Wiro Sableng atau Pendekar 212, adalah nama tokoh fiksi dalam seri buku yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
SATU
DALAM episode sebelumnya, "Bendera Darah" dan "Aksara Batu Bernyawa", diceritakan bagaimana Sinto Gendeng muncul di malam buta ketika Wiro Sableng secara tidak terduga dibokong oleh salah seorang anggota komplotan manusia pocong. Sebuah bendera darah menancap di dada Wiro.
Di tempat itu hadir Wulan Srindi murid Perguruan Silat Lawu Putih yang mengaku sebagai murid Dewa Tuak dan tengah mencari Pendekar 212 sehubungan dengan ikatan jodoh di antara mereka. Selain Wulan Srindi, di situ juga ada Jatilandak dan Loh Gatra yang istrinya diculik komplotan manusia pocong. Sementara itu, tanpa diketahui orang-orang tersebut, Bidadari Angin Timur dan Setan Ngompol bersembunyi dalam gelapnya malam, di balik kerimbunan semak belukar lebat. Diam-diam kedua orang ini mengikuti semua apa yang terjadi di tempat itu.
Walau Sinto Gendeng tertawa cekikikan sehabis mengerjai muridnya dengan berpura-pura hendak mencekoki Wiro dengan air kencing yang diperas dari ujung kain, tak seorangpun mau ikutan tertawa. Jangankan tertawa, senyum saja tak ada yang berani. Mereka semua tahu kalau si nenek punya adat dan sifat aneh. Sekali marah Sinto Gendeng bisa melabrak semua orang yang ada di tempat itu. Apa lagi tadi dia sudah marah-marah dan menganggap ada tiga orang gila di tempat itu.
Orang gila pertama menurut Sinto Gendeng adalah muridnya sendiri, karena dilihatnya berdandan aneh memakai bendera merah basah di dada. Sinto Gendeng kemudian pergunakan kesaktian Kapak Maut Naga Geni 212 untuk menghancurkan Bendera Darah sampai ke gagangnya.
Orang gila kedua di mata si nenek sakti dari puncak Gunung Gede itu adalah Jatilandak, pemuda dari negeri 1200 tahun silam yang berkulit kuning mulai dari kepala– nya yang botak sampai ke ujung kaki. Lalu orang gila ketiga yang dituding si nenek bukan lain Wulan Srindi, gadis cantik berkulit hitam manis yang berlutut di hadapannya dan mengaku sebagai calon menantu.
Setelah puas tertawa, Sinto Gendeng memandang ke arah Pendekar 212, pelototkan mata lalu membentak.
"Anak Setan! Dua tugas yang aku berikan padamu, apakah sudah kau kerjakan?!"
Wiro yang sedang usap-usap bekas luka di dadanya yang barusan disembuhkan sang guru terlonjak kaget dibentak begitu rupa. Sambil garuk kepala dia balik bertanya.
"Anu Nek, dua tugas yang mana maksudmu?"
Sejak beberapa waktu belakangan ini memang banyak hal yang ditangani Pendekar 212. Lalu yang paling membuat kacau balau pikiran pemuda ini ialah melihat hubungan tak terduga antara Jatilandak dengan Bidadari Angin Timur. Wiro memergoki sendiri mereka berdua-duaan di satu tempat sunyi. Lalu sekali lagi Wiro melihat kedua orang itu. Bidadari Angin Timur seperti habis menangis dan Jatilandak mendukungnya. (Baca Episode sebelumnya berjudul "Bendera Darah")
"Setan geblek! Aku bertanya malah kau balik bertanya. Apa otakmu sudah jadi batu? Atau mungkin kerjamu selama ini hanya mencari gadis-gadis cantik sampai lupa tugas!" Sepasang mata Sinto Gendeng mendelik seperti mau melompat dari rongganya yang cekung. "Eh, mungkin juga betul kata gadis sinting bernama Wulan Srindi itu. Kau kini punya ilmu yang bisa membuat seorang gadis jadi bunting dari jarak jauh!" Kalau sebelumnya ketika meng– ucapkan kata-kata itu si nenek tertawa cekikikan, kini tidak. Tampangnya yang hitam hanya tinggal kulit pembalut tengkorak kelihatan angker sekali.