencoba menutup mata dan telinga. Bersikap seolah tak terjadi apa-apa.

Ibu membelai lembut kepalaku yang berada dipangkuannya. Wanita yang kusayang ini rupanya mengerti dengan masalah yang terjadi waktu itu. Tanpa ada kalimat tajam ibu menanggapi. Tersenyum menenangkan dan memelukku yang kala itu hanya diam.

"Bu, boleh Rika bertanya sesuatu?" Ibu menatapku dengan kerutan samar didahi.

"Apa nak?"

Kuhela napas sebelum bicara. Membenarkan posisiku menjadi duduk bersila menghadap ibu "kemana laki-laki bejat itu?"

Ya, terkejut adalah hal pertama yang kulihat dari wajah ibu. Setelah sekian tahun pergi, ini pertama kalinya aku menanyakan keberadaan laki-laki bejat itu.

"Kenapa sayang? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?"

"Sudahlah. Lupakan saja" ujarku lalu bergegas mengambil ponsel yang berteriak nyaring meminta jawaban.

Senyum terukir saat melihat nama yang tertera di layar. Pertemuan serta komunikasi yang semakin intens membuatku perlahan melupakan sosok kekasih sahabatku.

"Halo sayang, aku minta maaf hari ini kita tunda dulu acaranya. Dad memintaku untuk pulang beberapa waktu. Maaf sayang" katanya membuatku sedikit kesal.

Acara makan malam yang sudah kususun rapi batal begitu saja. Dengan alasan mengantuk aku memutus sambungan. Memandang kue cantik yang sudah tertata rapi di atas meja makan. Kejutan yang sudah kurencanakan seminggu lalu buyar begitu saja.

Kevin dan keluarganya tak mungkin kusalahkan. Mereka tak tau apa-apa tentang itu. Aku memandang ibu yang juga memandangku. Mencoba tersenyum meskipun kecewa.

Seperti diawal, rindu yang kurasa kian bertambah. Menyesakkan dada. Setelah hari dimana dia membatalkan janji tidak sekalipun dia menghubungiku. Jarak beribu kilo rupanya sudah membuatnya melupakanku. Apa dia tak merindukanku. Apa dia sudah tak mencintaiku.

Cinta. Cinta apa yang kamu maksud Ri. Tidak sekalipun Kevin mengatakan cinta padamu. Dia hanya menawarkan komitmen. Menjanjikan kebahagiaan dan tak akan meninggalkanmu. Kuhela napas. Untuk kedua kalinya aku merasa tak diinginkan.

Kuputuskan untuk singgah sebentar kerumah sahabatku. Sampai disana suasananya cukup ramai. Mungkin ada acara keluarga, pikirku. Seseorang memanggil namaku saat hendak berbalik.

Setengah berlari Kyla menghampiriku. Senyumnya sangat lebar saat berdiri persis di hadapanku "gila lo Ri, gue kangen banget sama lo" ujarnya lalu memelukku erat yang kubalas tak kalah erat.

"Gue juga kangen" pelukan terlepas. Kyla mengikuti arah pandanganku "btw, ada acara apa? Kok tidak undang gue?"

Sahabatku menghela napas. Menatapku bersalah "sorry, ini bukan acara gue tapi orangtua Rio."

Pikiranku melayang pada beberapa hari lalu. Sampai saat ini photo yang kutemukan dikamar ibu masih kusimpan. Aku belum menanyakannya pada ibu. Dan apa mungkin lebih baik langsung aku tanyakan saja pada ayahnya Rio.

"Masuk yuk" ajaknya yang tak bisa kutolak.

Didalam bukan hanya ada keluarga Kyla dan Rio namun tunangannya pun ikut hadir meramaikan suasana. Kulihat para anggota yang hadir cukup akrab dengan sahabatku. Hm, masih pantaskah wanita itu kuanggap sahabat. Entahlah. Aku sendiri tidak yakin.

Kyla menarikku mendekati tante Lia yang tengah berbincang seru dengan calon menantunya "tan, Rika datang nih" bersamaan mereka menoleh.

Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu tersenyum padaku "apa kabar Ri? Lama tidak bertemu"

"Baik kok, selamat ya tan semoga pernikahan tante dan om Leo langgeng dan berjalan mulus sesuai dengan harapan" ucapku

"Terimakasih sayang, tapi setiap cerita pasti ada lika-likunya. Berharap boleh namun jangan terlalu bergantung padanya, karena tidak semua harapan menjadi kenyataan" matanya menerawang jauh. Setiap kata yang diucapkan seperti mengandung makna dibaliknya.

Suasana canggung menyelimuti saat tante Lia undur diri begitu di panggil suaminya. Kyla mengajakku duduk di samping wanita yang sedari tadi hanya diam. Bukan sifatnya sekali.

"Apa kabar?" Suaraku memecah kebisuan.

"Seperti yang lo lihat, lo apa kabar? Tidak mengira sama sekali wanita kaku dan polos bisa mengambil milik orang lain" sindirannya tepat mengenai hati. Sikapnya sudah menunjukkan bahwa sekarang tak ada lagi kata sahabat diantara kami.

Aku tersenyum masam, apa bedanya dia denganku "gue baik. Terkadang manusia hanya melihat kesalahan orang lain tanpa mau repot melihat kesalahannya sendiri"

Mendengar ucapanku Kyla memegang lenganku. Memintaku untuk bisa menahan emosi lewat matanya.

Kuhela napas saat melihat Sandra berjalan menjauh. Perasaanku campur aduk. Marah, sedih dan kecewa. Inikah maksud yang dikatakan orang bahwa jarak dan waktu bisa mengikis kepercayaan.

Genggaman yang semakin mengerat membuatku menoleh "Rio lagi jalan kesini, gue ke belakang dulu" pamitnya lalu bergegas pergi

Senyuman khasnya menyambut. Rio menjatuhkan tubuhnya disampingku "sudah bertemu Sandra?" Tanyanya yang kujawab dengan anggukan.

Kulihat matanya yang memandangku. Benar yang dikatakan orang, jika diperhatikan wajah kami mirip. Mulai dari mata dan bibir. Mungkinkah dugaanku benar. Rio adalah..

Rika's StoryWo Geschichten leben. Entdecke jetzt