165. Bayi Titisan

6.7K 103 3
                                        

SATU

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

SATU

SEJAK Ken Permata ketitisan roh Nyi Harum Sarti, Datuk Rao Basaluang Ameh melihat banyak perubahan terjadi atas diri bayi yang berusia hampir dua tahun itu. 

Dari hari ke sehari tubuh anak perempuan Nyi Retno Mantili dari suaminya yang mendiang Patih Kerajaan bernama Wira Bumi itu mengalami pertumbuhan pesat. 

Tubuh bertambah besar dan bertambah tinggi. Dalam waktu beberapa bulan saja keadaan Ken Permata tidak beda dengan seorang anak yang telah berusia lima tahun. Bicaranya lancar. Ucapan-ucapan cerdik seperti seorang dewasa. 

Apa yang terjadi dengan anak itu tidak lepas dari perhatian Mande Saleha, perempuan yang menjaga Ken Permata sejak masih orok.

Suatu hari ketika anak perempuan itu bermain-main di luar ditemani harimau putih sakti Datuk Rao Bamato Hijau, Mande Saleha menemui Datuk Rao Basaluang Ameh di dalam goa batu pualam. (Mande = ibu) Sebenarnya dia ingin membawa serta Baiduri, Ibu Susu Ken Permata. Tapi perempuan separuh baya ini akhirnya memutuskan untuk datang seorang diri saja. Ketika dia masuk ke dalam goa batu pualam, sang Datuk tengah membaca khidmat sebuah kitab bertuliskan huruf Arab yang beberapa hari lalu didapatnya dari seorang sahabat, seorang pedagang bangsa Parsi.

Setelah menunggu sampai Datuk Rao menyelesaikan bacaan dan menutup kitab, baru Mande Saleha berani keluarkan ucapan.

"Datuk, saya datang mengganggu untuk membicarakan hal diri anak awak Ken Permata. Sebenarnya saya sudah sejak lama ingin menemui dan bicara dengan Datuk. Namun saya takut Datuk kurang berkenan di hati..."

Datuk Rao Basaluang Ameh beberapa ketika menatap perempuan di hadapannya itu dengan sepasang matanya yang kelabu ke biru-biruan.

"Mande Saleha, aku sudah maklum. Kegelisahanmu kegelisahanku juga. Kekawatiranmu kekawatiranku juga. Langsung saja, apa yang hendak kau sampaikan?"

"Datuk maafkan saya kalau seolah berlaku lebih prihatin dari Datuk. Saya kira Datuk melihat sendiri perubahan yang terjadi atas keadaan diri Ken Permata. Usianya belum dua tahun namun keadaannya menyamai anak perempuan yang telah berusia lima-enam tahun. Dia tumbuh dewasa lebih cepat dari kodrat Allah dan kemauan alam. Tapi bagi saya bukan perubahan keadaan bentuk badan itu saja yang mengawatirkan. Yang saya cemaskan adalah perubahan sifat dan bicaranya. Sekarang dia lebih suka tidur sendiri daripada bersama saya. Dia menolak kalau saya rangkul apa lagi saya dukung. Dia lebih suka tidur di atas tikar di lantai rumah gadang daripada bergolek satu ketiduran dengan saya. Kadangkadang, kalau saya tersentak bangun tengah malam, saya dapati anak itu tidak ada di dalam kamar. Ketika saya cari ternyata dia berada di halaman samping, duduk atau membaringkan diri di atas lesung. Atau duduk di tangga rumah kecil tempat menyimpan padi. Sesekali sebelum saya menemuinya, saya coba mengintai. Pernah kedapatan oleh saya mulutnya bergerak-gerak. Dia seperti bicara dengan seseorang. Tapi suaranya tidak terdengar dan orang yang diajaknya bicara tidak kelihatan. Saya benar-benar cemas Datuk. Saya kawatir penitisan yang terjadi atas Ken Permata telah merusak pikiran anak itu."

Serial Wiro Sableng Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 - Bastian TitoWhere stories live. Discover now