Bagian 16

1.9K 111 0
                                    

Langit tampak cerah. Mentari ikut berseri memancarkan kilauannya. Senyumku ikut merekah membaca pesan masuk yang baru saja ku terima. Senggolan di bahu membuat ku mendelik kearah wanita yang tengah menggodaku dengan tatapannya.

Kulemparkan pulpen padanya saat kedua tangannya membentuk pola yang bersentuhan "gadis nakal" desisku yang dianggapnya angin lalu

Kyla dengan gayanya menertawakanku "belum pernah ya?" Godanya membuat pipiku memerah.

Sialan. Wanita satu ini sangat menyebalkan tapi bodohnya aku menyayanginya "lo sendiri bagaimana? Memang si Benny mau sama lo?" Cibirku semakin membuatnya tertawa

"Meragukan pesona Kyla Larasati, heh?"

Aku mengangkat bahuku acuh "lo kan jelmaan laki-laki"

Kyla tertawa kencang sama sekali tak tersinggung dengan ucapanku "tinggal selangkah lagi dia akan jadi milik gue" aku menatapnya malas. Sahabat ku yang tercinta ini memang memiliki rasa percaya diri yang tinggi.

Meskipun usaha yang dilakukannya tak kunjung berhasil namun itu tak sedikitpun mematahkan semangat dan rasa percaya dirinya untuk menaklukkan hati Benny. Si pujaan hati yang telah lama di idamkannya.

"Semoga berhasil" ujarku lalu menepuk bahunya pelan. Sudah seharusnya, sebagai sahabat dan saudara yang baru di ketahui aku memberikan dorongan semangat untuknya.

"Pasti" sahutnya tanpa ragu tersenyum memamerkan deretan giginya yang rapi "eh, pak Kevin sudah datang. Langsung di bawa saja Rika nya pak, saya ikhlas kok"

"Gue lebih ikhlas kalo lo di seret Rio lalu di kunci dikamar" desisku lalu berbalik badan menatap Kevin yang sepertinya mendengar ucapanku.

"Pacarku galak sekali rupanya" bibirku mencebik sebal menarik tangan Kevin dan membawanya keluar ruangan dengan di iringi cekikikan Kyla di belakang "hati-hati di gigit ya pak.." teriaknya yang masih terdengar

"Dia memang aneh, jangan dengarkan ucapannya" kataku geram dengan wanita itu.

Lift yang kami tumpangi bergerak. Aku menghela napas, semakin pintar saja anak itu menggodaku. Kalau saja Rio tak memintaku datang ke sini pasti aku takkan mendengar godaannya tadi. Memalukan. Tidak mungkin aku menggigit makhluk tampan di sebelahku ini.

Rangkulan di pinggang membuatku menoleh. Kevin menarikku semakin merapat ke tubuhnya membuat paru-paruku sulit berfungsi. Mataku otomatis terpejam merasakan hembusan napasnya di wajah. Otakku kosong saat bibirnya mulai menyentuh permukaan bibirku.

"Ekhem.." terkejut aku mendorong tubuh Kevin menjauh.

Rio berdiri dengan dua orang yang belum siap ku temui. Malu yang sempat kurasa menguap begitu saja. Tangan besar Kevin menggenggamku dengan lembut. Tau apa yang kurasakan saat ini.

Setelah saling menyapa dengan formal pembicaraan berlanjut mengenai kerjasama perusahaan. Sesekali aku ikut menimpali dan menjawab jika di tanya. Tak berapa lama Kevin menawari ketiga orang itu untuk makan bersama yang tentu saja langsung di setujui.

Sepanjang perjalanan aku memilih diam. Sama sekali tak berniat membuka pembicaraan dengan laki-laki yang sedang fokus pada kemudinya. Entah apa yang ada di kepalanya sampai membawa mereka satu meja denganku yang sudah tak kuat lagi bersikap ramah. Terlebih setelah melihat gelagat Rio yang nampaknya biasa saja.

"Kenapa diam saja, sayang? Bosan ya?" Aku menggeleng melanjutkan kembali memakan makananku yang tinggal separuh.

Elusan di kepala mau tak mau membuatku mendongak "aku ke belakang sebentar. Ingat, jangan membuat keributan"

Kebingunganku terjawab saat perhatian suami istri paruh baya di depanku menatapku cukup lama. Berpura-pura acuh aku menyeruput minuman yang sama sekali tak membantu.

