Bagian 28

4.5K 104 4
                                    

Menyadari pandangan mataku yang mengarah ke pintu Rio segera membalikkan badannya. Tidak sepertiku yang gelisah laki-laki di hadapanku tampak santai melihat kedua orangtuanya yang menampilkan raut berbeda.

Tidak ingin mereka salah paham, aku segera mendekat "pa, ma ini tidak seperti yang kalian lihat" kataku pelan mencoba menjelaskan meskipun aku tau semua orang yang melihat apa yang dilakukan Rio barusan pasti berpikiran sama.

"Papa tidak mengerti bagaimana sebenarnya masa lalu kalian tapi Rio, kamu dan Sandra akan menikah sebentar lagi. Apa kamu tidak berpikir mau ditaruh dimana wajah papa kalau orangtua Sandra tau kelakuan kamu?!" Perkataan papa rupanya sama sekali tak mengusik ketenangan di wajah Rio.

"Papa sudahlah, kita tidak bisa memaksakan pernikahan ini. Biarkan Rio memilih dan menentukan jalan hidupnya" Tante Lia mengusap lengan papa berusaha meredakan emosi yang menggelegak.

Aku menatap papa dan tante Lia dengan perasaan bersalah "maaf, aku minta maaf karena kehadiranku mengusik ketenangan dirumah ini. Maafkan aku" kataku pelan.

Seandainya aku tak lahir keluarga ini pasti tidak akan kacau. Tidak akan ada pertemuan antara aku dan Rio. Tidak akan ada hati yang terluka. Tidak akan ada perasaan cinta di antara keluarga. Tidak akan ada cinta terlarang.

Elusan lembut di bahu terasa menenangkan "kamu tidak salah sayang, mama dan papa mencintaimu. Tidak ada yang salah disini dan tidak ada yang bisa menentukan hati kita tujukan pada siapa. Sekarang lebih baik kamu bersiap, Kevin sebentar lagi akan datang"

Aku mengangguk pelan. Tidak ada pilihan lain selain menuruti nasehat tante Lia. Tidak pernah kuragukan kalau wanita yang pernah di hianati ibu itu benar menyangiku.

"Tidak akan ada yang pergi hari ini. Semuanya papa tunggu dibawah dan berpikirlah alasan apa yang akan kalian katakan pada papa" papa berlalu setelah berkata diikuti tante Lia yang terburu mengejar.

Kepalaku menunduk dengan tangan terkepal. Benci sekaligus sayang kurasakan pada laki-laki yang telah menghancurkan ibu. Hatiku yang sempat menghangat karena penyesalannya kembali mendingin.

Genggaman ditangan membuat kepalaku terangkat. Aku menatap Rio dengan benci dan amarah "aku tidak akan melarangmu untuk pergi dan menjauh karena dimulai dari detik ini aku membencimu. Aku berharap Tuhan tidak akan pernah mempertemukanku dengan orang gila sepertimu" kulepaskan genggaman tangannya dengan kasar dan berlalu.

Ya, ku rasa itu lebih baik karena sampai kapanpun aku, dia dan keluarganya tidak akan pernah bisa bersatu dengan perasaan seperti ini. Papa dan tante Lia sudah duduk bersisian di sofa ruang keluarga. Aku mendudukkan diriku tepat dihadapan mereka berdua.

Selang beberapa menit Rio duduk di sudut sofa yang ku duduki. Membuat jarak lebar di antara kami yang membuatku bersyukur tidak harus berdekatan meskipun masih satu sofa.

"Jelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada kalian. Tidak ada yang perlu ditutupi" papa menatapku dan Rio bergantian.

Aku hanya diam tidak berniat bicara karena bukan aku yang memulai semua permasalahan ini.

"Rio, Rika kalian berdua masih memiliki mulut untuk bicara kan? Jadi katakanlah" tegas papa yang membuat mataku langsung menatap manik matanya dengan benci.

"Jangan tanyakan padaku tentang hal ini karena dalam masalah ini aku hanya menjadi korban. Korban dari kalian yang melakukan dosa besar sampai membuatku melihat dunia. Pikirkanlah dengan baik sebelum bertanya tentang suatu hal yang mungkin anda sudah mengetahui jawabannya" kataku

Airmuka papa langsung berubah setelah mendengar ucapanku "papa sudah meminta maaf sebelumnya padamu dan ibumu tapi mengapa sekarang kamu mengungkitnya lagi?"

Rika's StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang