109. Rahasia Kincir Hantu

6.4K 101 3
                                        

SATU

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

SATU

GEMURUH suara kincir raksasa itu terdengar tidak berkeputusan. Pada siang hari saja suaranya begitu ngeri menggetarkan. Apa lagi pada malam hari. Di atas atap rumah kincir seorang kakek berkepala teleng, mengenakan caping bambu duduk uncang-uncang kaki sambil menghisap pipa yang menebar bau serta asap aneh berwarna merah. 

Sambil hembuskan asap merah dari mulut dan hidungnya kakek ini memandang berkeliling. Dalam hati dia berkata. "Sudah tiga minggu berlalu sepi-sepi saja. Apakah orang sakti dan pandai di negeri ini sudah habis semua? Atau masih ada tapi tidak punya nyali untuk menjajal kincirku, takut menghadapi tantanganku? Kalau begini naga­naganya urusanku tidak bakal rampung!"

Di puncak bangunan terpancang sebuah bendera dari jerami kering berwarna kuning, melambai-lambai kaku ditiup angin. Kakek teleng hisap dalam-dalam pipanya. "Sial! Lama-lama aku bisa mengantuk!" katanya setengah memaki. Kakek ini lalu menatap kehalaman luas di depan rumah kincir. Seperti menghitung-hitung dia berucap.

"Satu... dua... sembilan... empat belas... ah! Sudah ampat belas orang sakti menemui kematian. Sudah tujuh purnama berlalu. Tapi tidak satupun dari mereka membekal benda yang kucari. Kalau sampai dua purnama lagi benda itu tidak kudapatkan, celaka diriku! Siapa diantara dua makhluk itu yang akan membunuhku lebih dulu?!" Caping di atas kepala kakek teleng bergerak-gerak tanda si kakek menggeleng-geleng gelisah berulang kali.

Sementara itu di atas satu pohon besar di seberang halaman rumah kincir, tiga sosok tubuh mendekam di balik kerimbunan dedaunan tanpa setahu kakek teleng bercaping. Mereka bukan lain adalah Pendekar 212 Wiro Sableng, bocah konyol bernama Naga Kuning dan si kakek berjuluk Setan Ngompol.

" Keterangan saudara kita Lakasipo ternyata betul. Kita akhirnya menemukan benda aneh yang disebut Kincir Hantu itu," berkata Naga Kuning dengan suara sangat perlahan.

"Tengkukku mengkirik, aku setengah mati berusaha menahan ngompol. Apa kalian tidak melihat semua keanehan mengerikan yang ada di bawah sana?! Siapa adanya kakek teleng bercaping itu? Tukang jaga atau pemilik Kincir Hantu itu...?" Yang bicara adalah Si Setan Ngompol.

Wiro garuk kepalanya. "Kincir itu berputar karena arus air yang datang dari sebelah kanan. Air dicurahkan ke saluran di sebelah kiri. Kincir biasanya untuk mengairi pesawahan. Tapi aku tidak melihat sawah atau ladang di sekitar sini. Lalu ke mana air itu perginya, untuk apa...? Dan ini yang gila! Empat belas mayat yang sudah jadi jerangkong bergeletakan di halaman rumah kincir. Semua jerangkong tidak memiliki kaki. Putus seperti ditebas sesuatu...."

"Kurasa kakek di atas atap itu yang membunuhi semua orang itu! Lihat saja dia sengaja menancapkan bendera kuning di atas rumah kincir. Bukankah bendera kuning tanda perkabungan, tanda kematian?!"

"Lebih baik kita tinggalkan tempat ini. Aku sudah tidak bisa menahan kencing!" kata Setan Ngompol sambil menepuk bahu Wiro.

"Tunggu dulu!" kata Naga Kuning. "Dari sikapnya kakek itu seperti menunggu seseorang...."

Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian TitoWhere stories live. Discover now