Bagian 24

1.6K 93 2
                                    

Aku memasukan suapan terakhir. Berjalan membawa piring kotor ke arah pantry sambil terus mengunyah. Tanganku meraih sabun pencuci piring lalu mencuci piring yang tadi kupakai di wastafel. Senandung pelan meluncur dari bibirku seiring dengan gerakan tangan.

"Hoi.."

Aku terlonjak kaget dan hampir saja menjatuhkan piring yang sudah bersih kelantai. Aku berbalik menatap tajam seorang laki-laki yang tengah menampilkan cengiran khasnya belakangan ini.

"kakak bisa tidak sih jangan jahil sama aku sehari saja? apa kakak mau punya adik yang punya penyakit jantung?" cecarku sengit namun tak membuat cengiran di wajahnya menghilang.

"maaf adikku sayang. Kakak tidak bisa sehari saja tidak menjahilimu" katanya tanpa beban membuatku langsung menginjak kakinya tanpa perhitungan.

Tawaku meluncur melihat tubuhnya membungkuk dengan raut kesakitan "rasain" ujarku lalu segera berlari meninggalkannya yang tengah mengumpat.

Aku mengatur napasku yang tak beraturan. Mataku tak sengaja menangkap sosok tante Lia bersama Sandra. Aku segera menghampiri mengambil duduk tepat di samping ibu tiriku.

Ya. Saat ini aku tinggal bersama papa dan keluarganya. Malam setelah kejadian itu aku segera dibawa kerumah sakit. Dan saat mataku terbuka aku menemukan Via dan pak Aji bersama papa dan tante Lia. Mereka meminta atau lebih tepatnya membujukku untuk tinggal bersama mereka.

Dan hebatnya tanpa pikir panjang aku mengiyakan. Setelah kujalani aku jadi lebih terbiasa dengan keberadaan mereka. Aku jadi lebih nyaman dan merasa damai di sekeliling mereka.

"buatku saja ya tan?" pintaku dengan wajah memelas sambil memegang segelas orange juice yang tadinya untuk tante Lia.

Tante Lia tersenyum "boleh" aku segera menenggak habis isinya lalu kembali meletakkan gelasnya diatas meja.

"tante lagi bahas apa sih?" tanyaku penasaran

Lagi tante Lia tersenyum. Menunjukkan majalah khusus pernikahan padaku "Sandra minta tema pernikahannya seperti ini. Menurut kamu bagus tidak?"

Aku menekan rasa sesak didada. Aku tak bisa menghentikan ingatanku akan laki-laki itu jika pembicaraan menyangkut pernikahan. Aku mencoba tersenyum. Menyerahkan kembali majalah itu pada tante Lia "bagus kok. Yasudah aku kekamar dulu ya tan. Mau siap-siap ada janji soalnya sama Kyla"

Tanpa mau mendengar jawaban tante Lia aku segera beranjak. Kakiku menaiki satu persatu anak tangga dan setetes air mata jatuh tepat mengenai kakiku. Kupercepat langkahku. Membuka pintu kayu berwarna coklat lalu menutupnya kembali.

Kujatuhkan tubuku diatas ranjang besar ini. Wajahku benamkan di atas bantal. Meredam suara isakan yang semakin menjadi. Mengingat kejadian lalu masih membuat dadaku sesak. Hatiku teriris jika bayangan itu kembali.

Suara pintu terbuka membuatku dengan cepat memejamkan mata. Pura-pura tertidur mungkin lebih baik. Elusan di kepala tak kuasa membuatku bertahan. Mataku terbuka menatap mata tante Lia yang menunjukkan kecemasan.

"maafkan tante sayang. Tante tidak bermaksud membuat kamu kembali mengingatnya. Tante minta maaf" tangisanku pecah kembali.

"sakit tante" rintihku membuat tante Lia memelukku "tante tau mamu anak yang kuat. Tante juga ikut merasakan sakit melihatmu seperti ini. Percayalah sayang, jika dia jodohmu dia akan kembali memperjuangkanmu meskipun badai menghadang."

Aku menganggukan kepalaku di pelukan tante Lia. Aku pun masih berharap begitu. Aku berharap dia datang padaku. Menjelaskan bahwa Syifa bukan anaknya dengan wanita itu. Menjelaskan bahwa semua itu hanya bohong semata.

Rika's StoryHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin