Bagian 18. Kevin Pov

2.2K 110 0
                                    

Seiring berjalannya waktu semakin membuat harapan yang ada semakin menipis. Wanita yang sampai saat ini mengisi relung hati entah berada dimana. Bertahun-tahun mencari menelusuri hingga daerah yang terpencil tak membuatku menemukan wanitaku.

Ya, aku berhak menganggapnya sebagai wanitaku. Hubungan yang dulu kami rajut belum berakhir. Kuhela napas, andai dulu aku lebih cepat bertindak pasti wanitaku takkan pernah pergi meninggalkanku dengan rasa berkecamuk.

Beberapa bulan lalu Via yang saat itu masih menjadi tunanganku membawaku kembali ke kota ini. Memintaku untuk menemaninya yang ingin berjumpa dengan teman semasa kuliah. Awalnya aku menolak dengan tegas. Kembali ke tempat ini harus membuatku kembali mengingat wanitaku. Bukan aku sudah melupakannya namun aku juga manusia yang memiliki perasaan. Tidak mudah bagiku untuk menerima kalau dirinya sudah meninggalkanku. Tapi akhirnya aku terpaksa menuruti kemauan gadis itu apalagi mengingat semangatnya yang tak pernah patah membantuku.

"Ini saatnya kita berjuang lagi Vin. Memulai kembali pencarian itu. Aku lelah melihatmu seperti mayat hidup" katanya kala itu saat aku terus menolak

Via, gadis itu sudah ku anggap sebagai adik. Mengenalnya sedikit membuat hariku berwarna meskipun tak secerah saat wanitaku masih ada.

Aku tersenyum. Entah harus berterimakasih atau bagaimana pada gadis cantik itu. Karena bujukan serta rayuannya aku dapat menemukan kembali wanitaku bahkan sebelum memulai pencarian.

Wanitaku masih sama seperti dulu. Hanya wajahnya saja yang tampak lebih dewasa. Saat itu aku hanya bisa menatapnya. Ingin aku segera memeluknya namun kalimat yang dia ucapkan membuatku tak bisa berbuat banyak. Dia melupakanku.

Aku hancur. Dadaku terasa diremas sampai sulit bernapas. Dia melupakanku. Mengabaikan aku yang selama ini mencintainya. Tapi hatiku lebih hancur mengetahui ternyata wanitaku amnesia. Hilang ingatan dan yang dia lupakan hanya kenangan tentang kami. Tak mengingat waktu-waktu yang dilaluinya bersamaku.

Namun aku tetaplah aku semua yang terjadi tak bisa mengubah tekadku. Dengan segala cara dan upaya yang kulakukan akhirnya dia kembali menjadi milikku yang takkan pernah kulepaskan. Sudah cukup takdir memisahkan kami selama ini.

"Kamu tidak gila kan Vin?" Teguran dari laki-laki yang menjadi panutanku membuatku tersenyum.

"Anakmu tidak gila tapi sudah tidak waras dad" sahut mom menggoda sambil berjalan mendekat dengan sepiring kue di tangan "tidak waras karena cinta" sambung mom lalu terkekeh dan disusul dengan tawa kecilku dan dad.

"Kapan kita bisa melamarnya? Lebih cepat lebih baik bukan? Dad sudah tua dan ingin segera menggendong cucu" ujar dad lagi membuatku tersenyum senang

"Jangan khawatir dad, secepatnya akan ku bawa dia kerumah ini" jawabku tanpa ragu.

Mom memelukku dengan lembut sedangkan dad menepuk bahuku "good boy" ujar mereka bersama

Keningku berkerut melihat raut wajah mom yang tengah berpikir "ada apa sweety?" Tanya dad yang juga menyadari. Mom hanya melirik sekilas tak berniat menjawab. Suara jentikan jari membuatku menoleh menatap mom yang melesat pergi dengan heran.

Aku dan dad saling memandang lalu mengangkat bahu bersamaan. Tak berapa lama mom kembali menghampiri dengan sebuah album di tangannya.

"Benarkah ini calon menantu mom Vin?" Tanyanya sambil menunjuk seorang wanita berambut panjang dalam sebuah potret keluarga besar.

Aku menatap mom dengan sebelah alis terangkat "dari mana mom dapat photo ini?"

"Ah, iya dad ingat" kata dad menhentikan bibir mom yang hendak berucap "dia Rika. Anak angkat uncle Marvin. Kamu masih ingat uncle Marvin kan Vin?"

Uncle Marvin? Tentu saja aku ingat. Bagaimana aku bisa melupakan sosok laki-laki itu. Dan mengapa aku baru tahu soal ini. Rika anak angkat uncle Marvin. Kalau tahu dari awal mungkin aku sudah bertanya ini itu pada laki-laki itu.

Tiba-tiba mom melompat kepelukan dad "kita akan besanan sama teman mom dad" teriak mom

Aku tersenyum melihat kelakuan mom. Dan aku bertambah yakin kalau Rika adalah yang terbaik yang akan menjadi istri dan ibu dari anak-anakku.

Deringan ponsel mengalihkan perhatian. Senyumku merekah melihat namanya tertera di layar ponsel "iya sayang.."

"Kevin, remember me?" Tubuhku menegang. Suara itu.

Rika's StoryWhere stories live. Discover now