"Rika.." panggilan dari tante Lia memaksaku untuk memandangnya. Kesedihan dan kekecewaan jelas tergambar di bola mata hitamnya yang menatapku.

"Ya tante?"

"Tante menyayangimu seperti anak kandung tante. Tante harap kamu tidak membenci tante dan papamu.." lirihnya

"Maksud tante?" Tanyaku berpura-pura tak tau.

Om Leo beranjak duduk di sampingku memelukku erat "maafkan papa nak, papa telah salah meninggalkanmu saat itu. Papa-"

Om Leo tak lagi melanjutkan ucapannya. Laki-laki yang tak pernah ku kira ternyata adalah ayah kandungku. Benar-benar ayahku. Rio mengangguk saat mataku tak sengaja meliriknya. Beginikah rasanya dipelukan sang ayah. Seperti inikah hangatnya berada di dekapan laki-laki yang melupakan ku juga sosok ibuku.

Kenyataan itu dengan telak menamparku. Menyadarkanku bahwa tak seharusnya aku terlarut dalam suasana seperti ini. Segera aku menjauhkan diri "bertahun-tahun aku merindukan sosok ayah. Tapi kenapa baru sekarang anda muncul dan mengakuiku?"

Aku menyingkirkan tangan om Leo yang hendak menggapai tanganku "maafkan papa nak, tidak ada pilihan lain selain meninggalkan kalian berdua. Papa lebih memilih mati daripada harus melihat kalian menderita" penjelasannya tak membuatku goyah.

Aku menatap mereka dengan tajam "tapi kalian lebih senang kalau melihat kami mati" desisku yang mendapat tatapan tajam dari laki-laki yang pernah mengisi ruang hatiku.

"Jaga bicaramu Rika"

Aku mendengus sinis tak mempedulikan peringatannya "apa yang ku katakan adalah hal yang nyata. Kamu.." telunjukku mengarah pada Rio "..dengan sepenuh hati mampu melukaiku. Meraihku lalu melepaskanku setelah aku mencintaimu. Kamu tidak tau rasanya disakiti seperti apa karena kamulah pihak yang menyakiti"

Bola mataku beralih kearah tante Lia yang menangis "aku minta maaf atas kesalahan ibuku. Maaf atas semua. Aku tau kata maaf yang ku ucapkan tak dapat mengembalikan waktu tapi aku harap kesakitanku juga ibuku bisa menghapus rasa sakit yang tante rasakan saat itu."

Ku tatap laki-laki sumber rasa sakit ibu "aku tidak ingin mendengar penjelasan anda untuk saat ini. Sudah cukup rasa sakit yang anda berikan untuk ibu saya." Kuhapus air mata yang tiba-tiba jatuh. Mengingat kembali penderitaan wanita yang kusayang beberapa tahun lalu "aku permisi. Selamat malam"

Tanpa mengindahkan keluarga itu aku bergegas pergi. Berlari meninggalkan tempat itu berharap langkah yang semakin menjauh bisa membuatku melupakan mereka. Tidak mengingat laki-laki itu maupun keluarganya yang hanya bisa membuatku sulit bernapas.

Lambat laun langkahku terhenti. Berdiam diri tanpa mempedulikan berpasang-pasang mata yang menatapku iba dan penasaran. "Rika.." teguran dari belakang tak membuatku menoleh.

Laki-laki itu. Bagaimana bisa dia meninggalkanku di saat aku membutuhkannya "Rika.." panggilnya lagi

Aku menepis tangannya yang hendak menyentuhku. Menatapnya dengan amarah yang memuncak "pergi kamu. Aku ingin sendiri"

Sekali lagi aku menepis tangannya "aku bilang pergi" tak kehabisan akal Kevin segera meraihku kedalam pelukannya membuatku semakin berang. Memukuli dadanya bertubi-tubi dengan kepalan tangan tanpa mengindahkan bisik-bisik yang semakin terdengar.

"Pukul terus sampai kamu puas. Tapi dengarkan aku Ri, apapun yang terjadi dan siapapun kamu aku akan tetap di sampingmu. Menyayangi dan mencintaimu seumur hidupku"

****

Ceileh.. haha drama banget yakk
Oke deh, semoga masih ada yang nunggu

Rika's StoryOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz