Wiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
SATU
GURUN Pasir Thar di barat laut India. Matahari bersinar terik membakar bumt. Tiupan angin bukan mendatangkan kesejukan malah menebar hawa panas. Lautan pasir seolah berubah menjadi bubuk bara api.
Namun aneh dan sangat luar biasa dalam keadaan seperti itu seorang tua berselempang kain putih berlari di gurun pasir tanpa alas kaki sama sekali Rambut dan janggut putih panjang melambai-lambai ke belakang.
Di tangan kanan dia memegang sebuah tongkat besar berbalut emas yang ujung sebelah atas berbentuk bulat dihias batu permata berbagai warna. Saking cepatnya dia berlari tubuhnya hanya kellhatan berupa bayangan putih dan tongkat di tangan kanan membentuk cahaya kuning. Di satu tempat cahaya putih dan kuning sirna, sosok si orang tua laksana lenyap ditelan bumi. Tak selang berapa lama dia sudah berada di dalam satu lorong panjang di perut gurun.
Orang tua itu baru berhenti berlari setelah dia sampal di hadapan satu tembok batu berwarna hitam pekat yang menutupi lorong di bawah gurun. Setelah mengusap wajah beberapa kali, orang tua ini hunjamkan tongkat besi berpalut emas ke tanah. Sinar kuning berkiblat menyapu seantero ruangan. Si orang tua tundukkan kepala lalu keluarkan ucapan.
"Resi Ketua Khandwa Abitar, saya Resi Kepala Mirpur Patel datang menghadap membawa kabar."
Suara orang tua yang menyebut diri sebagai Resi Kepala Mirpur Patel bergema di dalam lorong. Begitu suara gema lenyap tiba-tiba di tembok ada satu kilatan cahaya biru. Di lain kejap di depan tembok batu hitam itu telah berdiri seorang lelaki tinggi besar, berpakaian selempang kain biru. Kulitnya agak kehitaman, rambut, alis, janggut serta kumis putih seperti kapas. Di tangan kanan dia memegang sebuah tongkat terbuat dari batu biru, berkeluk pada ujung sebelah atas. Batu tongkat yang merupakan batu mustika ini konon bernilai Iebih dari seratus kali nilai emas murni.
"Resi Kepala, aku sudah ada di hadapanmu. Sampaikan kabar yang kau bawa. Baik atau buruk?"
"Maafkan saya Resi Ketua. Saya datang membawa kabar buruk." Jawab Resi Kepala Mirpur Patel.
"Aku sudah melihat dari raut wajahmu," kata Resi Ketua pula dengan mata memandang tak berkesip.
"Saya ingin memberi tahu, Patung Kamasutra yang disimpan di tempat rahasia dalam Goa Binaker lenyap.
Hal ini saya ketahui pagi tadi" Habis berkata begitu Mirpur Patel jatuhkan diri. Dengan menjatuhkan diri, berlutut di depan Resi Ketua, Mirpur Patel memberi tanda bahwa dia mengakui dosa, sangat menyesal dan siap dihukum.
"Resi Kepala, berdirilah."
Resi Mirpur Patel perlahan-lahan bangkit berdiri. Kepala masih tertunduk seolah tidak berani menatap wajah sang Ketua.
Walau ucapan Resi Kepala lebih dahsyat dari gelegar petir di siang bolong namun Resi Ketua masih mampu berlaku tenang. Suaranya bergetar ketika berkata.
"Aku biasa mendapat kabar buruk. Tapi aku sama sekali sangat tidak menyangka bahwa kabar yang kau bawa adalah lenyapnya Patung Kamasutra yang berusia lebih dan lima nibu tahun dan telah disimpan di Goa Binaker selama dua ribu delapan ratus tahun. Ada tujuh pintu rahasia menuju ke goa penyimpanan patung kuna itu. Patung diletakkan di dalam satu keranda kaca. Jangankan sampai keranda Itu disentuh, tertiup angin atau dihinggapi lalat saja alat rahasia akan bekerja. Dua ratus senjata rahasia akan bergerak, lima jenis racun akan menyembur ke dalam goa."