185. Jabang Bayi Dalam Guci

8.9K 167 54
                                    

SATU

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SATU

MALAM sunyi dan dingin di bantaran Kali Gondang tak Jauh dari desa Kebonarum. Hampir bersamaan waktunya ketika Raja Mataram dan rombongan meninggalkan tempat rahasia di Sumur Api dalam perjalanan menuju Kotaraja. Hujan turun rintik-rintik.

Bulan biru masih menggantung indah di langit Mataram, memancarkan cahaya sejuk. Di satu tikungan kali yang aliran airnya bergelombang deras terlihat sebuah bangunan candi kecil, menghitam di bawah bayang-bayang sebuah pohon besar yang tumbuh miring.

Pohon telah tumbuh lebih dari seratus tahun, hampir sama dengan usia candi. Konon pohon itu ditanam ketika candi mulai dibangun.

Karena letaknya yang sangat terpencil dan sulit dicapai, sejak selesai dibangun candi itu jarang didatangi orang. Di bagian belakang dan kiri kanan candi terbentang kawasan berbatu-batu tinggi dan terjal, ditutup pula oleh rimba belantara lebat. Satusatunya jalan untuk mencapai candi adalah melalui Kali Gondang. 

Tapi karena arus air kali di tikungan selalu besar dan sangat berbahaya maka tak ada yang berani mempertaruhkan nyawa. Menurut penduduk desa Kebonarum beberapa kali orang-orang nekad berusaha mendatangi candi dengan menaiki perahu dan getek. Mereka tertarik oleh kabar bahwa di dalam candi terdapat sejumlah harta karun. Namun semua mereka menemui ajal ditelan arus. Kabarnya arus air di Kali Gondang mendadak berubah menjadi lebih besar dan ganas jika ada orang berada di sekitar kali dan coba mendekati candi.

Namun malam itu ada satu keanehan. Dari luar candi terlihat cahaya temaram pertanda ada orang di dalamnya Memang ternyata begitulah kejadiannya Saat itu di dalam candi berada seorang Resi yang sejak dua malam lalu melakukan tapa Di depannya di lantai candi terdapat sebuah lobang berbentuk empat persegi sedalam satu jengkal. Di dalam lobang terletak empat puluh keping batu berwarna putih. Dalam tapanya sang resi memancarkan aliran hawa sakti ke dalam lobang.

Setelah dua hari dua malam berlalu, pada malam ketiga kepingan-kepingan batu putih pancarkan cahaya merah. Semakin lama cahaya itu semakin terang. Candi yang tadinya gelap gulita kini menjadi benderang.

Bersamaan dengan itu di dalam candi menebar bau harum dan hawa sejuk.

Tepat di pertengahan malam ketika empat puluh kepingan batu memancarkan cahaya yang sangat terang tiba-tiba dari arah pintu depan candi berkelebat satu cahaya putih. Lalu terdengar satu suara lembut berucap.

"Resi Kali Jagat Ampusena, kekuatan tapamu mampu menyalakan empat puluh keping batu putih. Tapamu diterima, berhentilah bersemedi dan dengar baik-baik apa yang aku katakan."

Resi bernama Kali Jagat Ampusena mengusap wajah yang ditumbuhi kumis dan janggut putih, perlahan-lahan buka sepasang mata. Hal pertama yang dilihatnya setelah mendengar suara tadi adalah cahaya putih di pintu candi. Serta merta orang tua berusia hampir seratus tahun ini tundukkan tubuh, kepala menyentuh lantai candi, mulut berucap.

"Roh Putih pelindung langit dan bumi, saya yang rendah sangat berterima kasih Roh Putih telah berkenan datang. Saya tahu ketenteraman telah datang di Bhumi Mataram. Namun rasa aman masih belum mencapai kesempurnaan. Untuk itu saya mohon petunjuk lebih lanjut dari Roh Putih."

Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian TitoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang